• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Alkitab 36

Haruskah Kesetiaan Allah Menyertaiku?

Lihatlah Ams. 20:6 dan tuliskan di tempat yang tersedia. ________________________________________________ ________________________________________________ Lihatlah Why. 2:10.

Apakah maksudnya bagi kita untuk menjadi 'setia sampai mati', saat kita tidak menderita bahaya fisik? _______________________________ _______________________________ _______________________________

Kita belajar dari Lembar Kerja # 1 bahwa Allah menyatakan kesetiaan-Nya dalam berbagai cara yang berbeda. Ia sediakan dengan apa yang kita perlukan, berikan kita harapan dan kekuatan, tidak pernah meng-ingkari janji dan berbelas kasih dengan senantiasa mengampuni kita. Allah memanggil kita untuk menyatakan macam kesetiaan yang sama kepada-Nya dan orang-orang di sekitar kita pada hari ini.

Bagaimana kita dapat tetap setia dan benar di hadapan Allah dan sesama atau hal-hal berikut?

l Setia di hadapan Allah _________________________________ l Setia di hadapan keluarga dan teman _________________________________ l Setia di hadapan pekerjaan kita __________________________________

Bagi kita hari ini, menjadi setia sampai mati adalah menjadi setia sama seperti yang Allah lakukan. Ini sulit sekali. Kita semua telah mengingkari janji dan melu-kai hati sesama dengan tidak memper-hatikan tekad kita. Kita semua tahu seperti apa rasanya menjadi tidak setia itu. Tetapi Allah memanggil kita semua untuk menjadi setia seperti Dia. Tidak peduli apa situasinya dan bagaimana sulitnya untuk tetap benar di hadapan Allah, keluarga dan teman, kita perlu mengingat kesetiaan Allah dan menya-takan hal yang sama kepada mereka. Roh Kudus akan membantu kita. Kemu-dian, kita akan beroleh upah di surga, yaitu mahkota kehidupan!

Lembar Kerja # 3

Meja untuk Dua Orang

Ia duduk seorang diri di meja yang untuk dua orang. Seorang pelayan berseragam kembali ke sisinya dan bertanya, "Apakah akan terus duduk atau ingin memesan, pak? Orang ini menanti sejak pukul tujuh, telah satu setengah jam yang lalu.

"Tidak, terima kasih," senyum orang ini. "Saya akan menantikannya lebih lama lagi. Bagaimana dengan beberapa cangkir kopi lagi?"

"Baik, pak."

Orang ini duduk, menatap lurus perhiasan bunga yang ada di tengah meja melalui mata birunya. Ia memungut serbetnya, membiarkan suara ringan gertakan gigi, dering peralatan makan, lembutnya musik terdengar mengisi pikirannya. Ia kenakan kemeja berdasi dan jas. Rambut coklat tuanya tersisir rapi dengan sedikit rambut depan yang terjatuh di dahinya. Aroma parfum yang dikenakan menambah kesan pada dirinya. Ia menanggalkan jasnya untuk membuat dirinya merasa penting, dihormati dan dicintai. Tetapi ia bersikap kurang sopan hingga membuat yang lainnya justru merasa kurang nyaman. Tampaknya ia telah abaikan setiap tindakan pence-gahan yang membuat orang lain merasa senang terhadap dirinya. Ia masih duduk seorang diri. Seorang pelayan kembali penuhi cangkir kopinya. "Adakah hal lainnya yang saya dapat berikan kepadamu, pak?

"Tidak, terima kasih."

Pelayan itu tetap berdiri di samping meja orang tersebut. Suatu sentakan pada rasa ingin tahunya. "Saya tidak bermaksud untuk menyelidiki, tetapi..." Suaranya makin mendiam. Perbincangan ini dapat membahayakan uang tambahannya.

"Teruskan," desak orang itu. Ia kuat, tetapi peka, mengundang pembicaraan.

"Mengapa kamu tidak terganggu dalam menantikannya?" tanya pelayan untuk terakhir kalinya.

Tanggap orang itu dengan suara lembut, "Karena perempuan itu membutuhkanku."

"Oh begitu, tetapi bila perempuan itu membutuhkanmu, ia tentu tidak berperilaku seperti ini. Ia tentu mendukungmu."

"Ya, saya tahu."

"Lalu, mengapa kamu masih berada di sini dan menanti?"

Aplikasi

Kehidupan

"Cassie katakan bahwa ia akan berada di sini." "Ia berkata demikian sebelumnya," tanggap pelayan. "Saya tidak akan pernah mentoleransinya. Mengapa kamu mentoleransinya?"

Orang itu memandang dan tersenyum kepada pelayan dan berkata dengan sederhana, "Karena saya mencintainya."

Pelayan itu pergi, merasa heran bagaimana seseorang dapat mencintai seorang perempuan yang tidak mendukungnya. Orang tersebut pasti gila, demikianlah pikirannya. Ia menoleh melihat orang itu kembali. Orang itu tidak tampak gila. Mungkin perempuan itu memiliki kualitas yang saya tidak tahu apa itu. Atau mungkin cinta orang itu lebih kuat daripada yang lainnya. Pelayan itu merenungkannya. Orang itu mengamati pelayan tersebut, berpikir bila ia pernah beroleh dukungan. Orang ini sering mengalaminya, tetapi masih belum dapat menggunakannya. Setiap kali ketika memperolehnya, itu menyakitkan. Ia telah berpikir tentang suatu hal yang akan terjadi sepanjang siang hari ini. Ia memiliki banyak hal menarik untuk diberitahukan kepada Cassie. Tetapi yang lebih penting lagi, ia ingin mendengar suara Cassie. Ia ingin Cassie beritahukan tentang dirinya sepanjang hari ini, tentang kemenangan, kekalahan dirinya atau apapun. Ia telah berusaha banyak kali untuk tunjukkan Cassie betapa besar ia mengasihinya. Ia seharusnya mengetahui bahwa Cassie mempedulikan dirinya pula. Sambil minum kopi, ia berpikir bahwa Cassie terlambat, tetapi masih berharap bila dia akan segera datang. Waktu menunjukkan pukul 9.30, ketika pelayan kembali ke meja orang tersebut.

“Adakah hal lainnya yang saya dapat bantu?” Kursinya masih kosong di hadapan orang itu. “Tidak, saya coba nantikan hingga malam hari. Bolehkah saya minta daftar harganya?”

“Boleh, pak.”

Orang itu keluarkan dompetnya sambil menghela nafas panjang. Ia memiliki cukup uang untuk diberikan kepada Cassie, tetapi hanya membayar cukup untuk lima cangkir kopinya dan uang tambahan.

“Mengapa kamu lakukan ini, Cassie,” demikian-lah pikir orang ini sambil bangun dari tempat duduknya.

“Selamat jalan,” kata pelayan kepada orang itu saat melangkah ke pintu.

“Selamat malam. Terima kasih atas pelayanan-mu.”

“Terima kasih kembali, pak,” kata pelayan dengan lembut, karena ia melihat betapa sesak hati yang terpancar dari mata orang tersebut, sekalipun ia lemparkan satu senyuman. Orang itu berhenti di depan pintu depan untuk membuat pesanan untuk esok hari. Mungkin Cassie akan datang esok hari,

“Pukul 7.00 effsok hari untuk dua orang?” tanya pemilik restoran itu.

“Ya benar,” jawab orang itu.

“Apakah dia akan datang?” tanya pemilik restoran itu. Ia tidak bermaksud menyinggung perasaan tamu, tetapi karena sering perhatikan orang yang duduk seorang diri pada meja yang untuk dua orang itu.

“Suatu hari, ya. Dan saya akan nantikan dia datang,” sambil mengancingkan jasnya serta berjalan ke luar restoran seorang diri. Pundaknya terkulai lemas, tetapi pemilik restoran melalui jendela hanya menduga apakah kedua pundak orang itu akan kembali terkulai lemas atau semakin menambah rasa sesak hatinya.

Orang ini pulang menuju rumahnya, sementara Cassie pergi tidur. Cassie begitu lelah setelah sepanjang hari bersama dengan temannya. Sepertinya Cassie menuliskan sesuatu hal untuk diingat, dan kemudian, ia melihat catatan itu.

“Pukul 7.00,” catatnya. “Sediakan waktu untuk berdoa.” Ah, ternyata ia lupa lagi. Ia merasa menyesal, tetapi tidak lama kemudian rasa sesal itu menghilang. Ia perlu waktu bersama dengan temannya. Dan sekarang ia perlu tidur. Ia dapat berdoa keesokan malamnya. Yesus akan mengampuni saya. Dan ia pastikan bahwa Yesus tidaklah keberatan untuk itu.

Bahan Renungan

Kita semua seperti Cassie, berjanji kepada Allah, tetap mengingkarinya. Kita katakan bahwa kita akan habiskan waktu bersama-Nya dan tidak menyelesaikannya hingga tuntas. Ini menyatakan bagaimana ketidaksetiaan kita sebenarnya. Kita sepertinya akan berpikir bahwa kita lebih setia daripada Cassie, tetapi nyatanya, kita membuat banyak alasan seperti dia untuk mengesampingkan kesalahan kita. Dan tidak dengan Allah saja, tetapi berjanji pula kepada keluarga dan teman atau rekan sekerja dan dengan ”Apakah dia

akan datang?” tanya pemilik restoran itu.

Ia tidak bermaksud menyinggung perasaan tamu, tetapi karena sering perhatikan orang yang

duduk seorang diri pada meja yang untuk dua orang itu.

“Suatu hari, ya. Dan saya akan nantikan dia datang.”

tidak ragu melanggar tekad, karena inilah cara-cara yang terjadi di dalam dunia. Allah tidak pernah telah lakukan demikian. Ia senantiasa setia. Kita melihat banyak contoh dari Lembar Kerja # 1 tentang bagaimana Ia tetap setia kepada umat-Nya, sekalipun kita kekurangan kesetiaan. Ia masih peduli terhadap kita, mengampuni dan memberikan kita harapan. Ia ingin kita belajar dari pada-Nya dan menjadi setia, belajar mengampuni sesama, baik mereka pantas diampuni ataupun tidak, menjaga tekad kita tidak peduli apapun yang terjadi. Memang sulit ketika kita hidup di dalam dunia yang beranggapan bahwa kesetiaan itu bukanlah hal yang berarti. Satu-satunya cara adalah melalui kuasa Roh Kudus. Marilah kita berdoa agar Ia penuhi kita dengan Roh Kudus dan membantu mencapai tujuan tersebut.

Lembar Kerja # 4

Ukuran Kesetiaan

Kita sering menyatakan setia kepada Allah, kekuarga dan teman kita. Tetapi bila kita benar-benar harus mengintrospeksi diri, bagaimana sesungguhnya kesetiaan kita itu? Lihatlah setiap pernyataan berikut dan ukurlah diri kalian pada skala dari 1 hingga 10, dengan angka 10 menunjukkan yang paling setia. (Bagikan

Bahan Renungan ini kepada murid-murid, karena tidak terdapat

di dalam Lembar Kerja mereka. Anda boleh sempatkan waktu untuk diskusikan bagaimana dampak

artikel ini terhadap pemahaman mereka tentang kesetiaan Allah

sebelum memasuki bagian Aktivitas.) Kesetiaan pe a ja ra n l

11