• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 .2 Per ekonom ian Global

2.2.4 Likuiditas Global

Sejak krisis global tahun 2009, perekonomian negar a maju diwar nai kebutuhan dana dan likuiditas yang besar untuk membiayai rekapitalisasi perbankan dan perusahaan di negara masing-masing. Tekanan likuiditas di sektor keuangan dan jasa berpengaruh kepada semakin sulitnya kredit dan sumber pendanaan bagi sektor riil. Dalam kondisi tersebut, pemerintah dan ot or i t as m onet er di negar a m aj u m engam bi l st r at egi kebi jakan ekspansif unt uk memberikan dorongan lebih bagi pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi kebijakan fiskal, untuk mempertahankan level konsumsi domestik, Pemerintah AS

tel ah meluncur kan pr ogr am unemployment-benefi t bagi peker ja yang t er kena dam pak

40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 110,0 120,0 130,0 140,0 GRAFI K I I .6

PERKEM BANGAN H ARGA KOM ODI TAS DUNI A ( I ndeks 1 Jan 2011 =100 )

Rubber Gold Cotton Brent WTI

Bab I I

II-8 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

Per kembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makr o

pemutusan hubungan kerja. Progr am tax-br eak atau pemotongan pajak juga dilaksanakan

bagi masyar akat menengah ke bawah dengan tujuan untuk memper tahankan daya beli masyarakat. Pemerintah AS juga meningkatkan anggaran belanja sosial dan tingkat defisit sebesar 1 persen dari GDP di tahun 2011 dan 2012 sebagai antisipasi untuk melawan krisis. Ber beda dengan di AS, negara-negara di kawasan Er opa yang ter kena krisis utang, seperti Yunani, I rlandia, Spanyol, Portugal, dan I talia dihadapkan kepada situasi untuk memangkas

t i n gkat def i si t nya yang t i nggi dengan m el akukan pr ogr am penget at an fi skal (fi scal

austher ity).

Dalam hal kebijakan m oneter , kebijakan otor it as negar a maju secar a um um dilakukan melalui pelonggar an likuiditas, yang antar a lain ter cer min pada r endahnya suku bunga acuan di masing-masing negara. Ar ah kebijakan tersebut telah berlangsung sejak awal 2009 hingga saat ini. Sebagai contoh, Amerika Serikat telah memper tahankan suku bunganya di

bawah 0,25 persen sejak awal 2009. Pemer intah AS melalui progr am Quantitative Easing

Jilid I telah melakukan pembelian aset hampir sebesar USD 1.75 triliun sejak bulan M aret 2009 untuk mendorong sektor properti yang sangat terpukul kar ena krisis. Untuk menambah likuiditas pasar dan mendukung ekonomi domestik AS, progr am QE dilanjutkan ke tahap I I di bulan November 2010 dengan melakukan pembelian aset sebesar USD600 miliar .

Selain itu, Pemerintah AS juga meluncurkan kebijakan oper ation-tw i st di bulan September

20 11 unt uk t er us m enam bah l i kudi tas pasar , kar ena Pem er i nt ah m asi h m em andang pertumbuhan ekonomi AS belum sepenuhnya pulih pasca krisis. Di kawasan Eropa, Bank Sentral Eropa (ECB) menekan tingkat suku bunga pada level yang rendah sebesar 1,5 persen sejak M ei 2009 dan Bank Sentral I nggris mempertahankan tingkat bunga sebesar 0,5 persen sej ak M ar et 20 09 sebagai upaya menekan beban utang dan ti ngkat defisit ser ta angka penganggur an yang tinggi.

Namun, perkembangan yang terjadi belum sesuai har apan. Perbedaan tingkat suku bunga an t ar a n egar a m aj u dan n egar a ber kem bang ser t a fundam en t al ek onom i di n egar a berkembang yang relatif lebih baik, telah menyebabkan larinya dana-dana likuiditas ke negara ber k em bang. I n st r um en- i n st r um en i nvest asi seper t i saham dan obl i gasi di negar a ber kembang, telah dibanjir i dana asing. I ndeks bursa saham negara-negar a ber kembang

telah meningkat sangat pesat sejak tahun 2009. I ndeks M SCI Emer ging M ar ket telah naik

sebesar 57 persen sejak tahun 2009, sementara indeks M SCI EAFE Developed M ar ket hanya

tumbuh sebesar 11 persen. Sejalan dengan peningkatan indeks bursa saham, kinerja obligasi negar a-negara berkembang juga telah tumbuh cukup tinggi atau sebesar 14 per sen sejak tahun 2009.

Di t ahun 20 11, al i r an m odal m asuk ke negar a-negar a ber kem bang r el at i f m el am bat dibandingkan dengan tahun 2010. H al ini disebabkan oleh kenaikan indeks har ga saham dan obligasi yang sudah ter lalu tinggi di tahun-tahun sebelumnya. Pada saat yang sama, tren penurunan har ga komoditas internasional juga menunjukkan penurunan, kecuali untuk komoditi emas yang masih ter us meningkat. Selama tahun 2011, emas telah meningkat

sebesar 10,1 persen, sementara indeks komoditas yang diwakili oleh indeks GSCI

(Goldman-Sachs Commodi ty I ndex) t um buh negati f sebesar -4 per sen. H al i tu m engindikasikan menurunnya preferensi investor untuk menar uh dananya pada sektor komoditi. M eskipun demikian, perekonomian Eropa tampaknya masih mengalami kesulitan likuiditas sehingga mendorong dilakukan injeksi likuiditas tambahan di semester kedua 2011. Dalam kaitan ini, likuiditas di perekonomian Er opa tidak saja mengalir ke negara negara ber kembang saja

Bab I I

II-9 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

Per kembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makr o

dan pasar komoditas, tetapi juga mulai beralih ke instrument investasi lainnya. Beberapa indikator pasar memberi sinyal bahwa di tahun 2011 sebagian likuiditas tersebut telah masuk ke instrumen obligasi jangka panjang pemer intah AS. H al ini ditandai dengan kenaikan yang tinggi atas indeks obligasi bertenor panjang AS sebesar 34 persen atau jauh melampaui indeks S&P500 yang hanya tumbuh sebesar 1,9 persen. Tren aliran dana keluar dari kawasan Eropa diper kirakan masih akan ber langsung di tahun 2012. Hal ini antara lain didasarkan pada per ki r aan k ont r aksi ekon om i yang akan t er j adi di k awasan t er sebut sehi n gga mendorong investor mengalihkan dananya ke negara-negara dan kawasan lain yang mampu memberikan imbal lebih baik.

2.3 Gam bar an U m um Per ekonom ian I ndonesia 

Di tengah kondisi pelemahan ekonomi di berbagai kawasan, perekonomian I ndonesia di tahun 20 11 tetap m ampu menunjukkan ki ner ja yang cukup bai k. Kondisi fundamental ekonomi tetap terjaga, disertai pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 yang lebih baik dari tahun 2010. Pemerintah, bersama-sama Bank I ndonesia, terus memantau per kembangan global dan domestik serta terus berkoordinasi untuk menyusun str ategi dan kebijakan ter baik bagi pencapaian sasar an pembangunan. Laju inflasi yang ter us menur un dengan angka rata-rata sebesar 3,79 per sen yang jauh lebih rendah dar i target APBN-P 2011 sebesar 5,65 per sen, mer upakan hasil langkah-langkah untuk mengantisipasi gejolak harga komoditas penting di pasar domestik serta upaya menjamin kelancaran distr ibusi kebutuhan masyar akat di seluruh wilayah I ndonesia. Fluktuasi nilai tukar yang rendah merupakan hasil kerja untuk mengantisipasi gejolak lalu lintas arus modal internasional yang dapat berbalik dan memukul stabilitas mata uang dalam neger i dan li kuiditas nasi onal. Rata-r ata ni lai tukar r upiah cenderung menguat sepanjang tahun dan stabil pada kisaran Rp8.779/ USD atau di bawah asumsi tar get yang ditetapkan di dalam APBN-P 2011 sebesar Rp9.250/ USD. Likuiditas pasar dalam neger i cukup ter jaga sehingga mampu memberikan ruang yang cukup bagi stabilitas tingkat suku bunga yang wajar yang mampu mendukung per kembangan aktivitas ekonomi di dalam negeri.

Keberhasilan kinerja ekonomi domestik tidak saja tampak dari peningkatan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tampak pada respon pasar internasional terhadap kondisi pasar domestik. Semaki n bai knya keper cayaan dan penghar gaan dunia i nter nasional t er hadap kondi si fundamental ekonomi I ndonesia ter cer min pada peningkatan status peringkat kredit oleh

lembaga-lembaga pemer ingkat kr edit (cr edi t r ating agencies) inter nasional, sebagaimana

yang telah dilakukan oleh M oodys pada bulan Januar i, S&P di bulan Apr il, dan Fitch di

bulan Desember di tahun 2011 menjadi investment gr ade. Bahkan pada bulan Januari 2012,

M oodys kembali menaikkan peringkat I ndonesia ke tingkat investment gr ade. Di samping

itu, aliran modal asing yang masih cukup tinggi ke instrumen-instrumen keuangan di pasar dalam neger i mengindikasikan kepercayaan para investor asing terhadap prospek ekonomi ke depan yang cukup baik.

Tingkat kepercayaan investor juga tercer min pada perger akan indeks harga saham gabungan (I H SG). Selama tahun 2011, I H SG menunjukkan tr en m eni ngkat. I H SG di awal tahun 2011 dibuka pada level 3704 dan kemudian ter us meningkat. I H SG sempat menyentuh level 4193 di per tengahan 2011, sebelum kemudian ter kor eksi ke tingkat 3549 di bulan September 2011. I HSG akhirnya ditutup pada tingkat 3822 di akhir tahun 2011. Dengan

Bab I I

II-10 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

Per kembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makr o

demikian, selama tahun 2011 tersebut I HSG telah meningkat sekitar 3,2 persen. Peningkatan minat investor juga terjadi pada instrumen obligasi Pemerintah sebagaimana ter cermin pada

penurunan yield sur at-surat utang pemerintah I ndonesia. Dalam hal penerbitan SPN 3 bulan,

besarnya minat investor antar a lain tercermin pada over subscr i bed penawaran di setiap

pelelangan. Secara rata rata suku bunga SPN 3 bulan di tahun 2011 mencapai 4,84 per sen. Tingkat kepercayaan investor asing tidak saja terbatas pada investasi portofolio, tetapi juga

tercermin pada peningkatan arus investasi asing langsung (For eign Dir ect I nvestment/ FDI)

yang t er us m eni ngkat di sepanj ang t ahun 20 11. Ar us m odal m asuk di ser t ai sur pl us per dagangan mampu mendor ong peningkatan cadangan devisa I ndonesia dar i USD96,2 mi li ar di akhi r 20 10 m enjadi USD110 ,1 m il iar . Peningkatan cadangan devisa ter sebut member ikan r uang gerak yang lebih luas bagi upaya mengatasi fluktuasi nilai tukar yang besar.

Selam a 2011, nilai t ukar r upi ah ber ger ak dengan fluktuasi yang r elatif lebih kecil bi la di bandi ngkan dengan per ger akannya di t ahun 20 10 . Rat a-r at a ni l ai t ukar m encapai Rp8.779 per USD di tahun 2011, lebih r endah dari rata-r ata nilai tukar tahun sebelumnya sebesar Rp9.087 per USD, atau dengan kata lain telah terjadi apr esiasi sebesar 3,69 per sen. Namun bila disimak lebih jauh, per gerakan nilai tukar selama 2011 dapat diklasifikasikan ke dalam dua tren utama, yaitu: tr en apresiasi selama Januari -Juli 2011, dan depresiasi selama Agustus-Desember 2011, dengan titik tertinggi nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp8.504 per USD, yang ter jadi di bulan Juli 2012.

Per kem bangan k ondi si per bankan m asi h m enunj ukkan per k em bangan cuk up bai k. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di akhir tahun 2011 mencapai Rp2,784,1 triliun (yoy), tumbuh 19,0 persen dari tahun 2010. Sementara itu, total penyaluran kredit mencapai Rp2.223.7 triliun, tumbuh 24,7 persen (yoy). Peningkatan kr edit ter sebut ter cermin pula pada tren LDR yang meningkat. Di akhir tahun 2010, r asio penyaluran kr edit mencapai 76,85 persen dan di akhir tahun 2011 meningkat menjadi 78,8 per sen. Perkembangan tersebut memberikan sinyal meningkatnya fungsi intermediasi perbankan. Peningkatan penyaluran kredit dilakukan tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko. Kondisi

ini tercermin pada rasio kredit bermasalah (Non Per for ming Loan/ NPL) yang tetap ter jaga

pada tingkat yang r endah, dan di akhir 2011 rasio NPL mencapai 2,6 per sen.

Per kembangan faktor-faktor ter sebut di atas pada akhir nya bermuar a pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 6,2 persen di tahun 2010 menjadi 6,5 persen di tahun 2011. Hal t er sebut m en j adi pent i n g, m en gi n gat k on di si n egar a- n egar a l ai n yan g m engal am i perlambatan laju pertumbuhan. Sebagaimana yang terjadi di negara lain, I ndonesia tidak luput dari tekanan eksternal, khususnya tekanan pada kinerja ekspor. Namun, perlambatan impor yang lebih cepat masih mampu mendorong peningkatan ekspor neto. Di tahun 2011, ekspor neto barang dan jasa tumbuh sebesar 14,4 persen (yoy), lebih tinggi dar i tahun 2010 sebesar 8,69 persen (yoy). Sementara itu, pada periode yang sama kiner ja investasi (PM TB) semakin membaik, dan pada tahun 2011 tumbuh sebesar 8,8 persen (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang tumbuh sebesar 8,5 per sen (yoy). Di lain pihak, konsumsi masyar akat r elatif stabil yang mencer minkan ter jaganya daya beli masyar akat. Konsumsi masyarakat di tahun 2011 tumbuh 4,7 per sen, sama dengan pertumbuhan tahun sebelumnya.

Bab I I

II-11 Nota Keuangan dan RAPBN-P 2012

Per kembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makr o

Dar i sisi penawar an, pertumbuhan sektor manufaktur mencatat peningkatan yang cukup menggembirakan, yaitu dar i pertumbuhan sebesar 4,7 persen (yoy) di tahun 2010 menjadi 6,2 persen (yoy) di tahun 2011. Angka per tumbuhan tersebut merupakan yang ter tinggi sejak tahun 2005 dan merupakan angin segar di tengah-tengah isu deindustrialisasi. Sektor-sektor lainnya yang juga mencatat peningkatan pertumbuhan di tahun 2011 adalah Sektor-sektor perdagangan, hotel, dan r estoran, yang tumbuh sebesar 9,2 persen (yoy), antara lain didorong oleh masih kuatnya konsumsi domestik; sektor keuangan, r iil estat, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 6,8 persen (yoy), terutama didorong semakin ber gairahnya aktivitas perbankan dan jasa riil estat; dan sektor jasa-jasa lainnya yang tumbuh sebesar 6,7 persen (yoy). Pada tahun tersebut sektor pertanian tumbuh sebesar 3,0 persen (yoy), sama dengan tahun 2010. Pertumbuhan di sektor tersebut terutama didukung oleh peningkatan kinerja subsektor per kebunan dan per i kanan. Sementar a itu, sektor -sektor lainnya mengalami per lambatan. Per lambatan yang paling nyata terlihat pada sektor pertambangan yang di tahun 2011 tumbuh 1,4 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di tahun 2010 sebesar 3,6 persen (yoy). Perlambatan ini antara lain dipengaruhi oleh penurunan produksi minyak dan hasil tambang batubar a.

M emasuki tahun 2012, tekanan harga minyak mentah dunia semakin dirasakan dan harga minyak mentah diperkirakan akan tetap tinggi pada level di atas USD100 per barel hingga akhir tahun. Hal serupa juga ter jadi pada I CP sehingga memberi beban yang cukup ber at terhadap anggaran subsidi energi dalam struktur APBN 2012. Kondisi ini mendasari perlunya dilakukan pengendalian subsidi BBM dan listr ik untuk menjaga sustainabilitas fiskal dan ekonomi ke depan. Pemerintah menyadari bahwa kebijakan tersebut akan membawa dampak pada lebih tingginya laju inflasi, dan kondisi per ekonomian domestik. Oleh kar ena itu, Pem er i nt ah ber encana m em ber i kan per l i ndungan kepada m asyar akat dal am bent uk kompensasi pengurangan subsidi energi, agar daya belinya terjaga.

Selain tekanan akibat penyesuaian harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL), terdapat tekanan ekst er nal l ai nnya ber upa dampak pelem ahan ekonom i global ter hadap kiner ja ekspor I ndonesia. Demikian pula, masih terdapat tantangan yang berasal dari dalam negeri berupa penur unan kapasitas produksi sumber-sumber minyak di dalam neger i yang memberikan tekanan pada pelaksanaan APBN. Di sisi lain, masih terdapat peluang-peluang yang dapat dioptimalkan untuk memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi, di antaranya adalah momentum perbaikan iklim investasi dan tren modal masuk, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung. Daya tarik instr umen obligasi negara yang masih cukup kuat, khususnya SPN 3 bulan, dapat menjadi salah satu sumber pendanaan APBN dengan tingkat bunga yang relatif rendah. Stabilitas ekonomi, arus modal masuk, dan kinerja ekspor yang diir ingi koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dapat memberikan jaminan lebih baik untuk menjaga pergerakan nilai tukar dengan fluktuasi yang rendah.