• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIF DALAM MELAKUKAN MERGER & AKUISISI

3.2 MANAGERIAL GAINS

Secara umum, motif ini menyatakan bahwa manajer mencari keuntungan dengan mengorbankan keuntungan pemegang saham. Motif ini pertama kali didasari oleh adanya teori dari ketidakefi sienan internal didalam suatu perusahaan, atau yang disebut x-ineffi ciency. Didalam kedaaan nyata perusaahan adalah suatu organisasi yang kompleks dimana terdapat pemisahan antara ownership dan control. Ownership dimiliki oleh pemegang saham, sedangkan control dimiliki oleh pihak manajemen. Didalam organisasi seperti ini keputusan secara umum mengenai efi siensi untuk perusahaan berada di tangan manajemen, yang mungkin saja memiliki tujuan utama selain peningkatan nilai perusahaan bagi pemegang saham. Di lain sisi pemegang saham sebagai pemilik perusahaan menginginkan perusahaan agar efi sen sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Perbedaan pandangan ini merupakan contoh dari teori principal-agent, karena itu motif ini sering disebut juga sebagai motif agensi. Secara khusus managerial gains dapat di bagi lagi menjadi dua yaitu hubris motives dan discretion motives.

3.2.1 Hubris motives.

Dalam beberapa kasus akusisi, manager mengakuisisi perusahaan lain untuk kepentingan atau ego diri sendiri dan bukan demi keuntungan perusahaan. Salah satu bentuk pemunculan ego adalah ketika manager melakukan

overpaid kepada perusahaan target. Hal ini dapat dilatarbelakangi banyak hal, salah satunya karena manager merasa namanya akan menjadi buruk jika kalah dalam tender suatu proyek dengan perusahaan kompetitor, sehingga memutuskan untuk memberikan nilai yang lebih tinggi dari pada nilai fundamental yang sebenarnya. Konsekuensinya perusahaan akan mengalami kerugian karena mendapatkan return aktual yang tidak sebanding dengan nilai yang dibayarkan. Hubris motives juga dikenal dengan

pride of management.

3.2.2 Discretion motive.

Motif ini juga disebut managerial discretion motive. Motif ini menjelaskan bahwa tujuan manajer adalah untuk meningkatkan ukuran perusahaan yang mereka pimpin. Tujuan mereka adalah pertumbuhan dan cara paling cepat mencapai pertumbuhan adalah dengan akuisisi. Alasannya bisa disebabkan kompensasi yang diterima secara langsung berkaitan dengan ukuran perusahaan (Mueller, 1969).

Mini-CASE: TATA

Tata adalah perusahaan swasta tertua dan terbesar di India. Didirikan pada tahun 1868, grup yang sekarang terdiri dari lebih dari 100 perusahaan, dengan omset lebih dari $ 70 miliar. Ia memiliki berbagai kepentingan, dengan perusahaan perdagangan di bidang-bidang yang beragam seperti baja, mobil dan truk, bahan kimia, konsultasi IT, ritel dan hotel. Grup Tata sangat terdesentralisasi, dan perusahaan anggota memiliki otonomi besar dalam hal strategi dan operasi. Instrumen utama untuk menyatukan kelompok adalah merek perusahaan Tata. Namun, tidak semua perusahaan menggunakan merek perusahaan dengan cara yang sama. Banyak lini bisnis,

seperti Tata Minuman dan Tata Motors, tetap menggunakan nama dan logo secara eksplisit. Namun, beberapa perusahaan dalam grup, seperti Trent dan Taj Hotels, tidak hanya memilih untuk tidak menggunakan nama Tata. Taj Hotel juga memiliki tanda merek sendiri. Ketidakkonsistenan ini dilihat oleh grup Tata sebagai hal yang kurang signifi kan dibandingkan dengan memegang prinsip nilai dasar yang dimiliki oleh Tata. Perusahaan ini pada awalnya didirikan dengan tujuan untuk menciptakan dan menyebarkan kekayaan untuk memperkuat bangsa India dan ekonominya. Sebelum tahun 1991 kelompok Tata memiliki beberapa kepentingan di dunia luar India. Identitas merek Tata sangat kuat akan “aroma” India, karena memang berakar pada budaya dan sejarah India. Namun, Ratan Tata, pemimpin kelompok itu, berpikir agar kepercayaan tersebut perlu berubah. Dia merasa bahwa masa depan Tata tergeletak di luar India, dan hal itu yang membuat Tata harus bercita-cita untuk menjadi perusahaan global.

Tapi bisakah sebuah perusahaan dengan identitas India seperti TATA berhasil dalam membangun merek global? Dan jika demikian, apa yang akan menjadi kelemahan? Masih banyak orang India yang percaya bahwa proses globalisasi akan mengubah Tata dan merusak nilai-nilainya, mengubahnya menjadi sekadar perusahaan besar yang akan hanya peduli dengan keuntungan atau laba. Orang lain di luar India bertanya-tanya apakah konsumen barat secara khusus akan benar-benar menerima merek Tata.

Melangkah keluar dari India. Perusahaan Tata mulai melakukan akuisisi kecil di luar India pada akhir 1990-an. Akuisisi besar pertama adalah bahwa dari Tetley Tea, salah satu merek teh Inggris terkemuka, oleh Tata Tea (yang sekarang dikenal sebagai Tata Beverages) pada tahun 2000. Akuisisi ini berjalan tanpa keluhan. Kemudian Tata melanjutkan dengan mengakuisisi, baja Corus (yang dilakukan oleh Tata Steel) pada tahun 2007. Dan menyusul Jaguar Land Rover oleh Tata Motors pada tahun 2008. Sejak tahun 2005, telah terjadi aliran akuisisi di Eropa, Asia dan Amerika Utara.

Tata menghadapi tekanan yang berbeda, dan harus merespon dengan cara yang berbeda. Kelompok ini memiliki secara bersamaan untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di India itu tidak akan meninggalkan nilai-nilai tradisional dalam mendukung pertumbuhan global. Dan untuk meyakinkan para pemangku kepentingan di perusahaan

itu bahwa merek favorit mereka tidak akan terdistorsi oleh nilai global. Di beberapa sektor, Tata mengikuti kebijaksanaan konvensional. Pada tahun 2010, setelah mempertimbangkan dengan cermat, Tata Steel akhirnya mengubah namanya Corus sebagai Tata Steel Eropa. Meski begitu, ada beberapa kekhawatiran di Tata Steel seperti apa dampak re-branding ini pada reputasi Corus-dan Tata Steel di India. Namun akhirnya hal tersebut dapat hilang sejalan dengan perjalanan waktu yang ada.

Aspek lainnya, merek Tetley telah menjadi bagian dari kelompok Tata selama 10 tahun. Namun merek Tetley tetap independen dalam hal identitasnya walaupun Tata tetap menuliskan dalam kemasan sebuah kalimat yang mengingatkan konsumen bahwa mereka Tetley sebenarnya bagian produk Tata. Tapi pelanggan Tetley tegas melihatnya sebagai produk Inggris bukan India. Hal yang sama bahkan lebih kuat terjadi dengan Jaguar dan Land Rover, di mana Tata Motors telah terus terang menolak saran re-branding dengan nama Tata. Ini adalah merek tua dan terkenal, dan Tata Motors berpikir re-branding akan menghancurkan nilai dari Jaguar (Witze, 2010).

PERTANYAAN PENGUASAAN MATERI

1. Jelaskan mengenai motif M&A? Kesimpulan apa yang anda bisa tarik 2. Bagaimanakah anda menyimpulkan motif M&A yang dilakukan oleh

perusahaan dibawah ini dalam studi kasus: a. CT Group

b. Johnson & Johnson c. Tata Group

-oo0oo-M

eskipun merger dan akuisisi sama-sama mengacu pada corporate reorganization yang berdampak pada perpindahan kepemilikan dari perusahaan target ke perusahaan pembeli, keduanya merupakan istilah yang berbeda. Namun perbedaan di antara kedua istilah tersebut terkadang masih ambigu. Hirshleifer (1995) mengatakan bahwa transaksi merger maupun akuisisi sama-sama secara umum merupakan konsep takeover. Takeover sendiri dapat terjadi secara friendly maupun hostile.

Jenkinson dan Mayer (1994) mengatakan bahwa apabila manajer perusahaan target menolak akuisisi maka takeover tersebut merupakan hostile takeover.