• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Dirdjojuwono (2004), dalam pelaksanaan otonomi daerah, investasi pada subsektor industri pengolahan dan subsektor pengolahan industri kecil memiliki peluang yang cukup besar. Bentuk lokasi industri yang paling sesuai dikembangkan adalah lahan peruntukan industri dan kawasan industri untuk industri skala besar dan menengah, sedangkan imtuk industri kecil cenderung akan berkembang perkampungan industri kecil (PIK). Bentuk pengembangan yang spesifik akan sangat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan/pertumbuhan investasi di tiap-tiap daerah. Pada tahap awal, untuk industri pengolahan skala besar dan menengah akan diperlukan alokasi lahan untuk kegiatan industri dalam bentuk peruntukan lahan industri. Apabila terdapat permintaan lahan yang cukup besar, maka di lokasi tersebut berpeluang untuk dikembangkan kawasan industri.

Peluang pengembangan kawasan industri pada suatu kota/kabupaten dapat terealisasi apabila tingkat realisasi investasi di kota/kabupaten tersebut mencapai 6 - 10 buah per tahun. Menurut hasil studi yang dilakukan RealEstate Indonesia (REI), suatu kawasan industri layak dikembangkan pada suatu daerah lengkap dengan infrastrukturnya pada areal seluas 20 Ha dengan waktu pengembalian 3 tahun atau dengan tingkat permintaan lahan 7-10 Ha per tahun (identik dengan pertumbuhan industri 5 - 7 unit per tahun). Bagi daerah yang mempunyai pertumbuhan investasi dibawah angka yang disebutkan di atas,

kemungkinan pengembangan yang dapat dilakukan adalah dalam bentuk peruntukan lahan industri (Sagala, 2003).

2.3. Pengelolaan Lingkungan

Dalam pengelolaan lingkungan dikenal tiga standar, yaitu (1) British Standard (BS 7750): 1994 yang berlaku di Inggris; (2) Environmental Management Audit Scheme, (EMAS) yang berlaku di Uni Eropa; dan (3) ISO seri 14000. ISO seri 14000 merupakan standar internasional yang menjadi sarana penting dalam perdagangan global yang terbuka dan tidak memihak, khususnya berkaitan dengan pemberian perlakuan yang tepat dalam penanganan masalah lingkungan (Simatupang, 1995).

Penerapan ISO seri 14000 dalam perdagangan global adalah salah satu bentuk konkrit dari implementasi konsep pembangunan berkelanjutan. Simatupang (1995) mengatakan terbitnya ISO seri 14000 pertengahan 1996 merupakan babak baru dalam standarisasi perdagangan dunia setelah diterapkan ISO seri 9000 yang dianggap cukup handal dalam bidang sistem manajemen kualitas (QMS). Dengan demikian, standar ISO seri 14000 dapat digunakan sebagai sarana meningkatkan daya saing dalam menembus pasar internasional dan sekaligus dijadikan faktor penggiat dalam mengembangkan upaya pengelolaan lingkungan.

Standar ISO seri 14000 bertumpu pada prinsip perbaikan terus-menerus (continous improvement) dengan membawa elemen baru bagi peningkatan manajemen organisasi, yaitu pendekatan sistem manajemen untuk mengoptimalkan seluruh kinerja lingkungan dan menengahi setiap kerusakan lingkungan. Penerapan ISO seri 9000 difokuskan pada kepuasan pelanggan dan persyaratan kualitas internal, sedangkan penetapan ISO seri 14000 membuat perusahaan bukan saja mampu memuaskan pelanggan dan masyarakat tetapi sekaligus dapat memenuhi persyaratan peraturan lingkungan yang diberlakukan.

Dalam ISO/DIS (Draft of International Standard) 14001, perbaikan terus-menerus ini harus dapat mengoptimalkan lima bidang kegiatan dalam model sistem pengelolaan lingkungan (EMS) yang saling berhubungan dan bersamaan, yaitu (1) peninjauan manajemen; (2) kebijakan lingkungan, (3) perencanaan: aspek lingkungan; aspek hukum, persyaratan sasaran dan target; program pengelolaan lingkungan; (4) implementasi dan operasi: struktur dan pertanggungjawaban; pelatihan dan kepatuhan; komunikasi; dokumentasi sistem

pengelolaan lingkungan; pengendalian dokumen; pengendalian operasional; kesiapan dan reaksi pada keadaan darurat; dan (5) pemeriksaan dan tindakan perbaikan; monitoring dan pengukuran; tanpa konfirmasi dan tindakan korektif dan pencegahan; pencatatan; audit sistem pengelolaan lingkungan.

Manfaat yang diperoleh perusahaan sesudah menerapkan SML ISO 14001 tergantung cara menerapkan standar ISO 14001. Dampak positif penerapan ISO 14001 yang paling baik bagi lingkungan adalah pengurangan limbah. Sertifikasi diberikan bila lembaga sertifikasi yang melakukan penelitian atau audit terhadap proses dan dokumentasi pabrik tersebut melihat kesesuaian pelaksanaan SML di pabrik tersebut dan berpendapat bahwa pabrik mempunyai SML yang memenuhi standar ISO 14001 dan menerapkan SML terus menerus secara aktif dalam kegiatan sehari-hari di pabrik. Sekali sertifikat sudah diberikan, kegiatan SML perlu dilaksanakan dan diawasi dengan cara audit di lapangan minimal 2 kali setahun oleh lembaga sertifikasi SML yang telah memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (Hadiwiardjo, 1997).

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian maupun industri non migas lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan disebabkan buangan industri-industri tersebut (Fardiaz, 1992). Selanjutnya dikatakan bahwa secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan saja. Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui. Terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang cukup tinggi. Akibatnya, semua bahan pencemar tersebut mengalami proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan. Hal ini juga mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam

air yang menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara.

Indikator pencemaran air dapat diketahui melalui: perubahan suhu, pH, warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, jumlah padatan, nilai BOD, COD, mikroorganisme, kandungan minyak, logam berat dan meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Manahan, 2002). Bahan buangan (limbah) dikelompokkan sebagai berikut: limbah padat, limbah organik, limbah anorganik, limbah olahan bahan makanan, limbah cairan berminyak, limbah zat kimia, dan limbah berupa panas.

Permasalahan yang timbul pada pencemaran air, ada hubungannya dengan daya pelarutan serta penyebaran polusi yang rendah terhadap beberapa substansi kimia, terutama bahan kimia organik ialah timbulnya penyebab keracunan pada hewan air dan manusia yang hidup dan menggunakan air yang mengandung bahan kimia tidak terlarut tersebut (Darmono, 2001).

Menurut Sutamihardja (1982), perubahan-perubahan yang terjadi sebagian besar berasal dari aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di darat maupun di pesisir. Karena perairan tidak memiliki batas-batas yang jelas, maka pencemaran air dapat berakibat sangat luas. Keadaan demikian disebabkan pula oleh pergerakan massa air, angin dan arus yang terjadi di sepanjang pantai.

Aktivitas manusia merupakan sumber terbesar dari pencemaran, karena itu pengendaliannya harus dilakukan dengan mengendalikan aktivitas manusia itu sendiri, di samping pengendalian sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas alam seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Beberapa sumber pencemar yang merupakan aktivitas alam seperti letusan gunung berapi dan angin ribut, memang sulit untuk dihindari.