1. Logam berat
3.3. Metode Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dibutuhkan ditelusuri dari data BPS, hasil penelitian terdahulu, PT. KBN, Departemen Perindustrian, instansi terkait yang relevan dengan bidang penelitian dan studi pustaka. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara pakar dengan pengisian kuesioner, stakeholders yang terlibat dalam sistem untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, hasil analisis laboratorium, dan hasil pengolahan data yang selanjutnya diuji secara statistik pada aspek sosial ekonomi. Secara rinci jenis dan sumber data yang diperlukan penelitian tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan sumber data
Jenis Data Sumber Data
Data Sekunder
1. Jumlah industri, jenis industri, jenis limbah 2. Karakteristik lokasi, jumlah penduduk 3. Tingkat pertumbuhan industri
4. Kapasitas IPAL, volume limbah masuk IPAL 5. Jumlah tenaga kerja yang terserap di PT KBN 6. Keadaan sosial ekonomi penduduk
7. Pendapatan Asli Daerah 8. Kebijakan-kebijakan yang ada 9. Teknologi pengolahan limbah
PT KBN BPS DKI Jakarta Departemen Perindustrian PT KBN PT KBN dan Perusahaan BPS DKI Jakarta
Dinas Pendapatan DKI Jakarta Bappeda, PT KBN
BPLHD, PT KBN,
Data Primer
1. Identifikasi atribut keberlanjutan
2. Tingkat kepentingan faktor-faktor dalam sistem 3. Preferensi stakeholder tentang kebijakan
Responden (Pakar) Responden (Pakar) Responden (Stakeholder)
Penentuan responden dalam rangka menggali informasi dan pengetahuan pakar adalah metode expert judgment. Pakar ditentukan secara tertentu (purposive sampling). Dasar pertimbangan penentuan pakar untuk dijadikan responden menggunakan kriteria: (1) keberadaan, keterjangkauan dan kesediaan responden untuk diwawancarai, dan (2) mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai pakar pada bidang yang diteliti, dan 3) telah berpengalaman di bidangnya.
Responden pakar berjumlah 15 orang yang mewakili sebagian stakeholders seperti Manajemen PT. KBN, Pemda DKI Jakarta, Kepala Bagian Pengembangan di Depperindag, Ketua BPLHD, Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta, pengusaha, dan akademisi. Pakar yang terpilih diharapkan dapat
mewakili setiap unsur birokrasi, akademisi, pelaku usaha dan organisasi yang peduli dengan pengembangan PT KBN secara terpadu yang berkelanjutan.
3.4 Metode Analisis Data 1. Analisis Keberlanjutan
Keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT. KBN dianalisis melalui pendekatan multidimensional scaling (MDS) dengan analisis Rapfish. MDS adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui keberlanjutan pembangunan wilayah secara multidisipliner.
Dimensi dalam MDS menyangkut berbagai aspek. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan pembangunan kawasan. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-masing dimensi pengelolaan lingkungan apakah mendukung atau tidak terhadap keberlanjutan sumberdaya dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis kegiatan yang spesifik. Dasar dari penentuan status ini menjadi barometer dalam penentuan kebijakan yang harus dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN.
Penggunaan teknik MDS mempunyai berbagai keunggulan diantaranya adalah sederhana, mudah dinilai, cepat serta biaya yang diperlukan relatif murah (Pitcher et al., 1998). Selain itu, teknik ini dapat menjelaskan hubungan dari berbagai aspek keberlanjutan, dan juga mendefenisikan pembangunan kawasan yang fleksibel.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan software pendukung MDS. Dalam penelitian ini analisis MDS dilakukan dengan menggunakan software pendukung MDS yang dimodifikasi dari softwareRapfish (rapid assesment techniques for fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center University of British Columbia, Kanada.
Dalam analisis MDS setiap data yang diperoleh diberi skor yang menunjukkan status sumberdaya tersebut. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi. Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiap aspek yang disajikan dalam skala 0% sampai 100%. Manfaat dari teknik MDS ini adalah dapat menggabungkan berbagai aspek untuk dievaluasi komponen keberlanjutannya dan dampaknya terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan. Prosedur MDS ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses aplikasi MDS
Terdapat lima dimensi yang digunakan dalam menilai pengelolaan lingkungan PT KBN sebagai indikator keberlanjutan. Setiap dimensi tersebut dilengkapi dengan atribut yang digunakan untuk menilai kondisi pengelolaan lingkungan PT KBN di masa lalu dan saat ini. Atribut yang tersebar dalam lima dimensi kondisi disajikan pada Tabel 5, 6, 7, 8, dan 9.
Penentuan skor setiap atribut dilakukan dengan berbagai teknik yaitu: untuk atribut yang datanya tersedia dalam bentuk numerik, maka menggunakan data dokumentasi. Sedangkan atribut yang datanya berupa persepsi atau pandangan, dilakukan wawancara terhadap responden yang mengetahui dengan tepat kondisi atribut tersebut.
Tabel 5. Dimensi ekologi keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
No Atribut dimensi ekologi
1 Tingkat pemanfaatan lahan
2 Pemanfaatan bahan kimia dalam kegiatan produksi 3 Ketersediaan sumberdaya air
4 Tingkat pencemaran air 5 Tingkat pencemaran tanah 6 Tingkat pencemaran udara 7 Tingkat kebisingan
8 Persentase Kawasan Lindung (Ruang Terbuka Hijau / RTH) 9 Kualitas permukiman sekitar.
Tabel 6. Dimensi ekonomi keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
No Atribut dimensi ekonomi
1 Ketersediaan bahan baku produksi 2 Trend Harga komoditas hasil produksi 3 Pemasaran produk ramah lingkungan 4 Transfer keuntungan
5 Kontribusi terhadap PAD (5 tahun terakhir)
6 Kontribusi PT KBN terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal
7 Dana kesejahteraan sosial berdasarkan peraturan 8 Dana perbaikan lingkungan
9 Rata-rata pendapatan tenaga kerja terhadap Upah Minimum Regional
Tabel 7. Dimensi sosial keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
No Atribut Dimensi sosial
1 Pengaruh keberadaan PT KBN terhadap nilai-nilai sosial budaya lokal 2 Respon masyarakat lokal terhadap keberadaan PT KBN
3 Trend perubahan mata pencaharian masyarakat lokal 4 Rasio tenaga kerja
5 Tingkat pendidikan rata-rata masyarakat lokal 6 Status kesehatan masyarakat lokal
7 Frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT KBN 8 Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
Tabel 8. Dimensi teknologi keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
No Atribut dimensi teknologi
1 Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi darat 2 Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi laut 3 Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
4 Ketersediaan sarana dan prasarana monitoring kualitas lingkungan 5 Ketersediaan sarana dan prasarana energi
6 Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah cair 7 Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat 8 Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah B3 9 Ketersediaan sarana dan prasarana penanganan bencana 10 Akses masyarakat terhadap utilitas ekonomi
Tabel 9. Dimensi kelembagaan keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN
No Atribut dimensi kelembagaan
1 Koordinasi birokrasi pengelola kawasan-perusahaan 2 Kemitraan dengan pemerintah
3 Kompetensi pengelola kawasan PT KBN 4 Pengurusan ijin bagi investasi baru 5 Keberadaan serikat buruh
6 Kelengkapan dokumen pengelolaan lingkungan 7 Partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan
8 Ketersediaan peraturan kebijakan pengelolaan lingkungan di lingkup PT KBN 9 Konsistensi penegakan aturan
Output dari hasil analisis ini adalah berupa status keberlanjutan kawasan PT KBN untuk ke-lima dimensi dalam bentuk skor dengan skala 0 – 100. Kategori keberlanjutan adalah: Skor < 50 berarti tidak berkelanjutan; Skor (50 – 75) berarti belum berkelanjutan; dan Skor >75 berarti berkelanjutan. Kategori ini sesuai dengan standar Mersyah (2005), CSD (2001), dan Kavanagh (2001).
Hasil lain yang diperoleh adalah penentuan faktor pengungkit (leverage factors) untuk pengelolaan kawasan yang merupakan faktor-faktor strategis yang harus diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan PT KBN di masa mendatang. Kegunaan faktor pengungkit adalah untuk mengetahui faktor sensitif atau
intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mencari faktor sensitif untuk pengelolaan lingkungan yang lebih baik.