• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian kualitas limbah cair dilakukan menggunakan parameter baku mutu yang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur DKI No. 582 Tahun 1995. Parameter yang harus diuji untuk menilai kualitas limbah cair suatu perusahaan terdiri dari parameter fisik, kimia dan biologi. Adapun parameter fisik, antara lain: suhu, zat padat terlarut, dan zat padat tersuspensi. Parameter kimia, antara lain: air raksa, amonia, arsen, besi, flourida, kadmium, Cl2 bebas, Cr terlarut, Cr6+, nikel, nitrat, nitrit, pH, seng, sulfida, tembaga, timbal, mangan, phenol, minyak dan lemak, biru methylen, cyanida, zat organik KMnO4, BOD, dan COD. Sedangkan parameter biologi, antara lain: coliform dan fecalcoli.

Berdasarkan hasil pengujian dalam tiga periode yang berbeda, diketahui bahwa sebagian besar kualitas limbah cair di beberapa perusahaan yaitu: PT Hansnesia Dyeing, PT Daliam Fideta, PT Indowash Puspita, PT Hua Sin Indonesia, PT Misung I, PT Tirta Cipta Busana dan PT Fucolor Chemical Industry yang ada di kawasan KBN masih memenuhi atau dibawah baku mutu

lingkungan. Namun beberapa parameter lainnya masih jauh melebihi baku mutu limbah cair (Tabel 16 dan 17).

Tabel 16. Parameter kualitas limbah cair perusahaan yang tidak memenuhi baku mutu limbah cair

Parameter No Perusahaan

Juli 2007 Desember 2007 Agustus 2008 1 PT Hansnesia

Dyeing

zat padat terlarut, Nitrit, biru methylen, zat organik KMnO4, BOD dan COD

zat padat terlarut, nitrit, biru methylen, zat Organik KMnO4, BOD dan COD

zat padat terlarut, zat organik, biru methylen dan COD. 2 PT Daliam

Fideta

zat organik, BOD, dan COD

phenol, zat organik, dan COD

zat padat terlarut, zat padat

tersuspensi dan nitrit

3 PT Indowash Puspita

zat padat terlarut zat padat terlarut zat padat tersuspensi dan Nitrit

4 PT Hua Sin Indonesia

zat padat terlarut, zat organik KMnO4,

zat padat terlarut, zat organik KMnO4, BOD, COD

zat padat terlarut, zat organik KMnO4, COD

5 PT Misung I zat organik KMnO4, biru methylen, COD

zat organik KMnO4, COD, Phenol

zat organik KMnO4, COD

6 PT Fucolor Chemical Industry

- seng, phenol zat padat terlarut,

zat organik KMnO4, COD, BOD

7 PT Tirta Cipta Busana

zat padat terlarut, zat organik KMnO4, COD

zat padat terlarut, COD

zat padat terlarut Sumber: diolah

Berdasarkan Tabel 16 dan 17 terlihat bahwa kualitas limbah cair yang tidak memenuhi baku mutu berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 adalah:

1. Limbah cair yang diambil dari pencucian container PT Glorious Interbuana karena zat padat terlarut, senyawa biru methylen, zat organik, BOD dan COD di atas baku mutu.

2. Limbah cair yang diambil di pencucuian kontainer PT Dwipa Kharisma Mitra, karena seng, phenol, zat organik, BOD, dan COD di atas baku mutu.

3. Limbah cair yang diambil di pencucuian kontainer PT Multicon Indrajaya Terminal, karena zat padat terlarut, zat organik, BOD dan COD di atas baku mutu.

Dari Tabel 16 dan 17 terlihat bahwa parameter yang cukup penting untuk diperhatikan adalah konsentrasi padatan terlarut (TDS) padatan tersuspensi (TSS), nitrit, zat organik dan nilai COD dalam limbah cair.

Tabel 17. Hasil pengujian limbah cair dari perusahaan di kawasan PT KBN UUK Cakung tahun 2008

Hasil Pengujian No Parameter Satuan Baku Mutu

1 2 3 4 5 6 7 A Fisik 1 Suhu oC 38 34,3/ 36,6 30,0/ 29,8 30,0/ 29,8 30,2/ 32,7 27/ 27,6 30,2/ 33,3 30,2/ 33,7 2 Zat padat terlarut mg/l 1000 1.752,0 2916,0 2916,0 1.450,0 612,0 2740,0 1190,0 3 Zat padat tersuspensi mg/l 100 25,5 153,0 153,0 61,5 5,0 72,0 23,5 B Kimiawi 4 Air Raksa mg/l 0,002 Tt tt tt tt tt tt tt 5 Amonia mg/l-N 5,0 0,4162 2,0930 2,0930 0,5057 0,2925 2,183 0,5554 6 Arsen mg/l 0,1 Tt tt tt tt tt tt Tt 7 Besi mg/l 5,0 0,39 0,07 0,07 tt 0,49 0,86 Tt 8 Flourida mg/l 2,0 0,9399 0,6571 0,6571 1,4572 0,1687 0,9387 1,4566 9 Kadmium mg/l 0,05 Tt tt tt tt tt tt Tt 10 Cl2 Bebas mg/l-Cl2 1,0 -- -- -- -- -- -- -- 11 Cr Terlarut mg/l 0,5 Tt tt tt tt tt tt Tt 12 Cr6+ mg/l-Cr6+ 0,1 Tt tt tt tt tt tt tt 13 Nikel mg/l 0,1 Tt 0,04 0,04 tt tt tt tt 14 Nitrat mg/l-N 10,0 0,0056 0,0071 0,0071 0,0007 0,0003 0,0325 0,0013 15 Nitrit mg/l-N 1,0 0,4162 7,3018 7,3018 0,2837 0,089 0,5380 6,3425 16 pH -- 6 - 9 8,78 7,65 7,65 7,94 3,43 8,06 8,79 17 Seng mg/l 2,0 0,86 0,29 0,29 tt 0,45 0,21 tt 18 Sulfida mg/l-S 0,05 Tt tt tt tt tt tt tt 19 Tembaga mg/l 1,0 Tt tt tt tt tt 0,03 tt 20 Timbal mg/l 0,1 Tt tt tt tt tt tt tt 21 Mangan mg/l 2,0 0,13 0,17 0,17 0,1 0,14 0,17 tt 22 Phenol mg/l 0,5 Tt 0,035 0,035 0,137 0,043 0,078 0,050 23 Minyak dan Lemak mg/l 5,0 0,269 0,104 0,104 0,169 0,080 0,059 0,101 24 Biru Methylen mg/l 1,0 1,151 tt tt 1,42 tt 1,41 tt 25 Cyanida mg/l 0,05 0,018 0,007 0,007 0,019 tt 0,016 0,008 26 Zat Organik KMnO4 mg/l 85,0 208,56 66,36 66,36 94,84 290,72 154,84 48,48 27 BOD mg/l 75,0 56,29 24,19 24,19 71,1 -- 79,0 11,36 28 COD (Biochromat) mg/l 100,0 532,0 76,0 76,0 106,4 608,0 608,0 60,80 Sumber: PT KBN 2007 dan 2008

Keterangan: tt = Tidak Terdeteksi, -- = Tidak Diperiksa

Keterangan: 1: PT Hansnesia Dyeing; 2: PT Dalim Fideta; : PT Misung I; 4: PT Indowash; 5: PT Tinta; 6: PT Hua Sin; 7: PT Fucolor.

Padatan terlarut yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang berasal dari PT Hanesia Dyeing, PT Dalim Fideta dan PT Misung, PT Indowash, PT Hua Sin dan PT Fucolor berada jauh di luar batas ambang yang ditentukan,

sehingga limbah cair dari ke dua perusahaan ini akan masuk ke dalam badan air dan menyumbang padatan terlarut ke dalam badan air tersebut dalam jumlah yang banyak. Padatan terlarut pada dasarnya didominasi oleh bahan-bahan anorganik yang dapat larut dalam air, bahkan banyak diantara bahan-bahan tersebut yang masuk ke dalam limbah B3 (Saeni, 1989). Kondisi ini akan sangat merugikan ekosistem penerimanya karena padatan terlarut di perairan dapat dikatakan tidak bisa dipisahkan dari air, sehingga akan menurunkan produktivitas perairan serta dapat membahayakan kesehatan organisme yang hidup di dalam ekosistem perairan tersebut (Alabaster dan Lloyd, 1980).

Padatan tersuspensi yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang beasal dari PT Dalim Fideta dan PT Misung berada di luar batas ambang yang ditentukan, sehingga limbah cair dari ke dua perusahaan ini akan masuk ke dalam badan air dan menyumbang padatan tersuspensi ke dalam badan air tersebut. Hal tersebut akan sangat merugikan ekosistem penerimanya karena padatan tersuspensi di perairan akan menurunkan nilai guna perairan tersebut, yakni akan menurunkan produktivitas perairan (Alabaster dan Lloyd, 1980). Hal ini sesuai dengan pendapat Wardoyo (1981) yang mengatakan bahwa padatan tersuspensi sangat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga mempengaruhi proses pada perairan tersebut, sehingga akan mengurangi daya pemurnian alami dengan mengurangi proses fotosintesis dan menutupi organisme dasar.

Parameter yang ada pada limbah jauh di atas ambang batas adalah COD yang terjadi pada limbah dari PT Hanesia dyeing, PT Indowash, PT Tirta Busana dan PT Hua Sin. Hal ini memperlihatkan bahwa pada limbah ke empat perusahaan tersebut terdapat bahan organik yang sifatnya sulit untuk diuraikan secara biokimia sehingga untuk penguraiannya diperlukan senyawa permanganat atau dikromat sebagai oksidator. Hal ini sesuai dengan pendapat Turk and Turk (1984) yang menyatakan bahwa beberapa bahan organik seperti hidrokarbon klorida yang dihasilkan dalam proses industri tidak dapat digunakan sebagai makanan oleh bakteri sehingga tidak teroksidasi dan tidak terakamodasi oleh nilai BOD. Hal ini mengakibatkan uji COD umumnya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidasi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologis (Achmad, 2004). Nilai COD pada keempat perusahaan tersebut di atas yang jauh di atas baku mutu yang diperbolehkan cukup menhkhawatirkan, karena

limbah tersebut sudah diolah terlebih dahulu, sehingga akan langsung masuk ke dalam badan air penerimanya dan menyumbang bahan organik sulit urai dalam jumlah yang banyak.

Parameter yang ada pada limbah jauh di atas ambang batas adalah nitrit yang terjadi pada limbah dari PT Dalim Fidela, PT Misung dan PT Fucolor. Hal ini memperlihatkan bahwa pada limbah ke tiga perusahaan tersebut terdapat bahan organik yang cukup banyak dan kondisinya anaerob (minim atau bahkan tidak ada oksigen). Hal ini sesuai dengan pendapat Novotny and Olem (1994) bahwa keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses perombakan bahan organik secara biologis dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah; dalam hal ini nitrit bersifat tidak stabil sehingga jika di perairan terdapat oksigen, maka nitrit akan langsung berubah menjadi nitrat. Selain pada ketiga perusahaan tersebut, nitrit juga didapatkan pada limbah ke empat perusahaan lainnya. Walau konsentrasi nitrit pada keempat perusahaan tersebut dibawah bakumutu, namun ketujuh perusahaan yang disampling air limbahnya ini memasukkan limbah tersebut ke dalam badan air penerimanya. Padahal kondisi arus di badan air penerima relatif stagnan, sehingga akan sangat membahayakan ekosistem badan air penerimanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990) yang mengatakan bahwa nitrit dikategorikan gas beracun yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian masal pada organisme yang hidup di dalamnya.

Zat organik yang terdapat pada limbah cair industri terutama yang berasal dari PT Hanesia Dyeing, PT Indowash, PT Tirta Busan, PT Hua Sin dan PT Fucolor berada jauh di luar batas ambang yang ditentukan, sehingga limbah cair dari perusahaan-perusahan tersebut di atas akan masuk ke dalam badan air dan menyumbang zat organik sulit terurai ke dalam badan air tersebut dalam jumlah yang banyak (Saeni, 1989). Menurut Alabaster dan Lloyd (1980) kondisi ini akan sangat merugikan ekosistem penerimanya karena zat organik di perairan harus diuraikan, dan untuk penguraiannya dibutuhkan oksigen dalam jumlah yang banyak, sehingga mengakibatkan oksigen terlarut pada badan air penerimanya habis (Tabel 13).

Berdasarkan hasil analisis terhadap logam berat memperlihatkan bahwa keberadaannya dalam limbah yang dihasilkan perusahaan-perusahaan di PT KBN tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan sebagian besar pabrik di dalam kawasan PT KBN merupakan pabrik garmen yang menghasilkan limbah berupa

potongan kain dan limbah air domestik. Namun demikian mengingat sifatnya yang akumulatif dan dapat menimbulkan bahaya hingga pada kesehatan manusia (Jorgensen dan Johnsen, 1989), maka logam berat yang ada pada limbah industri di Kawasan PT KBN harus dicermati lagi secara lebih seksama.

Berdasarkan hasil analisis terhadap kualitas limbah cair di PT KBN, didapatkan hasil bahwa dari tujuh unit usaha di kawasan PT KBN yang diperikasa kualitas limbahnya, ternyata ketujuh sample perusahaan tersebut limbah cair yang dihasilkannya tidak memenuhi baku mutu lingkungan, padahal lima dari ketujuh perusahaan tersebut sudah memiliki IPAL. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya lain dan teknologi yang lebih canggih untuk menekan bahan-bahan pencemar tersebut sehingga berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Adapun upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah: 1. Melakukan pengolahan secara komunal dari limbah kakus, sehingga tidak

akan menimbulkan pencemaran biologi (bakteri fecal coli dan total coliform), dan memanfaatkannya menjadi gas bio, sehingga akan dihasilkan gas untuk berbagai keperluan PT KBN dan hasil pengolahannya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

2. Melakukan pengolahan dari limbah cair yang berasal dari penggunaan domestik, hingga limbah domestik cair ini dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan domestik ataupun keperluan lainnya

3. Melakukan pengolahan terhadap limbah cair industri dengan teknologi-teknologi yang memungkinkan sangat tereduksinya bahan pencemar, hingga limbah industri cair ini dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan industri ataupun keperluan lainnya

4. Melakukan pemisahan limbah B3 dari limbah industri dengan teknologi tertentu secara rutin, sehingga limbah B3 terpisah dari limbah lainnya, selanjutnya limbah B3 tersebut secara rutin harus di kirim ke perusahaan pengolah limbah, seperti PPLI.