• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Landasan Teori

Penulisan sebuah karya ilmiah membutuhkan bantuan berupa kerangka teoretik yang berguna bagi penulis untuk menjaga batas-batas kajian penelitiannya. Judul penelitian ini yaitu, Perbedaan Aktualisasi Budaya Kerajaan Yogyakarta dan Kerajaan Surakarta Pasca Palihan Nagari. Landasan atau

26

Karangan Marbangun Hardjowirogo diterbitkan oleh Penerbit Patma Bandung 1980. Diterbitkan lagi oleh penerbit Angkasa Bandung.

kerangka teoretik yang hendak dipakai adalah pengertian kebudayaan, pengertian konflik, negara dan politik identitas, kesenian, dan Palihan Nagari.

1. Kebudayaan

Berdasarkan asal katanya, budaya adalah pikiran atau akal budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan membatin (akal budi) manusia (seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dsb).27 Kebudayaan adalah semua perwujudan baik yang berupa struktur maupun proses dari kegiatan manusia dalam dimensi ideasional, etis, dan estetis.28 Dapat pula kebudayaan dipandang sebagai tindakan berpola dalam masyarakat.29 Suatu kebudayaan dapat juga dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, dan cara berlaku (artinya kebiasaan) yang dipelajari yang pada umumnya dimiliki bersama oleh para warga dari suatu masyarakat.30 Kebudayaan merupakan pola yang terjadi di dalam masyarakat yang dihasilkan dari kegiatan serta pikiran dan akal budi manusia berdasarkan pada nilai yang ada. Tentu kebudayaan sangatlah erat hubungannya dengan nilai-nilai atau norma yang ada. Oleh karenanya kebudayaan dalam suatu lingkup masyarakat tertentu dapat berbeda-beda. Masyarakat (manusia) tidak pernah akan benar-benar lepas dari kebudayaan, segala sesuatu yang ada di dalam masyarakat adalah hasil kebudayaan itu sendiri. Oleh karenanya tidak ada masyarakat yang tidak memiliki budaya. Ini mencerminkan bahwa setiap masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri

27

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hlm. 157

28

Sartono Kartodirdjo, op.cit, hlm. 195 29

Redi Panuju, Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 28

30

terlepas bahwa ada unsur budaya yang sama dalam masyarakat tertentu dengan yang lain. Tetapi sekali lagi tidak pernah ada suatu kebudayaan dalam masyarakat benar-benar sama dengan kebudayaan masyarakat lain.

Kebudayaan itu merupakan suatu struktur yang tersusun sangat rapi dimana suatu komponen tertentu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan banyak komponen lain dan diperlukan olehnya.31 Dari sini dapat diketahui bahwa suatu perubahan dalam satu komponen kebudayaan akan berpengaruh terhadap kebudayaan itu secara keseluruhan. Karena kebudayaan sering mewujudkan suatu integrasi maka perubahan pada satu unsur sering menimbulkan pantulan yang dashyat dan kadang-kadang pantulan itu terjadi pada bidang-bidang yang sama sekali tidak disangka semula.32 Tentunya untuk mengidentifikasi wujud kebudayaan yang ada di Yogyakarta dan Surakarta penulis berusaha melihat dari pendekatan budaya yang ditemukan pada masa-masa kini. Perubahan kebudayaan terjadi didukung oleh berbagai faktor seperti: pengaruh kebudayaan lain, sistem pendidikan, penghargaan terhadap penemuan, toleransi, masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat, orientasi masa depan, dan nilai hidup manusia untuk maju. Terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat umumnya didasari oleh ketidaknyamanan atau ketidakpuasan terhadap keadaan yang telah ada. Artinya semangat ketidakpuasaan inilah yang memicu perubahan itu sendiri. Pelopor perubahan kebudayaan itu dapat siapa saja termasuk masyarakat sendiri, tetapi dapat pula seorang tokoh yang punya peran tertentu dalam suatu masyarakat. Olehnya ketidakpuasaan itu diakomodir dan

31

Ibid, hlm. 31 32

dimobilisasikan untuk mewujudkan suatu perubahan. Tentunya hal tersebut akan mempengaruhi kehidupan budaya masing-masing pihak. Sedangkan dalam suatu masyarakat yang sudah benar-benar terbelah masing masing pihak akan berusaha mencari identitas khas bagi dirinya.

Kebudayaan ialah bahwa setiap individu mempunyai tugas untuk hidup dan mengadakan pengelolaan lingkungan hidupnya, sesuai dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.33 Kebudayaan merupakan kebutuhan hidup manusia, dalam kebudayaan manusia memperoleh porsinya sendiri untuk berperan dalam masyarakatnya. Dalam kondisi ini kemudian politik punya peran dalam keberlangsungan suatu kebudayaan. Kebudayaan merupakan tanda pengenal yang membedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Ini artinya budaya merupakan identitas bagi anggotanya. Pada titik inilah kebudayaan berkaitan erat dengan proses politik. Dalam konteks politik, kebudayaan termasuk dalam unsur pembentuk identitas nasional. Kebudayaan berkaitan erat dengan jati diri bangsa sebagai sebuah kesatuan yang tercakup dalam bentuk negara.

Menurut Koentjaraningrat terdapat tujuh unsur kebudayaan (culture universal) sebagai berikut; bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, kesenian.34 Penulisan skripsi ini akan lebih banyak berbicara mengenai perbedaan aktualisasi budaya antara Yogyakarta dan Surakarta, khususnya dalam bidang kesenian. Bahkan karena keterbatasan penulis, penulis membatasi lagi hanya pada bidang seni tari dan wayang kulit musik serta tata busana dan adat perkawinan.

33

Astris. S. Susanto, op.cit, hlm. 122 34

2. Teori konflik politik

Seperti yang telah disinggung di atas mengenai teori konflik bahwa suatu konflik itu akan terjadi apabila tidak terdapat konsensus antara pihak yang berkonflik, demikian pula sebaliknya bahwa konsensus terbentuk karena tidak ada konflik antara pihak-pihak yang berkonsensus (Maswadi Rauf: 1). Di sini yang perlu diperhatikan adalah sumber suatu konflik, dalam hal ini adalah konflik politik. Faktor terpenting dalam konflik politik adalah penguasa politik.35 Sebagai faktor terpenting dalam politik penguasa dapat menjadi sumber konflik politik yang terjadi. Penguasa politik seringkali menjadi penyebab dari penderitaan dan penindasan di dalam masyarakat karena penyelewengan kekuasaan politik yang dilakukannya.36 Penyelewengan kekuasaan dilakukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan ekonomi penguasa politik dan keluarga serta orang-orang di sekitarnya.37 Teori konflik yang disampaikan ini setidaknya akan membantu penulisan ini. Dalam sebuah konflik politik secara langsung terjadi pula persaingan walau kadang tidak terlihat jelas. Persaingan politik yang terjadi demikian akan memicu reaksi pada masing-masing pihak untuk menetapkan identitas dirinya masing-masing. Ini merupakan upaya menegaskan kekuasaan politik agar tidak terdapat dualisme kekuasaan yang membingungkan rakyat.

Alasan posisi dalam politik menjadi rebutan, menurut Maswadi Rauf dalam bukunya Konflik dan Konsensus adalah: Pertama, tingginya penghargaan yang melekat pada jabatan-jabatan politik. Jabatan politik memberikan kekuasaan kepada penguasa politik atas obyek kekuasaan politiknya. Kedua, terbukanya

35 Ibid, hlm. 23 36 Ibid, hlm. 24 37 Ibid

kesempatan yang lebar untuk memperoleh sumber-sumber daya yang langka. Artinya secara materil kekuasaan yang besar akan diikuti pula oleh kekayaan yang banyak bagi penguasanya.38

3. Negara dan politik identitas

Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.39 Sedangkan menurut beberapa ahli seperti Max Weber, negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Menurut Harold J. Laski Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Unsur negara adalah wilayah, penduduk, pemerintah, kedaulatan, dan kadang ditambahi dengan faktor pengakuan dari negara lain. Keterikatan suatu masyarakat dalam suatu batas wilayah tertentu dan diperintah oleh sebuah pemerintah tertentu membuat khas suatu negara. Masing-masing memiliki identitas untuk menjaga dan menunjukkan wilayah kedaulatannya masing-masing, selain itu juga sebagai alat legitimasi bagi pemerintah yang sedang berkuasa dalam menjalankan kekuasaannya.

Perbedaan suatu negara biasanya menunjukkan ciri khas yang membedakan dengan negara lain dan yang sering nampak adalah kebudayaan.40 Adanya kesamaan sejarah, kebudayaan dan dalam lingkup geografis yang sama

38

Ibid, hlm. 27-29 39

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1982, hlm. 38 40

dapat memicu persatuan nasional dan membentuk identitas nasional sehingga negara mampu menjadi kuat dalam menghadapi gempuran atau ancaman dari pihak lain. Setiap negara memerlukan pemerintah untuk dapat mengatur dirinya sendiri. Setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk.41

Pembentukan identitas nasional pada suatu negara erat kaitannya dengan legitimasi dan politik identitas. Legitimasi adalah hal yang sangat penting dalam sebuah kekuasaan. Sebagai sebuah usaha untuk mengokohkan kaki di tempat yang dipandang sebagai sumber kekuasaan tepatlah legitimasi menjadi kebutuhan. Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hal moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik.42 Ini merupakan hal yang penting bagi seseorang yang tengah membangun kekuasaannya. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik terdapat tiga kelompok cara yaitu, simbolis, prosedural, dan materil. Legitimasi bertujuan memanipulasi kecenderungan-kecenderungan moral, emosional, tradisi dan kepercayaan, dan nilai-nilai budaya pada umumnya dalam bentuk simbol-simbol.43 Politik identitas merupakan kekhasan yang terjadi pada negara dan masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip ilmiah terhadap tubuh individual dalam proses politik melalui kekuasaan negara.44 Politik identitas bertujuan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat atau anggota dalam suatu negara untuk dapat memahami dirinya sendiri sebagai bagian dari negara. Politik

41

Ibid, hlm. 44 42

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, 1992, hlm. 92 43

Ibid, hlm. 96 44

Ubed Abdilah S, Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, Indonesiatera, Magelang, 2002, hlm. 12-13

identitas ini biasanya digunakan dalam rangka untuk membangun kekuatan berdasarkan etnis atau perbedaan tertentu dalam suatu kelompok demi mencapai sebuah kekuasaan. Politik identitas erat kaitannya dengan politik kebudayaan dimana faktor budaya menjadi hal yang diutamakan.45 Kebangsaan dan kebudayaan, kedua hal itulah yang membentuk kepribadian nasional.46 Identitas nasional yang dibentuk dari berbagai sudut itu merupakan alat yang dipergunakan untuk memupuk nasionalisme rakyat. Pembentukan identitas nasional seharusnya menjamin persatuan bangsa dengan segenap perbedaan yang ada.47 Identitas nasional ini terbentuk berdasarkan perbedaan yang ada di dalam suatu negara, oleh karenanya sangat kental muatan politis demi menjaga kekuasaan dari ancaman separatisme, pemberontakan, atau perebutan wilayah. Dalam kehidupan budaya berbagai macam kreasi dan kreatifitas seni tercipta sebagai bentuk obyektif dari usaha manusia mem-budaya dan mem-budaya-kan.48

4. Kesenian

Kesenian dalam unsur kebudayaan yang disusun secara hirarki oleh Koentjaraningrat menempati posisi terakhir setelah unsur religi. Karena disusun secara hirarki tentunya antara unsur yang satu dan unsur lainnya saling terkait. Setelah muncul religi, sebagai bagian dari unsur kebudayaan dalam masyarakat, kemudian muncul kesenian. Hal-hal yang berkaitan dengan religi selalu disajikan dalam bentuk yang indah-indah, baik dalam bentuk gerak, suara, maupun usaha

45

Ibid, hlm. 19 46

Driyarkara, Tentang Negara dan Bangsa, Kanisius, Yogyakarta, 1980, hlm. 21 47

Miriam Budiardjo, op.cit, hlm. 44 48

untuk mengagungkan dan mengindahkannya.49 Keindahan gerak melahirkan seni tari, keindahan suara melahirkan seni musik, keindahan benda-benda melahirkan seni rupa, keindahan bahasa melahirkan seni sastra, dan seni-seni yang lain sebagai pernyataan batin dan kepuasaan.50 Demikian menurut seorang antropolog mengenai asal-usul dari munculnya kesenian. Kesenian dalam pengertian sehari-hari berhubungan dengan produk estetika umat manusia, meliputi seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan, dan seni rekam berupa produk teknologi mutahkir seperti film dan televisi, sedangkan dalam arti luas kesenian merupakan pula produk kebudayaan peradaban manusia.51 Menurut Mangunpranoto, hidup manusia terwujud dalam bentuk; alam pikir, alam budi, alam karya, alam tata susila dan alam seni yang meliputi seni rupa, seni sastra, seni musik, seni tari, seni drama dan lain-lain.52 Telah dikatakan di depan bahwa kesenian begitu dekat dengan manusia maka olehnya perubahan dalam suatu kebudayaan manusia akan mempengaruhi pula kesenian sebagai salah satu produk kebudayaan.

5. Palihan Nagari

Perjanjian Giyanti dilaksanakan di desa Giyanti pada 13 Februari 175553, yakni perjanjian yang berisi tentang pembagian daerah kekuasaan Mataram menjadi dua, Kasultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengkubuwana Senopati Ingalogo Abdul Rachman Sajidin Pantagama Kalifatulah dan Kasunanan

49

Suwaji Bastomi, opcit, hlm. 8 50

Ibid 51

Julianti L. Parani, Sejarah Kesenian Modern: Dinamika argumentatif dan kebangkitan kesenian, dalam Seminar sejarah nasional V, Sub Tema Sejarah Kesenian, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, hlm. 998

52

Suwaji Bastomi, opcit, hlm. 4 53

Soekanto, op.cit, hlm. 8, Giyanti adalah nama daerah yang terletak didekat Karanganyar, Surakarta, tempat ditandatanganinya perjanjian tersebut, G. Moedjanto, Suksesi Dalam Sejarah Jawa, hlm 119

Surakarta di bawah Susuhunan Pakubuwono III. Karena perjanjian Giyanti menghasilkan pecahnya Kerajaan Mataram menjadi dua, maka peristiwa itu sering disebut Palihan Nagari (Pembagian Negara), yaitu pecahnya Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan (Kerajaan) Yogyakarta.54 Berikut nama daerah-daerah kekuasaan Sunan: Djagaraga, Panaraga, separo-Pacitan, Kediri, Blitar dan Srengat (ditambah dengan Ladaja), Patje (Nganjuk/Berbek), Wirasaba (Madja-agung), Blora Banyumas, Kadawung.55 Sedangkan nama daerah untuk Sultan: Madiun, Magetan, Tjaruban, separo-Pacitan, Kertasana, Kalangbret, Ngrawa (Tulungagung), Djapan (Madjakerta), Djipang (Bodjanagara), Teras, Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu Wirasari) dan Grobogan.56 Pembagian daerah kekuasaan Mataram atau biasa disebut Palihan Nagari ini merupakan sebuah keputusan politik yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak dan VOC yang jelas terlihat melakukan intervensi di dalamnya.

Perpecahan Mataram ini merupakan suatu bentuk dari terjadinya konflik politik dan konsensus. Konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat di dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu.57 Sedangkan konsensus adalah kesepakatan dalam hal tertentu antara paling tidak dua orang atau kelompok.58 Di tengah konflik politik sarat dengan kepentingan politis, namun yang dinamakan dengan konflik politik merupakan konflik sosial pula (Maswadi Rauf,2001: 19). 54 Ibid 55 Soekanto, op.cit, hlm. 23 56 Ibid 57

Maswadi Rauf, Konsensus dan Konflik Politik: Sebuah penjajagan teoritis, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001, hlm. 2

58

Bagan Kerangka berpikir

Bagan di atas menggambarkan bagaimana kerangka berpikir dalam menguraikan permasalahan dalam skripsi ini. Perjanjian Giyanti adalah pokok pangkal dari permasalahan yang hendak dibahas. Perjanjian Giyanti / Palihan Nagari inilah yang kemudian memecah Mataram menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Perpecahan ini merupakan sebuah bentuk proses politik, maka kemudian pantaslah dipandang dari sudut pandang teori konflik politik. Walaupun berada dalam kerangka politis namun kemudian digunakan teori kebudayaan dalam rangka mengidentifikasi aktualisasi budaya yang terpengaruh oleh perpecahan Mataram ini. Dengan menggunakan teori kebudayaan, akan diidentifikasi lebih jauh mengenai perbedaan-perbedaan yang muncul akibat dari perpecahan yang terjadi. Perlu diketahui perihal aktualisasi budaya pada masing-masing pihak baik Yogyakarta maupun Surakarta.

Perjanjian Giyanti /Palihan

Nagari

Teori Konflik Politik

Kebudayaan

Kehidupan Budaya

Kesenian

Yogyakarta Surakarta

Yogyakarta

Surakarta