• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konteks Sosial-Historis

Dalam dokumen YESUS KRISTUS HADIR DALAM SETIAP KONTEKS: (Halaman 41-0)

BAB II SEMBILAN GAMBARAN YESUS KRISTUS DI ASIA:

2.3 Latar Belakang Gagasan Kristologi Michael Amaladoss

2.3.2 Konteks Sosial-Historis

Amaladoss merupakan teolog zaman modern yang sangat menaruh perhatian kepada teologi di Asia. Amaladoss menginginkan teologi Asia harus sesuai dengan cita rasa Asia. Menurut Amaladoss, selama ini teologi Asia hanya sekedar menerjemahkan teologi Barat. Amaladoss mengakui bahwa kekristenan lebih berkembang ke Barat daripada ke Asia. Kekristenan datang ke Asia pada

agama melampaui sebuah inklusivisme. Saat berbicara tentang pluralisme teologi agama-agama, Dupuis menggunakan pendekatan Trinitas yang mengungkapkan hubungan antara Bapa dengan Putera dan Putera dengan Roh Kudus. Dupuis meyakini bahwa penegasan identitas Kristen adalah kesesuaian dengan pengakuan identitas agama lain. Dalam agama-agama lain diungkapkan sebuah misteri dengan bahasa berbeda. Selain itu, Dupuis juga menerbitkan berbagai tulisannya seperti The Christian Faith, Jesus-Christ at the Encounter of World Religions, Who Do You Say I Am?

Introduction to Christology, dan Toward a Christian Theology of Religious.[Lihat Nicholas Lossky, Dictionary of the Ecumenical Movement (Geneva: WCC Publication, 1991), 1033; bdk.

Veli-Matti Karkkainen, An Introduction to the Theology of Religions (Illinios: InterVasity Press, 2003), 205-215.]

25 Samuel Rayan adalah profesor emeritus di Institusi Teologi Jesuit Vidyajyoti di Delhi. Rayan pernah menjabat sebagai dekan di institusi tersebut. Rayan merupakan tokoh penting dalam Asosiasi Ekumenis Teolog-teolog Dunia Ketiga (Ecumenical Association of Third World Theologians [EATWOT]) dan juga merupakan anggota dari Komisi Iman dan Tatanan Dewan Gereja-gereja Dunia (Faith and Order Commision of the World Council of Churches) dari tahun 1968-1982. Rayan juga merupakan ketua pertama dari Sekolah Ekumenis Teologi (Ecumenical School of Theology) di Bangalore (1988-1990). Rayan merupakan salah satu pencetus teologi pembebasan. Dalam pemikirannya, Rayan meyakini bahwa manusia yang berada dalam satu komunitas adalah objek kasih Allah. Teologi Rayan muncul dari pengalaman hidup, pengalaman konteks hidupnya, dan janjinya kepada Yesus. Menurut Rayan, teologi adalah sebuah peringatan dari Allah. Menurut Rayan, misi kristiani ialah berpusat pada kehidupan manusia secara khusus memerhatikan kaum miskin dan tertindas. Rayan menulis beberapa karya, diantaranya Bretah of Fire. The Holy Spirit: Heart of the Gospel dan The Anger of God. [Lihat Samuel Rayan, Decolonization of Theology, Jnanadeepa, July 1998, Vol.1, No. 2, 140-141; bdk. Vijaya Joje Babu Valle, Becoming Indian, 119-120.]

26

zaman modern melalui kolonialisme. Mereka membawa liturgi, katekese, teologi, dan organisasi kegerejaan.27

Perjuangan Amaladoss dalam usaha kontekstualisasi teologi sudah mulai terbentuk sejak ia kecil. Lingkungan Amaladoss hidup dan bertumbuh pada umumnya beragama Hindu bahkan Amaladoss lebih mengenal kebiasaan-kebiasaan Hindu daripada Kristiani. Situasi demikian membuat Amaladoss menjadi pribadi yang terbuka dan menghormati perbedaan. Pertemuan dengan sannyasis Hindu membuat Amaladoss semakin mengagumi filsafat, spiritualitas, kebudayaan Hindu. Pada saat menjalani studi filsafat, terjadi Konsili Vatikan II sehingga hal ini membawa angin segar untuk Gereja Katolik. Peristiwa Konsili Vatikan II untuk Amaladoss sangat bermakna karena Konsili Vatikan II memantik sebuah era baru dalam berdialog dengan agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.28

Usai menyelesaikan studi doktoralnya, Amaladoss mengemban banyak tanggung jawab. Amaladoss menjadi dosen di India, Chennai, dan Filipina, yang membuatnya banyak melakukan diskusi tentang inkulturasi dan dialog.

Amaladoss juga memprakarsai banyak hal seperti mendirikan pusat teologi untuk Jesuit yang mengakomodir penggunaan bahasa lokal dan melakukan interaksi langsung dengan konteks yang ada (live-in) di beberapa tempat yang berbeda untuk merasakan situasi yang terjadi. Amaladoss menawarkan suatu refleksi teologi berdasarkan kitab suci dari agama-agama lain untuk bisa digunakan dalam

27 Michael Amaladoss, The Asian Jesus (New York: Maryknoll Orbis Books, 2006), 1.

28

liturgi Katolik. Amaladoss mengembangkan sebuah spiritualitas Kristen India dan sadhana (metode untuk berdoa), mengembangkan teologi India, dan bagaimana menyesuaikan gerak-gerik dan simbol-simbol India ke dalam Ekaristi yang bernuansa Ritus Romawi. Pada kongres misi Asia di Manila tahun 1979, Amaladoss membagikan pemikiran dan pengalamannya dalam usaha kontekstualisasi teologi untuk beberapa negara Asia secara khusus Asia Tenggara.29

Pada tahun 1983, Amaladoss mendapat tugas sebagai asisten superior Jendral Serikat Yesus di Roma. Selama bertugas di Roma, Amaladoss menaruh perhatian kepada misiologi. Amaladoss membagikan artikel pertamanya berkaitan dengan dialog yaitu Faith Meets Faith pada Kongres Asosiasi Misi Katolik Amerika di Baltimore. Artikel Faith Meets Faith Amaladoss mendapat banyak kritikan tetapi kritikan tersebut menjadi penyemangatnya untuk mengembangkan lagi pemikirannya tentang misi dan dialog.30

Amaladoss memprakarsai dalam pendirian sebuah lembaga teologi Asia (India) di Roma dan mengadakan banyak pertemuan. Selama berada di Roma, Amaladoss tetap berkomunikasi dengan India dan Asia dengan melakukan kunjungan ke Asosiasi Teolog India dan Konferensi Uskup Se-Asia. Usaha Amaladoss dalam mengkontekstualisasi teologi mendapat banyak kritik dari berbagai pihak. Amaladoss lebih ingin disebut sebagai seorang misiolog

29 Michael Amaladoss, “My Pilgrimage in Mission”, 22.

30

melainkan sebagai seorang teolog India yang tertarik mengkaji misi dan dialog, inkulturasi, dan teologi pembebasan.31

2.4 Gambaran Yesus Kristus dalam Sejarah Kristianitas

Sebagai teolog Asia, Amaladoss memperjuangkan agar Yesus Kristus yang adalah orang Asia dikenal sebagai Yesus dari Asia, bukan Yesus dari Barat.

Amaladoss berjuang agar Kristus dan Gereja-Nya mengakar dalam realitas konkret Asia serta teologi di Asia tidak menjadi teologi yang diterjemahkan dari teologi Barat tetapi teologi yang hidup dan mengakar di Asia. Amaladoss terlibat dalam dialog antar agama. Hal ini menyadarkan Amaladoss untuk menjadi seorang Kristen yang terbuka kepada agama lain. Menurut Amaladoss, untuk menjadi orang Kristen berarti kita harus siap untuk mewartakan Yesus kepada semua orang dengan cara berdialog. Selain berdialog, Amaladoss mengajak semua orang Kristen untuk membangun hidup harmoni di tengah dunia yang plural. Amaladoss mendorong para teolog Asia untuk memahami realitas ini dengan mengintegrasikan sikap positif terhadap agama-agama lain. Di Asia, masyarakat hidup dalam suku dan budaya yang berbeda sehingga semua orang diundang dan ditantang untuk bergerak keluar dari budaya dan ideologi mereka untuk menyambut dan merangkul yang lain.32

31 Michael Amaladoss, “My Pilgrimage in Mission”, 24.

32 Michael Amaladoss, Walking Together: the Practice of Inter-religious Dialogue (India: Gujarat

Amaladoss menyatakan bahwa Yesus lahir, hidup, mengajar, dan wafat di Asia. Dalam era modern, Yesus dibawa ke Asia oleh para misionaris Barat (Euro-Amerika) dan menjadi nampak sebagai seorang Barat. Gerakan misi para misionaris yang membonceng penjajah Portugis pada abad ke-16 memberi pengaruh positif dan negatif. Di satu pihak, mereka inilah yang memperkenalkan kristianitas untuk pertama kali kepada bangsa-bangsa di Asia. Dalam gejolak reformasi, mereka membawa Gereja Barat (Euro-Amerika) dengan liturgi, katekese, teologi, dan organisasi gerejawi ke daerah misi.33

Tidak dipungkiri bahwa kekristenan lebih berkembang ke Barat daripada ke Asia. Gambaran Yesus yang Barat mendapat reaksi yang yang negatif ketika diperkenalkan di Asia. Gambaran-gambaran Yesus yang dibawa oleh para misionaris tidak mampu memberi jawaban bagi konteks Asia yang memiliki ciri kemiskinan, pluralitas budaya, dan pluralitas agama.34

Dalam sinode para Uskup Se-Asia (1998), para uskup se-Asia menyadari bahwa harus ada cara lain untuk menampilkan gambaran Yesus Asia bagi masyarakat Asia. Para Uskup harus melihat Yesus sebagai sahabat yang berbelarasa, penyembuh, pembebas, dan sebagainya.35 Gambaran dan simbol menjadi sesuatu yang penting untuk mengembangkan suatu kristologi yang kontekstual. Melalui gambaran dan simbol, Amaladoss menampilkan inklusivitas

33 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 1.

34 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 1.

35

Yesus yang hadir bagi semua orang dan hadir dalam seluruh aspek kehidupan orang Asia.36

Dalam pemikirannya, Amaladoss bertanya “Mengapa Yesus yang adalah orang Asia kini tampil lebih sebagai orang Barat?” Realitanya ialah bahwa Yesus lahir, hidup, dan wafat di Asia. Amaladoss menggunakan dialog dari Injil Matius 11:2-5, “Kata orang, siapakah Aku ini? Para Murid menjawab: ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada juga mengatakan Elia dan ada pula yang megatakan Yeremia atau salah seorang dari para nabi. Kemudian Yesus mengulangi pertanyaan: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? Maka Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”, untuk mengisahkan pemahaman murid tentang Yesus. Dalam berbagai Kitab Suci, Yesus digambarkan bermacam-macam. Pernyataan Yesus dalam perikop Matius 11:2-5 tersebut menjadi gambaran untuk Amaladoss bahwa gambaran tentang Yesus bukan hanya satu.37

Amaladoss merefleksikan gambar-gambar Yesus dengan memakai konsep Perjanjian Baru. Para penginjil merefleksikan Yesus dalam bentuk yang berbeda-beda. Dalam Injil Markus, Yesus direfleksikan sebagai Anak Allah. Penegasan Yesus sebagai Anak Allah dapat terlihat dalam pembukaan Injil Markus, “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah” (Mrk. 1:1). Pernyataan Yesus sebagai Anak Allah ditegaskan kembali ketika Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis suatu suara menyatakan “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi,

36 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 2.

37

Mulah Aku berkenan.” Menurut Amaladoss, pengarang Injil Markus membangun kisah naratifnya sekitar rahasia Mesianik. Walaupun Yesus banyak membuat mukjizat, tetapi orang-orang tidak mengenal Yesus sebagai Mesias. Identitas Yesus sebagai Mesias akan terjawab ketika Yesus dihadapkan pada Mahkamah Agung (Mrk 14:61-62) dan sebelum Yesus dibunuh. Amadaloss berpendapat bahwa kemesiasan Yesus konkrit bersama dengan kebangkitan-Nya. Amaladoss meneruskan pendapatnya tentang Yesus dalam Injil Markus bahwa melalui pengusiran roh jahat dan penyembuhan orang sakit, Yesus memperingatkan iblis untuk tidak mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias. Amaladoss menegaskan bahwa melalui hidup dan tindakan-Nya, Yesus menyerukan Kerajaan Allah dan mengajak adanya perubahan.38

Dalam Injil Matius, Amaladoss berpendapat bahwa Yesus dipandang sebagai mesias yang membawa hukum baru untuk melengkapi yang lama (Mat 5:17). Yesus adalah rabbi yang mengajar dengan kuasa. Pernyataan Yesus yang memperlihatkan bahwa Ia rabbi,

“Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita:

Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi, Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah tehadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! Harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala” (Mat 5:21-22).39

Menurut Amaladoss, Yesus menggunakan perumpamaan dan menyatakannya untuk menyampaikan ajaran-Nya. Yesus mengajarkan hukum cinta yang baru yaitu saling mencintai satu sama lain sekalipun itu adalah musuh

38 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 13.

39

kita (Mat 5:38-48), melihat Dia dalam diri mereka, terkhusus dalam diri orang miskin (Mat 25:31-46). Yesus menerima para murid dan mengirim mereka ke segala tempat untuk menjadikan orang-orang sebagai murid-Nya (Mat 28:18-20).

Menurut Amaladoss, Injil Matius menerangkan Yesus demikian karena pendengar Matius adalah komunitas Yahudi. Penulis Injil Matius mencoba untuk membuat mereka untuk mengerti bahwa Yesus bukan Mesias seperti konteks komunitas pendengar Matius harapkan. Pengarang Injil Matius menggambarkan Yesus sebagai pribadi Yesus sebagai Mesias yang ditakdirkan untuk menderita dan dibunuh.40

Amaladoss menyatakan bahwa Lukas tampaknya menulis Injil terkhusus untuk komunitas bukan Yahudi (non-Jewish). Lukas menampilkan Yesus sebagai pengampun, penyembuh, dan pembawa kabar gembira kepada orang miskin, dan pembebasan bagi orang-orang tawanan (Luk 4:18-19). Yesus menyatakan cinta Allah yang memaafkan dan mengampuni. Misi Yesus adalah membawa kabar baik bagi orang miskin, penglihatan bagi orang buta, dan pembebasan bagi orang tawanan (Luk 4:18-19). Yesus juga memberitakan pengampunan dosa, berbicara tentang bapa yang menerima kembali anaknya yang tidak patuh dengan cinta yang tak bersyarat dan menjadi gembala yang baik yang pergi mencari dombanya yang hilang (Luk 15). Lukas menceritakan kisah Zakheus, seorang pemungut pajak yang bertobat (Luk 19:1-10).41

40 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 13.

41

Dalam Injil Yohanes, Amalados mengatakan bahwa Yesus dipandang sebagai Sabda Allah yang menjadi daging (Yoh 1:1-14). Keilahian Sang Sabda digarisbawahi dalam perkataan “Aku”, “Akulah roti hidup” (Yoh 6:35); “Akulah terang dunia” (Yoh 8:12); “Akulah gembala yang baik” (Yoh 10:11); Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25); “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh 14:6). Sabda bagaimanapun juga akan menjadi daging dan dan karenanya Ia sungguh manusia. Hal ini memungkinkan Yesus untuk mengangkat kemanusiaan kepada martabat Ilahi. Di sini, kita dapat melihat pola perendahan dan peninggian.

Keikutsertaan dalam hidup ilahi mendorong dalam persaudaraan dengan Allah dan sesama yang ditunjukkan dalam cinta dan pemberian diri (Yoh 17). Anggur dan ranting menjadi simbol persekutuan (Yoh 15:1-13). Roh memberikan kekuatan untuk persekutuan (Yoh 14:15-17). Pengampunan adalah satu dimensi dari persekutuan. Setelah kebangkitan, Yesus mengembusi mereka dan berkata kepada murid-Nya, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:22-23).42

Amaladoss menyatakan bahwa semua Injil memberikan perhatian yang besar kepada penderitaan dan kematian Yesus. Injil-injil mengacu kembali pada gambaran tentang Hamba Allah yang Menderita dalam Yesaya (Yes 52:13-53:12).

Yesus menderita bagi kita. Tafsiran yang tepat tentang ‘bagi kita’ bagaimanapun tidak spesifik. Hal itu dapat menjadi contoh, inspirasi, janji, menunjukkan

42

solidaritas, dan pemberian diri. Pemberian diri yang utuh menjadi syarat untuk penerimaan total dan kesatuan dengan-Nya. Tidak ada Yesus tanpa salib. Hal ini menjadi alasan mengapa Paulus menemukan kemuliaan dalam Yesus (Gal 6:14).43

Amaladoss juga melihat kristologi Paulus dalam surat-suratnya, secara khusus dalam Surat kepada Orang Ibrani. Paulus memberi perhatian besar pada gelar Yesus sebagai Imam Agung. Paulus merefleksikan kemuliaan Yesus melebihi imam agung. Yesus melibatkan diri secara utuh dalam karya keselamatan Allah dengan mengambil rupa Anak Manusia. Kita tidak dapat bersimpati dengan kelemahan kita, tanpa dosa dalam segala hal. Pada zaman dahulu, Allah berbicara kepada nenek moyang melalui perantaraan nabi-nabi.

Namun, kini Ia berbicara melalui anak-Nya sendiri. Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat tinggi, jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat (Ibr 1:1-4). Yesus seperti imam agung yang mempersembahkan kurban. Yesus berkurban untuk menebus dosa untuk dosa umat manusia. Imam Agung mempersembahkan kurban bakaran sedangkan Yesus mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban.44

Pembahasan mengenai Yesus tidak hanya berhenti pada Injil tetapi masih terus dibacarakan dalam konsili-konsili awal. Peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus menjadi titik puncak dan titik balik yang menerangi para murid dan jemaat perdana untuk merefleksikan seluruh hidup dan pewartaan Yesus. Sejak awal, pewartaan tentang Yesus sudah dihadapkan pada budaya Yunani yang alam

43 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 14-15.

44

pikirnya berbeda sama sekali dengan dunia Yahudi. Seiring berjalannya waktu, kristianitas berkembang di berbagai tempat di luar Yahudi. Menurut Amaladoss, konsili-konsili berusaha mengembangkan refleksi teologis tentang Kristus dengan menggunakan terminologi-terminologi. Konsili Nicea (325) meyakini bahwa:

Akan satu Tuhan Yesus Kristus Putra Allah yang tunggal. Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. [Ia] menjadi daging [manusia], menderita dan bangkit pada hari ketiga. Ia naik ke surga dan akan kembali lagi untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati.45

Ke-Allah-an Yesus sangat ditekankan karena adanya pertanyaan dari banyak pihak mengenai keilahian Yesus (homousius: Nicea 325 dan Kalsedon 451). Konsili Nicea menolak pandangan Arius yang mengatakan bahwa Putera Allah dari ketiadaan dan dari substansi atau hakikat yang lain dari Bapa. Arius menempatkan Anak pada suatu tahap yang sangat tinggi di bawah tahap Allah sendiri. Konsili Nicea menegaskan bahwa Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah adalah satu-satunya dilahirkan dari Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang, diperanakkan, sehakikat dengan Bapa (homousius). Yesus datang untuk kita manusia dan bagi keselamatan kita. Yesus menjadi manusia, menderita, dan

45 “In one Lord Jesus Christ, the Son of God, the only-begotten generated from the Father, that is, from the being (ousia) of the Father, God from God, Light from Light, true God from true God, begotten, not made, one in being (homoousios) with the Father, through whom all things were made, those in heaven and those on earth. For us human beings and for our salvation he came down, and became flesh, was made man, suffered and rose again on the third day. He ascended to the heavens and shall come again to judge the living and the dead.” [Lihat Michael Amaladoss,

bangkit kembali pada hari yang ketiga. Yesus naik ke surga dan akan datang lagi untuk menghakimi yang hidup dan yang mati.46

Refleksi teologis tentang Kristus juga terdapat dalam Konsili Kalsedon.

Amaladoss mengutip hasil konsili Kalsedon:

Putera Allah yang satu dan sama, Tuhan kita Yesus Kristus, sempurna dalam keilahian dan kemanusiaan-Nya, sungguh Allah dan sungguh manusia, terdiri dari jiwa yang rasional dan badan, sehakikat dengan Bapa karena keilahian-Nya, sama seperti kita dalam segala hal kecuali dalam dosa (Ibr 4:5) [...] ke dalam dua kodrat tanpa tercampur.47

Menurut Amaladoss, Konsili Kalsedon menyatakan Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia. Yesus menjadi sama dengan Bapa dalam keilahian dan satu dengan dengan manusia, seperti kita dalam semua hal tetapi tidak dalam hal dosa. Yesus memiliki dua kodrat tetapi tanpa kekacauan atau pertukaran, tanpa pembagian atau pemisahan.48

Dalam perjalanan sejarah, Amaladoss menilai bahwa ada banyak gambaran Yesus dalam Gereja Reformasi. Di gereja Barat, Yesus digambarkan sebagai raja dari segala raja. Setelah Kaisar Konstantinus berkuasa, agama kristen menjadi agama kekaisaran dan Kristus ditempatkan sebagai raja dari segala raja.

Gambaran Yesus Kristus sebagai raja digunakan untuk mempertahankan kekuasaan kaisar. Pada awalnya, kaisar dilihat sebagai utusan-Nya di dunia dan menjalankan pemerintahan berdasarkan otoritas-Nya. Kaisar tidak hanya dilihat

46 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 16.

47 “One and the same Son, our Lord Jesus Christ, the same perfect in divinity and perfect in humanity, the same truly God and truly man composed of rational soul and body, the same one being (homoousios) with the Father as to the divinity and one on being with us as to the humanity, like unto us in all things but sin (Heb 4:5) [...] in two natures, without confusion or change, without division or separation.” [Lihat Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 16.]

48

sebagai penguasa kerajaan tetapi juga kepala Gereja. Kaisar mengadakan dan memimpin beberapa konsili ekumenis.49

Ketika kekaisaran runtuh, paus meneruskan tradisi ini. Paus memiliki hak sebagai pemimpin Gereja dan pemimpin politik; dan memilih serta berhak untuk memberhentikan raja. Paus memerintahkan untuk melakukan ekspansi ke berbagai daerah dan ekspansi ini diprakarsai oleh Spanyol dan Portugis. Para penguasa kolonial mengklaim kekuatan untuk memaksakan agama Kristen kepada orang-orang dari agama lain bahkan dengan kekuatan militer apabila dibutuhkan sekalipun. Perihal ini, ayat Kitab Suci yang menjadi rujukan, “Paksalah orang-orang, yang ada di situ untuk masuk karena rumahku harus penuh” (Luk 14:23).

Sabda Yesus ini terdapat dalam konteks perumpamaan perkataan tuan dalam pesta perjamuan besar (Luk 14:12-24).50

Dalam perjalanan sejarah, paus tidak lagi mengurusi perihal duniawi. Paus memiliki otoritas dalam hal spiritual dan mengklaim dirinya sebagai wakil Kristus. Hingga saat ini, Gereja masih tetap merayakan pesta Kristus sebagai Raja. Gambar Yesus dengan mahkota emas merupakan hal yang biasa. Untuk orang yang fanatik terhadap Yesus, sejak kecil, Yesus dilihat dengan memakai mahkota.51

Amaladoss mengatakan bahwa pada Gereja awal, baik di Timur maupun di Barat, refleksi mengenai Yesus tidak banyak membahas perjuangan-Nya.

Yesus mengatakan kepada para murid baik sebelum dan setelah wafat dan

49 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 16.

50 Michael Amaladoss, The Asian Jesus, 16-17.

51

kebangkitan-Nya bahwa jalan hidup harus melihat sisi kemuliaan daripada penderitaan Yesus. Kita bisa melihat perihal ini dari madah Gereja awal. Paulus mengatakanya dalam Korintus: “Ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1Kor 2:1-2).52

Gereja Timur menyatakan bahwa keselamatan merupakan partisipasi dalam keilahian hidup Yesus yang turun dari surga dan hidup bersama dengan manusia. Hal itu juga menjadi alasan Gereja mempertahankan keilahian dan kemanusiaan Yesus pada konsili-konsili awal. Oleh karena Yesus sungguh manusia, Ia bisa bersama dengan kita, namun oleh karena Yesus sungguh Allah, Ia bisa membuat manusia ilahi dan membagikan keilahian-Nya kepada manusia.53 Gereja Barat menyatakan bahwa keselamatan merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Yesus telah menyelamatkan manusia dengan penderitaan dan wafat-Nya. Penderitaan Yesus merupakan perwujudan dari cinta Allah untuk manusia. Paulus menyatakan, “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh

Gereja Timur menyatakan bahwa keselamatan merupakan partisipasi dalam keilahian hidup Yesus yang turun dari surga dan hidup bersama dengan manusia. Hal itu juga menjadi alasan Gereja mempertahankan keilahian dan kemanusiaan Yesus pada konsili-konsili awal. Oleh karena Yesus sungguh manusia, Ia bisa bersama dengan kita, namun oleh karena Yesus sungguh Allah, Ia bisa membuat manusia ilahi dan membagikan keilahian-Nya kepada manusia.53 Gereja Barat menyatakan bahwa keselamatan merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Yesus telah menyelamatkan manusia dengan penderitaan dan wafat-Nya. Penderitaan Yesus merupakan perwujudan dari cinta Allah untuk manusia. Paulus menyatakan, “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh

Dalam dokumen YESUS KRISTUS HADIR DALAM SETIAP KONTEKS: (Halaman 41-0)