• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMPLOYEE STOCK OWNERSHIP PLANS – ESOP

8.1 PENYEBAB KEGAGALAN BISNIS

Dun & Bradstreet (2012) melakukan penelitian besar terkait dengan kebangkrutan bisnis dan menemukan beberapa faktor di bawah ini yang menjadi penyebab terjadinya kebangkrutan dalam bisnis.

Tabel 8.1 prosentase organisasi yang mengalami kebangkrutan.

Lama beroperasi Persentase (%)

Satu tahun atau kurang 10.7

Dua tahun 10.1

Tiga tahun 8.7

Total tiga tahun atau kurang 29.5

Empat tahun 7.8

Lima tahun 7.0

Total lima tahun atau kurang 44.3

Total enam sampai sepuluh thn 23.9

Lebih dari sepuluh tahun 31.8

100.0 Sumber: gaughan (2011)

Aspek Ekonomi.Penyebab perusahaan jatuh dalam kebangkrutan dapat terdiri dari beberapa faktor. Seringkali disebabkan perusahaan mengadopsi business model yang buruk, dipimpin oleh manajemen yang tidak efi sien, atau bekerja dengan struktur modal yang tidak berjalan dengan baik. Kondisi ekonomi yang buruk secara keseluruhan atau pada pasar tertentu dimana bisnis beroperasi umumnya menjadi penyebab

kebangkrutan. Terdapat periode tertentu dimana konsumsi konsumen berkurang dan berdampak pada rendahnya pendapatan. Pergeseran preferensi konsumen juga dapat menjadi penyebab lainnya. Sebagai contoh, seorang pemilik usaha kecil yang memiliki toko musik terpaksa menutup toko jika pelanggan mulai lebih memilih download digital, bukan CD. Persaingan dengan perusahaan lebih besar juga merupakan faktor pasar lainnya yang dapat membuat kecilnya revenue perusahaan dan membawa pada kebangkrutan.

Aspek Keuangan. Faktor lainnya adalah pendanaan perusahaan. Pendanaan adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi bisnis skala kecil. Banyak pemilik bisnis menggunakan pinjaman untuk mendanai operasinya. Ketika bisnis mengalami kesulitan, peminjam mungkin tidak mau memberikan dana tambahan yang dapat berdampak pada kebangkrutan. Meskipun pemilik dapat menambah pendanaan untuk menyelamatkan perusahaan dalam jangka pendek, jumlah hutang yang tinggi membuat perusahaan sulit memperoleh profi t karena kewajiban membayar bunga pinjaman.

Faktor pengalaman dan tatakelola. Kurangnya perencanaan juga dapat membawa pada keputusan yang salah dan kegagalan bisnis. Contohnya, seorang pemilik bisnis yang mengeluarkan uang dan waktu mengembangkan sebuah produk tanpa melakukan survey customer dan mempelajari biaya produksi untuk melihat apakah produk tersebut dapat menghasilkan profi t. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam bidang keuangan dan manajemen dapat meningkatkan kecenderungan pengambilan keputusan yang buruk. Namun, tentu saja, tidak ada perusahaan yang tidak pernah mengambil keputusan yang salah.

Kegagalan bisnis juga dapat disebabkan struktur tata kelola per-usahaan yang tidak ideal dalam organisasi. Kegagalan untuk mengadopsi model tata kelola perusahaan yang ideal akan berdampak pada board of di-rector yang pasif dan dapat mempercepat kebangkrutan perusahaan. Seba-liknya, tata kelola perusahaan yang tepat dapat mencegah perusahaan jatuh dalam kebangkrutan. Tentunya, beberapa studi telah menunjukkan hu-bungan kuat antara kinerja perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang efektif. Board independence dan equity ownership beserta tata kelola yang baik dapat menciptakan lingkungan dimana manajemen dapat dimonitor secara efektif dan kebangkrutan secara umum dapat dihindari.

Namun apa yang terjadi ketika perusahaan telah mengalami kebangkrutan? Secara tradisional, restrukturasi fokus pada reformasi

fi nansial dan manajerial, mengabaikan isu yang tidak kalah penting, yaitu tata kelola perusahaan. Perhatian pada tata kelola padahal dapat memberi manfaat besar ketika perusahaan hendak bangkit dari kebangkrutan. Struktur tata kelola yang baik menjadikan aktivitas monitoring lebih baik, meningkatkan akuntabilitas manajerial, dan meningkatkan kinerja jangka panjang.

Kisah kebangkrutan Loewen Group merupakan salah satu ilustrasi penting mengenai pentingnya tata kelola yang tepat, baik sebelum maupun setelah kebangkrutan. Sebelum kebangkrutan, Loewen seringkali mengeksekusi strategi bisnis yang buruk dan kemudian mengajukan perlindungan kebangkrutan kepada pengadilan, sistem monitoring manajemen yang tidak efektif oleh jajaran direksi juga memperparah pengeksekusian strategi bisnis ini. Dalam kebangkrutannya, sebagai tambahan terhadap restrukturasi keuangan dan manajerial, Alderwoods Group (perusahaan suksesor) mengadopsi beberapa rangkaian reformasi tata kelola perusahaan yang didesain untuk merehabilitasi bisnis dan mencegah kegagalan kembali.

Loewen Group sendiri adalah pemain utama dalam pasar rumah duka dan pemakaman. Pada tahun 1998, Loewen memiliki dan mengoperasikan 1115 rumah duka dan 427 pemakaman di Amerika Utara. Bisnis ini kemudian berkembang pesat melalui rangkaian akuisisi pada akhir 1980 hingga 1990an. Untuk membiayai akuisisi ini, perusahaan menambah jumlah hutangnya secara signifi kan, berakibat pada arus kas negatif. Akibatnya, berbagai tuntutan hukum diajukan melawan Loewen Group pada pertengahan 1990an. Loewen kemudian mengisi petisi untuk perlindungan creditor pada 1 Juni 1999. Rencana reorganisasi disetujui akhir 2001 dan perusahaan berkembang dibawah Alderwoods Groups, Inc.

Penyebab kebangkrutan lainnya dapat disebabkan lokasi bisnis yang buruk, kehilangan karyawan kunci, tuntutan hukum oleh kompetitor, dan

personal issue seperti sakit atau perceraian. Bencana yang tidak terduga dan perbuatan kriminal seperti banjir, badai, kebakaran, pencurian dan kecurangan juga dapat membawa pada kebangkrutan.

Faktor Fraud. Fraud yang ada terjadi dalam perusahaan juga dapat menyebabkan suatu perusahaan mengalami kebangkrutan. Fraud

secara umum dapat diartikan sebagai kesalahan yang secara sengaja dilakukan, dengan tujuan untuk menghilangkan atau mengambil hak pihak lain atau menguntungkan diri sendiri (Arens, Elder, & Beasly, 2012). Sehingga secara singkat dapat dikatakan fraud adalah tindakan penipuan dengan tujuan untuk menguntungan salah satu pihak. Salah satu contoh kebangkrutan karena fraud adalah skandal Enron dengan KAP (kantor akuntan pubilk) Arthur Anderson yang terjadi pada 2001-2002.

Enron adalah perusahaan hasil merger antara InterNorth dan Houston Natural Gas pada tahun 1985. Waktu itu Enron merupakan perusahaan pada industri energi. Dalam perkembangannya, Enron tumbuh menjadi pemain utama dalam industri energi di Amerika dan di dunia. Bersamaan dengan hal tersebut Enron juga melakukan diversifi kasi ke berbagai industri lain, sehingga menjadikan dirinya perusahaan konglomerasi. Enron yang merupakan perusahaan terbuka dan listing di bursa saham Amerika memilih KAP Arthur Anderson sebagai auditor laporan keuangannya. Arthur Anderson sendiri merupakan salah satu big fi ve KAP di dunia.

Pada kondisi normal Arthur Anderson bertugas utnuk memeberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang diterbitkan oleh Enron adalah wajar sesuai kondisi perusahaan.

Fraud yang dilakukan oleh Enron adalah melakukan penipuan terhadap laporan keuangan perusahaannya sendiri. Pada laporan keuangan tahun 1997-2001 Enron melakukan penipuan, dengan melaporan perusahaan mampu menghasilkan laba. Sedangkan kenyataannya perusahaan mengalami kerugian. Salah satu penipuan terbesar Enron adalah pada tahun 2001 Enron mencatatkan memperoleh laba bersih sebsear $393 juta atau naik $100 juta dari tahun sebelumnya. SEC (Securities Exchange Commission) selaku pengawas pasar modal Amerika mencurigai ketidakberesan dalam Enron, dan membentuk tim investigasi. Tidak lama setelah SEC bergerak, Enron mengeluarkan revisi laporan keuangannya selama 5 tahun. Dalam revisi tersebut, Enron secara total membubuhkan kerugian sebesar $586 juta serta mengalami penambahan hutang sebesar $2,5 miliar.

Harga saham Enron yang sebelumnya berada pada sekitar level $30 perlembar saham turun menjadi beberapa dolar saja, dan bahkan menjadi puluhan sen, hingga dikeluarkan dari lantai bursa saham Amerika. Pada Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat kurang lebih 5.000 pegawainya. Dalam waktu berdekatan ditemukan juga bahwa Enron tidak melaporkan hutangnya sebesar 1 miliar dolar Amerika sehingga mengurangi laba ditahan Enron sebesar nilai yang sama.

Fraud oleh Enron ini juga menyeret Arthur Anderson dalam kondisi kebangkrutan. Arthur Anderson diputuskan bersalah oleh pengadilan Amerika karena dengan sengaja menghilangkan barang bukti (berkas-berkas audit Enron) sehingga menyebabkan penghambatan dalam penyelidikan Enron. Arthur Anderson juga terbukti melakukan prosedur audit salah sehingga menghasilkan opini audit yang tidak tepat untuk laporan kuangan Enron. Arthur Anderson terus mengalami konsekuensi negatif seperti kehilangan klien-klien auditnya, pembelotan affi liasi kepada KAP lain, dan larangan bertransaksi terhadap semua fungsi pemerintahan Amerika. Dengan kondisi seperti ini Arthur Anderson akhirnya menyatakan kebangkrutan.