• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan PT KBN

5. Sanitasi dan Estetika Lingkungan

5.2. Status Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan PT KBN

Pada penelitian ini dilakukan analisis untuk menilai keberlanjutan pengelolaan lingkungan di PT KBN. Untuk keperluan tersebut dilakukan analisis terhadap PT KBN dengan menggunakan model multi dimensional scaling. Nilai indeks keberlanjutan pada penelitian ini diperoleh dari penilaian terhadap semua atribut yang tercakup dalam lima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, kelembagaan).

Hasil analisis menunjukkan bahwa PT KBN belum berkelanjutan. Dari lima dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan PT KBN, terdapat tiga dimensi yang tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) yakni dimensi ekonomi dengan nilai indeks 61,5; dimensi sosial (53,4) dan dimensi teknologi (60,8). Sedangkan dimensi yang tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50) adalah ekologi dengan nilai indeks 49,1. Dimensi kelembagaan merupakan dimensi yang telah berkelanjutan dengan nilai indeks 78,4. Dimensi ekologi menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kegiatan pembangunan kawasan PT KBN karena memiliki skor yang paling rendah dan masih relatif jauh dari kondisi keberlanjutan. Status keberlanjutan PT KBN disajikan pada Gambar 15.

4 9 .1 6 1 .5 5 3 .4 6 0 .8 7 8 .4 -20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Ekologi Ekonom i Sosial Teknologi Kelem bagaan

Gambar 15. Status keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Dimensi yang memiliki indeks keberlanjutan tergolong tidak berkelanjutan adalah dimensi ekologi, karena memiliki skor indeks keberlanjutan < 50. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor ekologi belum mendapat perhatian yang optimal dalam kegiatan pengelolaan lingkungan selama ini. Dengan demikian, di masa mendatang dimensi ini perlu mendapat perhatian. Dimensi ekonomi, sosial, dan teknologi tergolong belum berkelanjutan (nilai indeks 50 – 75).

Parameter statistik digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di PT KBN adalah nilai stress dan koefisien determinasi (r2). Kedua parameter ini untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut, sehingga dapat mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai stress dan r2 hasil MDS tertera pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Nilai Statistik Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan

Stress 0.13 0.14 0.16 0.14 0.13

r2 0.95 0.91 0.95 0.95 0.95

Berdasarkan Tabel 20 setiap dimensi memiliki nilai stress yang lebih kecil dari 0,25. Nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai kurang dari 25% (Kavanagh, 2001). Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi (r2) semakin baik jika nilainya semakin besar (mendekati 1). Kedua parameter menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan PT KBN sudah cukup baik dalam menerangkan kelima dimensi status keberlanjutan yang dianalisis.

Pengujian tingkat kepercayaan nilai indeks masing-masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis keberlanjutan kegiatan, untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut, yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh stakedholder yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukan data, dan nilai stress yang terlalu tinggi.

Hasil analisis Monte Carlo yang dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan PT KBN pada selang kepercayaan 95% memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan PT KBN yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

Tabel 21. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai masing-masing dimensi pengelolan lingkungan kawasan PT KBN

Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan

Dimensi Ekologi 49,1 48,7 -0,4

Dimensi Ekonomi 61,5 60,2 -1,3

Dimensi Sosial 53,4 53,2 0,2

Dimensi Teknologi 60,8 61,1 0,3

Dimensi Kelembagaan 78,4 76,8 1,6

Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2) variasi

pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4) kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari.

Pembangunan dimensi ekologi PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang menjadi faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas pengelolaan lingkungan pada kawasan. Terdapat sembilan atribut yang menentukan keberlanjutan ekologi di PT KBN dan empat diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (root mean square) dengan nilai di atas nilai tengah (>3,0). Atribut ekologi yang merupakan faktor pengungkit adalah tingkat kebisingan, tingkat pencemaran tanah, tingkat pencemaran air, dan penggunaan bahan kimia. Secara visual disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16. Atribut ekologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Limbah di KBN terdiri atas limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair berasal dari kegiatan perusahaan. Terdapat tujuan perusahaan penghasil limbah cair produksi yang berpotensi mencemari perairan, yaitu PT Hansnesia Dyeing, PT Dalim Fideta, PT Misung 1 dan 2, PT Indowash Puspita, PT Tirta Cipta, PT

Hua Sin, dan PT Fucolor. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa limbah cair yang diambil dari perusahaan, baik yang telah memiliki maupun yang belum memiliki IPAL, belum memenuhi persyaratan karena masih ada parameter yang belum memenuhi baku mutu sesuai SK Gub No. 582 / 1995.

Selain limbah dari perusahaan, juga terdapat air limbah di Kanal Utara dan Selatan. Berdasarkan pengamatan lapangan, air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan adalah masing-masing tiga lokasi. Sedangkan air limbah yang keluar dari kanal menuju Cakung Drain, di ujung kanal utara dan selatan masing-masing satu lokasi, yaitu sebelum air limbah dari kanal mengalir di bawah Jalan Raya Cakung Cilincing menuju Cakung Drain.

Pemeriksaan terhadap air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan seluruhnya menunjukkan hasil yang tidak memenuhi baku mutu sesuai PP No.82/2001. Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa air limbah dari luar kawasan yang masuk ke kanal utara dan selatan turut menyumbang peningkatan beban pencemar di kanal tersebut yang memang sudah menanggung beban pencemar dari dalam kawasan sendiri, baik air limbah produksi maupun domestik. Sedangkan pemeriksaan terhadap air limbah dari kanal utara dan selatan yang keluar menuju CakungDrain, keduanya juga tidak memenuhi baku mutu sesuai PP No. 82/2001.

Kualitas udara dalam kawasan relatif cukup terkendali, hal ini terlihat dari hasil pengukuran di semua lokasi pengambilan sampel yang menunjukkan bahwa semua parameter masih di bawah baku mutu, sebagaimana diisyaratkan dalam SK Gub.DKI No. 551 Tahun 2001. Dalam hal kebisingan, kegiatan industri pada PT KBN bukan industri berat, bangunan genset telah dilengkapi dengan filter dan peredam, kendaraan yang keluar-masuk dilakukan pemeriksaan dan mesin. Apabila terjadi kebisingan maka karyawan menggunakan peralatan yang dapat mengurangi kebisingan (tub hearing). Dalam kegiatan depo container, operator handling container dipersyaratkan memiliki kapasitas yang sesuai persyaratan.

Masih adanya parameter dalam limbah cair investor yang belum memenuhi baku mutu sesuai SK Gub. DKI No. 582/1995 menunjukkan bahwa: (a) investor yang belum memiliki IPAL membuang langsung limbah cairnya ke drainase kawasan; (b) investor belum mengoperasikan IPAL yang dimilikinya dengan baik; dan (c) investor perlu meningkatkan monitoring IPAL. Tidak terpenuhinya baku mutu air limbah kanal utara dan selatan sesuai PP. No.

82/2001 diduga bukan hanya disebabkan air limbah yang berasal dari dalam kawasan PT KBN, melainkan juga berasal dari air limbah di luar kawasan seperti dari limbah domestik yang berasal dari permukiman dan kegiatan perkotaan di luar kawasan namun membuang limbah cairnya ke kanal utara dan selatan.

Penggunaan lahan kawasan terdiri atas unit usaha unit usaha Kawasan Cakung dan Tanjung Priok dan unit usaha Kawasan Marunda. Unit usaha Kawasan Cakung dan Tanjung Priok: untuk industri-industri berorentasi ekspor, depo kontainer, pergudangan dan forwarding, dan perkantoran. Unit usaha Kawasan Marunda: diperuntukan industri-industri berorentasi non ekspor dan ekspor, depo kontainer, pergudangan dan forwarding, bongkar muat, kepelabuhanan/dermaga, dan perkantoran.

Hasil MDS menunjukkan bahwa pencemaran tanah merupakan faktor pengungkit pengelolaan lingkungan kawasan PT KBN dari dimensi ekologi. Pencemaran tanah ini diduga terjadi sebagai akibat adanya ceceran oli yang berasal dari kendaraan yang banyak keluar masuk kawasan PT KBN serta dari ceceran BBM dari kendaraan (transportasi). Penyebab lainnya diduga berasal dari kegiatan pencucian kontainer-kontainer yang dilakukan di Kawasan PT KBN yang air cuciannya langsung masuk dan meresap ke dalam tanah. Kondisi inilah yang mengakibatkan para responden yang menjadi stakeholder di dalam penelitian ini mengatakan bahwa di kawasan PT KBN telah terjadi pencemaran tanah.

Penggunaan bahan kimia oleh perusahaan di kawasan PT KBN dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pencucian dan pencelupan, karena pada proses pencucian dan pencelupan tersebut dimanfaatkan bahan-bahan yang di dalamnya mengandung limbah B3, oleh karenanya maka pada perusahaan tersebut diduga akan dihasilkan limbah B3. Sebenarnya perusahaan pencucian dan pencelupan telah melakukan pengelolaan limbah cair, namun buangan limbah cairnya masih belum memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Kondisi ini terjadi karena IPAL perusahaan diduga masih belum bekerja sesuai dengan yang diharapkan (teknologinya masih relatif rendah), namun bisa juga karena kapasitas IPAL tersebut belum sesuai (terlalu kecil) dengan volume limbah yang dihasilkan.

Dimensi ekonomi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari nilai 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi ekonomi PT KBN harus dilakukan dengan

memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat sepuluh atribut ekonomi yang menentukan keberlanjutan pengelolaan lingkungan dan berdasarkan nilai RMS (>3,5), tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit. Adapun atribut ekonomi yang merupakan faktor pengungkit adalah kontribusi terhadap PAD, permintaan produk ramah lingkungan, dan peningkatan kontribusi PT KBN terhadap peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat lokal bidang ekonomi. Secara visual disajikan pada Gambar 17.

Leverage of Attributes

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Ketersediaan bahan baku produksi Harga komoditas hasil produksi Permintaan produk ramah lingkungan Transfer keuntungan Kontribusi terhadap PAD Kontribusi PT KBN terhadap kesejahteraan

masyarakat

Dana kesejahteraan sosial berdasarkan peraturan

Dana perbaikan lingkungan Rata-rata pendapatan tenaga kerja terhadap

UMR

Pendapatan masyarakat dari sektor informal

At

tr

ib

u

te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 17. Atribut ekonomi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Keberadaan PT KBN merupakan salah satu faktor penggerak perekonomian wilayah di Jakarta Utara dan nasional. Sumbangan PT KBN terhadap pendapatan asli daerah relatif tinggi dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penerimaan pemerintah berupa dividen dan pajak yang berasal dari PT KBN relatif tinggi. Term of reference PT KBN dalam waktu sepuluh bulan yakni dari bulan Januari hingga Oktober 2008 dividen PT KBN yang dibagikan

mencapai Rp 5,225 milyar, sedangkan pajak yang telah dikeluarkan mencapai Rp 27,896 milyar, dan laba setelah pajak PT KBN Rp 20,903 milyar. Oleh karenanya maka dalam 10 tahun terakhir (1998 – 2008) deviden PT KBN yang dibagikan mencapai Rp. Rp. 238,516 milyar dengan besarnya pajak mencapai Rp. 314,182 milyar; dan pajak PBB dan retribusi Rp. 57,103 milyar sehingga besarnya laba setelah pajak mencapai Rp. 519,230 milyar. (Laporan intern PT KBN, 2008). Adanya keuntungan tersebut, telah memungkinkan PT KBN untuk melakukan pembangunan di bidang sosial. Dalam hal ini untuk keperluan tersebut PT KBN telah menyisihkan dana untuk keperluan bina lingkungan (CSR) yang merupakan aspek pembangunan di bisang sosial dalam rangka melakukan pembangunan yang berkelanjutan sesuai visi misi PT KBN sebesar Rp 13,632 milyar.

Selain itu PT KBN juga memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap masyarakat di sekitar kawasan. Bantuan yang diberikan dari PT KBN terhadap masyarakat sekitar kawasan pada umumnya dalam bentuk bantuan bina lingkungan, memperluas lapangan kerja dan tempat usaha baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan (restauran, tempat kost dan kios-kios). Kontribusi PT KBN terhadap kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Pada tahun 2007, dana bina lingkungan mencapai Rp.425 juta dan pada tahun 2008 mencapai Rp.1.639 milyar.

Sejalan dengan kesepakatan global mengenai permintaan produk ramah lingkungan, maka PT KBN mendorong pengusaha lebih meningkatkan produk-produk yang ramah lingkungan dengan mengikuti standar ISO 14000. Saat ini perusahaan dalam kawasan PT KBN yang telah memiliki ISO 14000 masih sangat terbatas, yakni baru mencapai 2%.

Dimensi sosial memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi sosial di kawasan PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Terdapat delapan atribut sosial budaya yang menentukan keberlanjutan program dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 1,25). Atribut sosial yang merupakan faktor pengungkit adalah frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT KBN, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, dan rasio tenaga kerja secara visual disajikan pada Gambar 18.

Komunikasi antara pihak PT KBN dengan masyarakat relatif cukup terbuka, karena PT KBN selalu berupaya untuk membuka diri terhadap keluhan dari masyarakat. Sebagai contoh adalah sewaktu adanya keluhan mengenai limbah PT KBN yang dianggap mencemari saluran Cakung Drain. Dalam hal ini PT KBN berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pemeriksaan dan sosialisasi ke masyarakat agar masalah ini dapat terselesaikan. Dalam melakukan sosialisasi tersebut, pada dasarnya PT KBN sudah berupaya memaksimalkan upaya untuk mengatasi keluhan tersebut, namun berdasarkan wawancara dengan masyarakat di sekitar PT KBN memperlihatkan bahwa masih ada (sebagian kecil) masyarakat yang belum puas dengan upaya yang dilakukan oleh PT KBN.

Gangguan keamanan dan ketertiban akan menyebabkan kurang nyamannya karyawan dan masyarakat di sekitar kawasan dalam melakukan aktivitas. Gangguan keamanan dan ketertiban ini diduga terjadi sebagai akibat kurangnya pengawasan, kurangnya penjagaan serta kurang disiplinnya para karyawan. Dalam rangka peningkatan keamanan dan ketertiban, maka PT KBN telah membuat sistem keamanan terpadu yang terdiri dari tiga lapis, yaitu: lapis I keamanan dalam pabrik; lapis II keamanan dalam kawasan dan lapis III instansi/aparat terkait.

Leverage of Attributes

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Pengaruh keberadaan PT KBN terhadap nilai-nilai sosial budaya lokal

Respon masyarakat lokal terhadap keberadaan PT KBN Trend perubahan mata pencaharian

masyarakat lokal Rasio tenaga kerja Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan

Status kesehatan masyarakat lokal Frekuensi konflik masyarakat lokal sekitar PT

KBN

Pendidikan masyarakat di sekitar kawasan

A

ttri

b

u

te

Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 18. Atribut sosial budaya yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Jumlah tenaga kerja yang melakukan kegiatan di PT KBN adalah sebagai berikut: karyawan di kawasan KBN 90.000 orang, karyawan pengelola KBN 532 orang, karyawan Koperasi dan Mitra KBN 112 orang, dan karyawan pengendalian lingkungan/PMK KBN 49 orang (tiga kawasan dan kantor pusat) ditambah dari dinas kebersihan koperasi dan pertanaman sesuai kebutuhan. Karyawan pada unit usaha terdiri atas: unit usaha Kawasan Cakung 19 orang, unit usaha Kawasan Marunda 14 orang, unit usaha Kawasan Tanjung Priok 12 orang, dan divisi properti dan pengendalian lingkungan 4 orang.

Dimensi teknologi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi teknologi PT KBN perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat sepuluh atribut teknologi yang menentukan keberlanjutan program dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (>2,0). Atribut teknologi yang merupakan faktor pengungkit adalah ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah cair, ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah padat, ketersediaan sarana dan prasarana monitoring kualitas lingkungan. Secara visual disajikan pada Gambar 19.

Leverage of Attributes

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi darat Ketersediaan sarana dan prasarana

transportasi laut

Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Ketersediaan sarana dan prasarana monitoring

kualitas lingkungan

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah Padat Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Pengelolaan Limbah Cair Ketersediaan energi Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Pengelolaan Limbah B3 Ketersediaan sarana dan prasarana

penanganan bencana Akses masyarakat terhadap utilitas ekonomi

At

tr

ib

u

te

Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 19. Atribut teknologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Sarana dan prasarana pengelolaan limbah cair untuk industri yang menghasilkan limbah cair industri, lima dari enam perusahaan yang bergerak dalam pencucian dan pencelupan telah memiliki IPAL. Untuk industri lainnya yang hanya menghasilkan limbah cair domestik tidak memiliki pengelolaan limbah cair domestik. PT KBN telah melakukan pengelolaan limbah cair domestik menjadi bahan baku untuk mengelola mengolah limbah cair menjadi air bersih.

Limbah padat yang berasal dari hasil kegiatan industri yakni limbah padat yang ekonomis dan non-ekonomis. Limbah padat ekonomis berupa potongan-potongan kain dapat digunakan untuk menjadi bahan baku home industry. Limbah ini tidak memerlukan penanganan secara teknologi tertentu. Limbah padat yang non-ekonomis berupa sisa makanan, ranting pohon dan daun, diolah menjadi pupuk organik bekerjsama dengan pemerintah DKI Jakarta. Limbah padat domestik yang berasal dari industri dikelola oleh masing-masing perusahaan kerjasama dengan pihak swasta yang terakreditasi. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa dalam mengelola limbah padatnya PT KBN relatif sudah melakukan proses produksi bersih, karena sudah melakukan pemanfaatan kembali potongan kain yang merupakan limbah dari perusahaan garment untuk bahan baku home industry. Menurut Djajadiningrat (2001) kondisi seperti ini (pemanfaatan kembali limbah untuk suatu kegiatan) merupakan salah satu proses produksi bersih atau nirlimbah.

PT KBN melakukan monitoring kualitas lingkungan setiap 6 bulan. Teknologi yang digunakan berupa peralatan-peralatan penentuan dan pengujian parameter kimia fisik untuk di lapangan di setiap kawasan melalui bagian pelayanan industri dan bekerjasama dengan Health Center PT KBN. Untuk analisis laboratorium uji kualitas lingkungan kepada instansi terkait dilakukan melalui kerjasama dengan badan yang terakreditasi melakukan analisis laboratorium yaitu BPLHD DKI Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Sucofindo, dan pihak swasta lainnya.

Dimensi kelembagaan memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong telah berkelanjutan karena telah melebihi dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi kelembagaan PT KBN telah dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit yang bertujuan untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan perusahaan. Terdapat sembilan atribut kelembagaan yang menentukan keberlanjutan kegiatan perusahaan dan dua

diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (>3,5). Atribut kelembagaan yang merupakan faktor pengungkit adalah partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan dan kemitraan dengan pemerintah. Secara visual disajikan pada Gambar 20.

Leverage of Attributes

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Koordinasi birokrasi pengelola kawasan-perusahaan

Kompetensi manajemen PT KBN Pengurusan ijin bagi investasi baru Kemitraan dengan pemerintah Keberadaan serikat buruh Kelengkapan dokumen pengelolaan

lingkungan

Partisipasi pengusaha dalam pengelolaan lingkungan

Ketersediaan peraturan pengelolaan lingkungan PT KBN Konsistensi penegakan aturan

A

tt

ri

but

e

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Gambar 20. Atribut kelembagaan yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pengelolaan lingkungan PT KBN

Secara kelembagaan, pihak manajemen PT KBN telah melakukan berbagai upaya pengelolaan lingkungan kerjasama dengan instansi terkait. Kegiatan manajemen PT KBN terdiri atas kegiatan rutin dan kegiatan non rutin. Kegiatan rutin antara lain adalah: (a) membantu kepala divisi dalam melakukan kegiatan AMDAL di setiap unit usaha sesuai ketentuan yang berlaku; (b) menerima masukan dan membantu unit-unit dalam mengimplementasikan segera dilapangan jika diperlukan dari hasil laporan unit usaha kawasan baik dari hasil pengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan setiap hari terhadap Investor; (c) menyusun database investor di setiap kawasan yang menghasilkan

limbah dan menimbulkan dampak lingkungan; (d) menghimpun laporan dan mengusulkan tindak lanjut kepada kepala divisi atas pelaksanaan pengendalian lingkungan di seluruh unit usaha secara periodik dan setiap saat diperlukan; (e) menerima laporan bulanan yang ditandatangani oleh kepala unit usaha dan mengkolektipkan sebagai laporan kawasan secara priodik kepada instansi terkait; (f) mengingatkan setiap unit usaha kawasan dan bina lingkungan untuk mengimplementasikan AMDAL dan UKL-UPL untuk investor; (h) melakukan Sosialisasi minimal setahun sekali tentang Peraturan lingkungan hidup kepada Investor dan karyawan PT KBN; (i) mengusulkan surat peneguran/peringatan kepada investor yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan melalui kepala divisi yang ditanda tangani oleh direksi; (j) membantu kepala divisi menyusun anggaran RKAP dan investasi; (k) bertanggung jawab langsung dalam laporan kegiatan lingkungan hidup kawasan kepala divisi properti dan pengendalian lingkungan; (l) melakukan konsultasi, pembinaan dan kerja sama kepada staf baik kepala seksi maupun pelaksana di divisi properti dan pengendalian lingkungan khususnya dan KBN umumnya sesuai kepentingannya; dan (m) melakukan kerja sama rutin baik secara rapat koordinasi maupun per