Kualitas udara merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi kesehatan dan keberlanjutan suatu aktivitas usaha. Penilaian kualitas udara di sekitar kawasan PT KBN menggunakan beberapa parameter baku mutu yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu parameter fisik dan kimia udara. Parameter fisik antara lain adalah debu, suhu, kelembaban dan arah
angin serta kecepatan angin. Sedangkan parameter kimia udara antara lain: sulfur dioksida (SO2), karbón monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), Ozon (O3), timah hitam (Pb), dan H2S.
Pada tahun 1992 Kantor Menteri Lingkungan Hidup dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan-nya mulai mengembangkan sebuah program nasional mengendalikan pencemaran udara. Program ini diberi nama Program Langit Biru (PLB). PLB ini dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah PLB-Sumber Bergerak, sedangkan bagian kedua dari PLB diberi nama PLB-PLB-Sumber tidak Bergerak. Dalam pelaksanaannya PLB diharapkan dapat menjadi payung bagi program dan aktivitas yang dilakukan oleh berbagai instansi, seperti Pemerintah Daerah, Departemen Perindustrian, dan Departemen Perhubungan, dengan tujuan mengontrol pencemaran udara.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas udara bebas di sekitar kawasan KBN pada 3 periode yang berbeda, dapat diketahui bahwa kualitas udara di kawasan KBN masih di bawah atau memenuhi baku mutu udara (Balai TKLPPM, 2007). Hal ini disebabkan oleh sebagian besar aktivitas perindustrian di kawasan PT KBN tidak berbasis pada industri penghasil asap. Menurut Bintarto (1983) bahwa pencemaran udara yang terjadi di kota-kota besar sebagian besar berasal dari aktivitas transportasi, terutama berupa asap dan debu.
Kualitas udara dalam kawasan relatif cukup terkendali. Hasil pengukuran di semua lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa semua parameter memenuhi baku mutu sesuai SK Gub.DKI No.551 / 2001. Hasil pemeriksaan terhadap air limbah menunjukkan bahwa: Limbah cair produksi dari 7 investor, yaitu PT Hansnesia, PT Dalim Fideta, PT Misung, PT Tirta, PT Indowash Puspita, PT Hua Sin dan PT Fucolor, menunjukkan hasil yang belum memenuhi baku mutu sesuai SK Gub No. 582 / 1995, walaupun 5 investor tersebut telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yaitu PT Hansnesia, PT Misung, PT Tirta, PT Indowash Puspita dan PT Hua Sin.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas udara bebas di sekitar kawasan PT KBN pada 3 priode yang berbeda, dapat diketahui bahwa kualitas udara di kawasan KBN masih dibawah atau memenuhi baku mutu udara. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar aktivitas perindustrian di kawasan KBN tidak berbasis pada industri pengehasil asap. Pencemaran udara sebagian besar berasal dari aktivitas transportasi, terutama berupa asap dan debu.
Tabel 18. Kualitas udara bebas di kawasan PT KBN Cakung
Hasil Pengujian
No Parameter Satuan Baku
Mutu Juli 2007 Des. 2007 Ags. 2008
1 Sulfur Dioksida (SO2) µg/Nm3 260 72,04 121,53 171,78
2 Carbon Monoksida (CO)
µg/Nm3 9.000
2004,09 < 1145,19 122,53
3 Nitrogen Oksida (NOx) µg/Nm3 92,5 39,99 58,65 104,08
4 Oksidan (O3) µg/Nm3 200 61,47 117,06 52,29 5 Debu (TSP) µg/Nm3 230 219,19 190,55 205,07 6 Timah Hitam (Pb) µg/Nm3 2 < 0,03 < 0,03 < 0,03 7 H2S µg/Nm3 - 1,96 2,42 0,09 8 Suhu oC - 31,00 34,75 32,70 9 Kelembaban % - 71,00 54,25 52,95 10 Kecepatan Angin m/s - 1,82 1,45 1,82
11 Arah Angin - - Selatan Ke Timur Ke Barat
Sumber: PT KBN (2007)
Hasil pengukuran udara bebas yang diambil di Jl. Madiun antara PT Dua Kuda+ ABCO Kawasan PT KBN Marunda, Jl. Pontianak PT Megsales. Dermaga PT KBN, Jl. Jayapura dekat PT Asianagro, Jl. Semarang dekat PT Hargas, C4 kawasan PT KBN Marunda, samping lapangan bola Warga Sarangan Bango Marunda telah memenuhi baku mutu berdasarkan Kep. Gub. DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001
Berdasarkan data lingkungan yang ada di PT KBN memperlihatkan bahwa pada tahun 2004 dan 2005 terjadi peningkatan konsentrasi debu sampai jauh diatas baku mutu dari arah Jalan Jawa menuju ke pintu utama, namun dari pintu utama, baik ke arah utara maupun ke arah selatan terjadi penurunan kembali (Gambar 11). Namun demikian tingkat kebisingan di kawasan PT KBN tersebut pada tahun yang sama masih di bawah baku mutu. Terjadinya pencemaran udara dan kebisingan tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap karyawan, masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Sebagai upaya untuk mengurangi dan mencegah pencemaran udara dan kebisingan maka perlu dilakukan meningkatkan kegiatan penghijauan di parkiran dan pinggir jalan, penyiraman badan jalan secara rutin, menjaga kebersihan bak sampah, menggunakan sistem peredam kebisingan, dan menyediakan alat penutup mulut dan hidung.
Hasil penilaian tersebut sejalan dengan penelitian Firmansyah (2007) bahwa Jakarta memiliki tingkat pencemaran debu rata-rata setiap tahunnya mencapai 270 mg/m3, sementara itu ambang toleransi pencemaran debu rata-rata per tahun menurut standar Indonesia adalah 90 mg/m3. Rata-rata per tahun ambang pencemaran timah hitam mencapai 2 mg/m3, sementara batas toleransinya hanya 1 mg/m3. Juga nitrogen dioksida rata-rata per tahunnya dapat mencapai 250 mg/m3, sementara batas toleransinya adalah 100 mg/m3 (Firmansyah, 2007). 0 100 200 300 400 500 600 K ons e n tr a s i D e bu (m g /N m 3 )
Jl. Madura Jl. Jawa Pintu
Utama Sebelah Selatan Sebelah Utara Lokasi Pengukuran
Baku Mutu Parameter Debu
Gambar 12. Konsentrasi debu di kawasan PT KBN Cakung (PT KBN Cakung, 2007)
Pencemaran udara dan kebisingan yang ditandai dengan menurunya kualitas udara yang diakibatkan dari lalu lintas kendaraan pengangkut matrial, pengoprasian genset, pengelolaan bak sampah dan kegiatan tiap unit usaha yang mengeluarkan gas dan debu. Penurunan kualitas udara tersebut dapat diukur menggunakan baku mutu udara (SO2, CO, H2S, NOx dan debu) sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 551 Tahun 2001.
4. Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh suara dengan mengukur intensitas gelombang suara. Kebisingan pada kawasan industri dapat berasal dari aktivitas transportasi, pabrik, atau suara masyarakat dari masyarakat yang melakukan aktivitas di kawasan tersebut.
Meskipun pengaruh suara dengan kebisingan banyak kaitannya dengan faktor-faktor psikologis dan emosional, ada kasus-kasus dimana akibat-akibat serius seperti kehilangan pendengaran terjadi karena tingginya tingkat kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A dan karena lamanya telinga terpajan terhadap kebisingan itu. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepMenLH No.48 Tahun 1996).
Polusi suara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia, sehingga seberapa kecil atau lembut suara yang terdengar, jika hal tersebut tidak diinginkan maka akan disebut kebisingan. Alat standar untuk pengukuran kebisingan adalah sound level meter (SLM). SLM dapat mengukur tiga jenis karakter respon frekuensi, yang ditunjukkan dalam skala A, B, dan C. Skala A ditemukan paling mewakili batasan pendengaran manusia dan respons telinga terhadap kebisingan, termasuk kebisingan akibat lalu lintas, serta kebisingan yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Skala A dinyatakan dalam satuan dBA (Setiawan, dkk., 2001).
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada beberapa tempat di sekitar kawasan KBN dalam 2 periode berbeda, dihasilkan bahwa secara umum tingkat kebisingan di kawasan KBN masih di bawah baku mutu kebisingan. Kecuali lokasi depan pintu KBN dan depan PT Hanin yang sudah sedikit melebihi baku mutu kebisingan, masing-masing 73,4 dB(A) dan 71,7 dB(A). Menurut Buchari (2007), jenis kebisingan yang terjadi di kawasan PT KBN termasuk pada kebisingan dengan klasifikasi bising terputus-putus (intermitten), yaitu bising yang tidak terjadi secara terus menerus melainkan kebisingan yang dalam satu periode waktu terdapat periode tenang.
Gambar 13. Tingkat kebisingan di kawasan PT KBN Cakung PT KBN, 2008)
Hasil pengukuran terhadap kebisingan yang diambil di Jl. Madiun antara PT Dua Kuda + ABCO kawasan KBN Marunda, Jl. Pontianak PT Megsales. Dermaga PT KBT, Jl. Jayapura dekat PT Asianagro, Jl. Semarang dekat PT Hargas, C4 kawasan KBN Marunda, Camping lapangan bola warga Sarangan Bango Marunda telah memenuhi baku mutu berdasarkan Kep. Gub.DKI Yakarta No. 551 Tahun 2001. sedangkan yang diambil di Dermaga PT KBT tidak memenuhi baku mutu.
Tabel 19. Tingkat kebisingan di kawasan PT KBN tahun 2007 – 2008
Waktu Lokasi Hasil Uji
(dB(A)) Baku Mutu (dB (A)) 7-12-2007 Jam: 10.55 wib Samping PT Chunji 61,5 7-12-2007 Jam: 12.00 wib Jl. Irian Depan PT Sapta Satria Kencana 60,0 7-12-2007 Jam: 13.30 wib Depan PT Fotexco 62,0 11-08-2008 Jam: 12.25 wib Depan Pintu KBN 73,4 11-08-2008 Jam: 10.00 wib Samping PT harapan Busana APPAREL 64,3 11-08-2008 Jam: 11.05 wib Depan PT Hanin Nusa Mulya 71,7 11-08-2008 Jam: 14.05 wib Jl. Irian, POND Blok E 63,4
SK Gub. DKI No 551 tahun 2001:
Perumahan dan Pemukiman: 55
Perdagangan Jasa: 70 Kawasan Niaga: 65 Perkantoran: 50 Ruang Terbuka Hijau: 50 Kawasan Industri: 70
Pemerintahan dan Fasum: 60
Rekreasi: 70
Sumber: Balai TKLPPM (2007) dan Balai TKLPPM (2008)
0 20 40 60 80 Ti ngk a t K e bi s in g a n ( dB ) Lokasi Pengukuran Series1 61.5 60 62 73.4 64.3 71.7 63.4 PT Chunji PT Sapta PT Fotexc Pintu KBN PT H. B. PT Hanin POND Blok E BML: 70 dB
Tingginya tingkat kebisingan di Pintu KBN karena lokasi tersebut merupakan jalur keluar masuk kendaraan perusahaan yang ada di kawasan KBN dan lokasi merupakan jalan persimpangan dengan jalan umum. Artinya bawa kebisingan di depan Pintu KBN disebabkan oleh aktivitas transportasi baik kendaraan perusahaan maupun kendaraan umum. Sedangkan kebisingan di depan PT Hanin lebih disebabkan oleh aktivitas pabrik karena suara mesin pencuci. Mengingat kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan, mengganggu, mempunyai sumber dan menjalar melalui media perantara (Hadjar 1971; Lipscomb 1978). Maka tingkat kebisingan di pintu PT KBN akan mengakibatkan terganggunya masyarakat yang berada disekitar pintu KBN dan PT Hanin. Hal ini sesuai dengan pendapat Canter (1985) yang mengatakan bahwa bising merupakan bunyi yang tidak diinginkan, karena terjadi pada saat dan tempat atau keadaan yang tidak sesuai.
Menurut Rahman (1990), jenis-jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut sifat suaranya dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
1) Kebisingan kontinu yaitu kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6dB dan tidak terputus-putus. Kebisingan ini dibedakan menjadi dua yaitu: (a) Wide spectrum adalah kebisingan dengan spektrum frekuensi yang luas, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun dan (b) Narrow spectrum adalah kebisingan dengan spektrum sempit seperti suara sirine, generator, gergaji sirkuler.
2) Kebisingan yang terputus-putus (intermittent) adalah kebisingan yang berlangsung secara tidak terus menerus, misalnya: lalu lintas kendaraan bermotor, kereta api, kapal terbang.
3) Kebisingan impulsif sesaat (impulsive noise) adalah kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, misalnya: pukulan palu, tembakan meriam, ledakan bom.
4) Kebisingan impulsif yang berulang, sebagai contoh adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin tempa pada pemancangan tiang beton.
Berdasar klasifikasi tersebut, maka kebisingan yang terjadi di pintu KBN merupakan kebisingan yang terputus-putus, tergantung pada ada tidaknya kendaraan yang melintas keluar dan masuk ke kawasan PT KBN. Oleh karenanya maka gangguan pada masyarakat sekitar akan sangat tergantung pada jumlah industri yang beroperasi di kawasan PT KBN. Dalam hal ini semakin banyak industri yang beroperasi di PT KBN, maka semakin sering
frekuensi kebisingan dan akan semakin tinggi gangguan terhadap masyarakat sekitar akibat terjadinya kebisingan. Berdasarkan hal ini maka PT KBN harus selalu memperhatikan jumlah industri yang beroperasi di Kawasan PT KBN. Hal ini sejalan dengan pernyataan Eskeland et al. (1991) bahwa dampak dari pembangunan tidak berwawasan lingkungan akan mengakibatkan kerusakan dan penurunan daya dukung lingkungan, dan pada akhirnya masyarakatlah yang akan menanggung dampaknya.
Kebisingan yang terjadi di kawasan PT KBN seperti yang terjadi di PT Hanin merupakan kebisingan dengan spektrum frekuensi yang luas. Kondisi ini tidak saja akan berakibat pada para pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut, namun juga akan mengganggu masyarakat yang ada di sekitarnya. Adapun gangguan yang akan muncul akibat kebisingan ini pada umumnya akan terjadi pada telinga, yakni salah satu organ vital manusia yang berfungsi sebagai organ pendengaran. Mengingat telinga merupakan organ pendengaran yang bersifat sensitif, maka berbagai upaya secara langsung perlu dilakukan untuk meminimalkan pengaruh suara dengan intensitas yang melebihi batas ambang, sehingga kesehatan telinga akan selalu terjaga, terutama bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Untuk itu maka hal yang harus dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah mencoba melakukan berbagai upaya di lingkungan perusahaan, misalnya dengan memasang peredam suara, sehingga suara yang dihasilkan dapat diminimalkan dan berada di bawah ambang batas yang sudah ditentukan. Dan khusus untuk karyawan, idealnya perusahaan melengkapi peralatan operasi, khususnya yang dapat digunakan untuk melindungi alat pendengar para karyawan yang bekerja di dalamnya.
PT KBN merupakan kawasan industri yang menampung ratusan pekerja. Kondisi kawasan seharusnya dapat memenuhi standar keselamatan pekerjanya. Terkait dengan faktor kebisingan maka pihak manajemen PT KBN seharusnya memperhatikan bahwa jika tingkat kebisingan dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Gangguan itu berupa fisik, psikologis,komunikasi, keseimbangan dan pendengaran (Buchari, 2007).
Demi menjaga keselamatan kerja pekerja, maka dalam Keputusan Menteri RI No.51/1999 dan Menteri Kesehatan RI No 1405 / Tahun 2002 salah satunya menyebut bahwa tenaga kerja tidak boleh beraktiftas di dekat sumber kebisingan lebih dari delapan jam. Selain itu, agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan seperti penggunaan
peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.