• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN DATA

FAKTOR EKSTERNAL

IV- 36 5.Market share

Berdasarkan data annual report Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia tahun 2011, Telkom Flexi memiliki market share nasional untuk segmen industri penyedia layanan telekomunikasi FWA berbasis CDMA sebesar 57,16 %, sementara kompetitor utamanya untuk segmen yang sama yaitu Bakrie Esia memiliki pangsa pasar sebesar 38%, diikuti Star One sebesar 2,2 % dan sisanya terdistribusi secara merata ke operator CDMA Hepi dan SmartFren. Dari data tersebut dapat dikatakan Telkom Flexi masih menjadi market leader di segmen FWA berbasis CDMA. Sementara itu, berdasarkan data internal perusahaan PT. Telkom Divre IV Jateng dan DIY tahun 2011, pangsa pasar produk Telkom Flexi di Area Telkom Divre IV juga masih menjadi market leader dengan tingkat pangsa pasar per-Desember 2011 adalah sebesar 56,91 %, diikuti oleh pesaing utamanya di segmen yang sama ESIA sebesar 32.57 %.

Untuk tingkat penetrasi pasar nasional segmen industri layanan telekomunikasi fixed wireless berbasis CDMA baru mencapai 14,77%. Dari segi pemanfaatan jaringan, fixed wireless Telkom Flexi baru berada di angka 18,2 juta sst dari total 26,7 juta sst yang tersedia, yang artinya pemanfaatan jaringan belum dilakukan secara optimal. Karena tingkat penetrasi pasarnya yang masih rendah, dan tingkat pertumbuhan industri FWA berbasis CDMA di Area Telkom Divre IV Jateng & DIY pada tahun 2011 yang masih sangat tinggi yaitu 25,32 %, maka peluang untuk meraih pelanggan di segmen industri FWA ini masih terbuka lebar. Kapasitas jaringan FWA Telkom Flexi yang masih tersedia dan lebih besar daripada pesaing utamanya Esia dianggap menjadi faktor penentu kekuatan bersaing dan daya tarik untuk memperluas pangsa pasar dan meningkatkan penetrasi pasar Telkom Flexi. Diagram dan data-data mengenai pangsa pasar dan tingkat pertumbuhan industri CDMA dan seluler dapat dilihat di lampiran L-4.3.

commit to user

IV-37

Maka Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut Market share

Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi score nilai 3 karena berdasarkan data pendukung penelitian, posisi posisi Telkom Flexi di segmen industri penyedia layanan telekomunikasi fixed wireless access

memang sebagai market leader. Namun tingkat market share Telkom Flexi di segmen industri perusahaan penyedia layanan telekomunikasi umum/campuran setelah diperhitungkan operator penyedia layanan telekomunikasi seluler dan fixed wireline di dalam perhitungan pangsa pasar, maka Telkom Flexi Divre IV hanya memiliki tingkat pangsa pasar sebesar 6,49% atau menempati urutan ke-5 setelah Telkomsel, Indosat IM3, Xl, dan Tri. Nilai score 4 pada Internal Factor Evaluation Matrix

akan diberikan apabila Telkom Flexi mampu menjadi market leader baik di segmen industri penyedia layanan FWA maupun seluler.

6. Sales

Menurut Hermawan Kertajaya di dalam bukunya yang berjudul on Becoming a Customer-Centric Company (2004), di dalam menghitung tingkat sales growth dari sebuah produk ada dua hal yang seharusnya diperhatikan. Kedua hal tersebut yaitu tingkat sales dari produk itu sendiri, dan tingkat churn (kehilangan pelanggan) yang diakibatkan berhentinya pelanggan dalam menggunakan sebuah layanan produk/jasa serta beralihnya pelanggan untuk menggunakan jasa produk kompetitor. Dapat dikatakan juga bahwa apabila sebuah produk memiliki tingkat sales yang besar, namun disisi lain produk tersebut memiliki tingkat churn yang jauh lebih besar daripada sales maka dapat dikatakan bahwa growth sales dari produk tersebut bernilai negatif. Tabel 4.30, 4.31, dan 4.32 di bawah ini merupakan data sales, tingkat churn dan growth sales dari tiap operator penyelenggara layanan telekomunikasi CDMA di Jateng & DIY.

commit to user

IV-38

Tabel 4.30.Sales Segmen Industri FWA Divre IV Jateng & DIY

Operator 2008 2009 2010 2011

Telkom Flexi 52.38% 37.18% 32.17% 19.96%

Indosat StarOne 74.92% 21.28% 34.19% 10.65%

Bakrie Telecom Esia 158.30% 91.18% 44.92% 34.04%

Mobile 8 Fren 0.00% 0.00% -83.06% 1398.56%

Sales

Tabel 4.31. Tingkat Churn Segmen Industri FWA Divre IV Jateng & DIY

Tabel 4.32.Growth Sales Segmen Industri FWA Divre IV Jateng & DIY

Berdasarkan Tabel 4.32 diatas, Telkom Flexi Divre IV memiliki growth sales yang paling tinggi dibandingkan dengan kompetitor utamanya pada segmen bisnis FWA berbasis CDMA yaitu ESIA. Akan tetapi Telkom Flexi Divre IV gagal mencapai target growth sales yang ditetapkan oleh perusahaaan pada periode 2010-2011 yakni sebesar 9,98%. Sementara untuk tingkat churn rate tahun 2011, Telkom Flexi gagal mememenuhi target yang ditetapkan oleh perusahaan yakni sebesar 10,23 %.

Kompetitor utama Telkom Flexi pada segmen industri layanan FWA ESIA berhasil melebihi target sales yang ditetapkan untuk tahun 2011 yakni sebesar 30,41 % namun gagal memenuhi target churn yang ditetapkan yaitu sebesar 19,41 %. Sementara untuk target growth sales sendiri Esia gagal mencapai target yang ditetapkan yaitu sebesar 11.00 %.

Angka tersebut merupakan bukti kelemahan Telkom Flexi karena gagal mengintegrasikan seluruh sumber daya internal yang dimiliki oleh

Operator 2008 2009 2010 2011

Telkom Flexi 18.00% 14.35% 11.92% 12.46%

Indosat StarOne 36.78% 42.34% 33.67% 37.34%

Bakrie Telecom Esia 27.55% 33.11% 24.44% 28.11%

Mobile 8 Fren 36.55% 40.22%

CHURN

Operator 2008 2009 2010 2011

Telkom Flexi 34.38% 22.83% 20.25% 7.50%

Indosat StarOne 38.14% -21.06% 0.52% -26.69%

Bakrie Telecom Esia 130.75% 58.07% 20.48% 5.93%

Mobile 8 Fren 0.00% 0.00% -119.61% 1358.34%

commit to user

IV-39

perusahaan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut growth sales Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi score nilai 2 sebagai indikator kekuatan karena meski Telkom Flexi gagal mencapai target growth sales yang ditetapkan, Telkom Flexi masih menjadi perusahaan dengan tingkat

growth sales terbaik diantara pesaingnya yang bergerak di segmen industri layanan telekomunikasi FWA berbasis CDMA.

B. Financial

1. ROA (Return on Asset) Menurut Hanafi (2000:83)

Return on Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk

Menurut Waren (2005:63)

usaha, sumber daya ini dapat berbentuk fisik ataupun hak yang mempunyai nilai eko

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa return on asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA menunjukkan keefisienan perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. ROA dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya.

Berdasarkan data internal annual report PTPT. Telkom Divre IV Jateng & DIYperiode 2010, ditunjukkan pencapaian ROA dari tiap opertor penyelenggara layanan telekomunikasi seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.33 di bawah ini :

commit to user

IV-40

Tabel 4.33. Rekapitulasi ROA Operator Layanan Telekomunikas

Dari tabel 4.33 di atas terlihat bahwa PT. Telekomunikasi Indonesia tbk atau Telkom Group memiliki tingkat return of asset yang paling tinggi apabila dibandingkan perusahaan kompetitor lain seperti Indosat dan Bakrie Telecommunication. Hal ini merupakan indikator kekuatan

financial bagi perusahaan karena perusahaan memiliki kemampuan paling baik dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki dibanding kemampuan menghasilkan laba perusahaan pesaing. Sehingga Internal Factor Evaluation Matrix untuk sub-atribut Market share Telkom Flexi area Jawa Tengah dan DIY akan diberi rating score nilai 4.

2. ROE (Return on Equities).

Menurut Susan Irawaty (2006;61),

Return on equity atau yang sering disebut dengan rate of return on net worth, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang

Dapat disimpulkan, bahwa return on equity adalah rasio yang digunakan untuk melihat sejauh mana perusahaan dapat memberikan keuntungan di masa yang akan datang. Atau dengan kata lain, dengan return on equity yang tinggi, perusahaan memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham. Dalam hal ini secara otomatis akan berdampak pada peningkatan harga saham.

Menurut Agus Sartono (2001;124),

Return on equity atau return on net worth dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan. Apabila proporsi hutang makin besar maka

ROA 2007 2008 2009 2010 2011

TELKOM 14.70% 16.90% 11.70% 11.70% 11.60%

Indosat 6.47% 4.50% 4.06% 2.05% 1.98%

Bakrie Telecom 4.71% 2.08% 1.27% 0.75% -1.85%

commit to user

IV-41

Dari pernyataan di atas maka faktor yang mempengaruhi tingkat return on equity salah satunya adalah tingkat hutang perusahaan. Tingkat hutang perusahaan yang tinggi maka rasio pengembalian akan tinggi pula. Faktor yang menentukan besar kecilnya return on equity sangat bergantung pada kinerja perusahaan itu sendiri. Kinerja perusahaan yang baik akan memberikan tingkat return on equity yang baik atau sebaliknya. Di dalam laporan keuangan, return on equity diperoleh dengan memperhatikan jumlah laba bersih setelah pajak dan jumlah total capital. Jika jumlah laba bersih yang didapat perusahaan tinggi sementara jumlah total modal sendiri perusahaan rendah maka tingkat retun on equity akan tinggi. Namun sebaliknya apabila jumlah laba bersih yang didapat perusahaan rendah sementara jumlah total modal sendiri perusahaan tinggi maka tingkat return on equity akan rendah.

Berdasarkan data internal annual report PT Telkom Divre IV Jateng & DIY periode 2010, akan disajikam tebel pencapaian return of equity dari masing-masing perusahaan operator layanan telekomunikasi baik seluler maupun CDMA ditunjukkan pada tabel 4.34 di bawah ini:

Tabel 4.34. Rekapitulasi ROE dari Masing-Masing Perusahaan Operator

ROE 2007 2008 2009 2010 2011

TELKOM 40.20% 39.20% 31.50% 29.50% 26.00%

Indosat 17.71% 13.36% 12.43% 6.06% 5.41%

Bakrie Telecom 11.72% 3.50% 2.89% 1.78% -4.62%

XL Axiata -0.35% 19.42% 21.75% 24.58% 28.02%

Dari Tabel 4.34 di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan PT. Telekomunikasi Indonesia tbk/Telkom Group dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan tersebut merupakan yang terbaik diantara perusahaan operator pesaing. Hal ini merupakan indikator kekuatan financial yang dimiliki PT. Telekomunikasi Indonesia tbk/Telkom Group. Sehingga Internal Factor Evaluation Matrix

untuk sub-atribut ROE akan diberi score nilai 4 karena tingkat ROE dari tahun ke tahun masih merupakan yang terbaik sekalipun menunjukkan tren penurunan tingkat ROE apabila dibandingkan periode-periode sebelumnya dan merupakan indikator kekuatan financial.

commit to user

IV-42