• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

3. Perbedaan dalam musik

Gamelan merupakan alat musik Jawa yang paling terkenal di Indonesia maupun di luar negeri. Alat musik ini terdiri dari seperangkat alat-alat yang berbeda dan mengeluarkan suara yang khas. Gamelan Jawa pada umumnya terdiri dari beberapa alat antara lain; Kendhang, Saron, Gender, Gambang, Kethuk dan Kenong, Kempyang, Bonang, Suling, Slenthem, Rebab, Siter, Gong. Pada dasarnya perangkat gamelan baik di keraton Yogyakarta maupun Surakarta memiliki berbagai nama dan jenis yang berdasarkan pada pemakaiannya atau fungsi dari gamelan tersebut. Misalnya gamelan Sekati Kangjeng Kyai Guntur Madu yang hanya dibunyikan pada saat grebeg sekaten baik di Yogyakarta maupun di Surakarta. Biasanya seperangkat gamelan terdiri dari dua pasang, dalam penamaan seperangkat gamelan tersebut diberikan nama terhormat, misalnya Kangjeng Kyai Guntur Madu dan Kangjeng Nyai Guntur Madu.

Gamelan tidak dapat dipisahkan dari kesenian tari, karena tari dan musik gamelan merupakan perpaduan kesenian yang indah. Berbeda bila sebuah tari dipergelarkan tanpa musik gamelan, walaupun kadang gamelan sering dimainkan tanpa penari. Gamelan sering dikombinasikan pula dengan penyanyi atau biasa disebut sinden, atau bahkan kadang dalam sebuah pergelaran tari terdapat pula alunan suara sang pesinden yang menyanyikan tembang Jawa untuk mengiringi sebuah tarian.

Gamelan Jawa terdiri dari gamelan gaya Yogyakarta dan Surakarta (Jogja dan Solo). Pada dasarnya komposisi dan permainan perangkat gamelan di antara dua pihak tidak terlalu berbeda. Secara fisik gamelan gaya Surakarta memiliki

ukuran lebih kecil dibandingkan dengan gamelan klasik gaya Yogyakarta dan instrumen bilah pada gamelan Surakarta kebanyakan lebih tipis dibandingkan dengan instrumen gamelan gaya Yogyakarta(dapat dilihat pada instrumen pencon terutama bonang barung, bonang penerus dan kenong).46 Perbedaan gamelan Jogja dan Solo terlihat pada ornamen hiasan yang ada pada rancakan (tempat menaruh wilah/bilah) gamelan. Ornamen hiasan pada rancakan gamelan Jogja umumnya bercorak pada daun-daunan atau bahkan polos dengan variasi lebih sedikit sehingga memberikan kesan gagah dan berwibawa, sedangkan hiasan pada gamelan Solo umumnya berupa corak naga, daun-daunan dan buah-buahan dengan tatahan yang rumit.47 Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ornamen hiasan pada perangkat gamelan Jogja lebih sederhana dibandingkan dengan perangkat gamelan Solo, karena dalam hiasannya biasanya perangkat gamelan Solo lebih terlihat megah, anggun dan mewah, sedangkan gamelan Jogja lebih terlihat sederhana dengan tidak memberikan berbagai ornamen atau motif yang terlihat mencolok.

Pada gamelan Surakarta beberapa narasumber mengatakan bahwa instrumen saron slendro pada beberapa gamelan memiliki jumlah wilahan/bilahan lebih banyak yaitu 7 bilah, sedangkan untuk instrumen saron gamelan Yogyakarta hanya memiliki 6 bilah. Sedangkan perbedaan lain dapat dilihat dari bentuk instrumen Kendhang pada masing-masing gaya. Menurut Ki Sancoko kendhang gaya Yogyakarta tidak terlalu membentuk lengkungan pada bagian tengahnya, sedangkan kendhang gaya Surakarta memiliki bentuk yang cenderung

46

Kriswanto, Dominasi Karawitan Gaya Surakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo, ISI SoloPress, 2008, hlm. 84

47

melengkung dan cembung sehingga cenderung menampilkan bentuk kendhang yang lebih besar atau gemuk. Jumlah instrumen balungan antara kedua gaya gamelan ini pun berbeda, jumlah instrumen balungan gamelan Surakarta terdiri dari demung satu buah, saron dua buah, dan peking satu buah yang lebih sedikit dari jumlah instrumen balungan Yogyakarta yang terdiri dari demung dua buah, saron empat buah, dan peking satu buah.48

Pada teknik tabuhnya perangkat gamelan atau masing-masing instrumen gamelan memiliki pakem tergantung pada tembang yang dimainkan. Sedikit perbedaan terdapat pada penabuhan peking atau instrumen saron yang paling kecil. Di Yogyakarta peking ditabuh selalu setelah nada dasar (balungan) dari instrumen lain berbunyi tetapi di Surakarta peking ditabuh sebelum atau membelakangi nada dari instrumen lain dibunyikan. Ini lebih dikenal dengan sebutan ngereni atau nginthil (membelakangi tabuhan nada balungan), sedang untuk gaya Yogyakarta dikenal dengan sebutan ndisiki (mendahului tabuhan nada balungan). Perbedaan ini akan sangat terlihat bila mencermati penabuh peking pada sebuah gelar karawitan ketika sedang memainkan instrumen gamelan yang ada. Perbedaan teknik tabuh pada masing-masing gaya juga dapat ditemukan pada tabuhan bonang dalam kapasitasnya sebagai guru balungan, terlihat bahwa gaya Yogyakarta walaupun teknik tabuhan terkesan “lugu”, namun memberikan ketegasan.49 Selain dari instrumen tersebut perbedaan teknik tabuh gaya Yogyakarta dan gaya Surakarta yang tidak terlalu jelas adalah dari instrumen ketuk. Tabuhan ketuk gaya Yogyakarya terkesan lugu yakni setiap tabuhan ketuk

48 Ibid 49

selalu diikuti dengan efek tabuhan sekali yang volume tabuhnya lebih lemah dari yang pertama, sedang untuk gaya Surakarta tabuhan ketuk dilakukan sekali diikuti efek tabuhan yang lebih dari sekali dengan suara makin lemah.50 Pada pola kendangan ketawang gaya Yogyakarta berbeda dengan gaya Surakarta, pola kendangan ketawang gaya Surakarta lebih banyak menggunakan tabuhan p (thung) dan b (dhah), sedangkan gaya Yogyakarta selain kedua tabuhan tersebut juga banyak menggunakan tabuhan t (tak).51 Tabuhan t (tak) ini sering digunakan sebagai media mempertegas suatu adegan, gerak atau peristiwa yang diiringi oleh gending. Tabuhan t (tak) ini menjadi lebih banyak digunakan pada adegan-adegan (baik wayang wong, wayang kulit, atau tari) yang menunjukkan tekanan pada gerak yang dilakukan. Peran kendang sangat besar pada gerak dan irama penari maupun tokoh dalam wayang karena dikendalikan dengan hentakan-hentakan kendang di tengah bunyi gending yang mengiringinya52.

Perbedaan lain juga terdapat pada bentuk rancakan pada perangkat Saron, di Yogyakarta bentuk rancakannya mengutamakan lengkungan di ujung kanan dan kiri sehingga wilah tidak sejajar dengan rancakan, sedangkan rancakan saron untuk gamelan Surakarta berbentuk lebih datar sehingga antara wilah dan rancakan terlihat rata tanpa ada lengkungan di ujung rancakan. Bentuk rancakan pada saron gamelan gaya Yogyakarta ini biasa disebut ukel/gelung.53 Perbedaan ini terlihat sekali pada gamelan umumnya sekarang dari masing-masing pihak.

50

Ibid, hlm 104 51

Ibid, hlm. 115, lihat pula Trustho, Kendang dalam Tradisi Tari Jawa, Surakarta, STSI Press, 2005, hlm. 73-74

52

Bambang Yudoyono, Gamelan Jawa: Awal Mula, Makna, Masa Depannya, Jakarta, Karya Unipress, 1984, hlm. 96

53

Gambar ix. Saron laras Slendro Surakarta (atas) dan Yogyakarta (bawah)

Perbedaan dapat ditemukan pula pada jenis instrumen gamelan gaya Yogyakarta dan Surakarta. Gamelan gaya Surakarta tidak memiliki instrumen bonang penembung, kenong japan, kendhang penuntung dan bedug, sedangkan gamelan gaya Yogyakarta tidak memiliki kendhang kosek (kendhang wayangan), engkuk-kenong, dan kecer.5 4

54 Ibid