• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN DATA

FAKTOR EKSTERNAL

D. Physical and Operational Resource

1. Stabilitas dan Trend Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Menurut Manager Area Flexi Kandatel Yogyakarta, perubahan pada ekonomi di Indonesia, regional dan global dapat mempengaruhi kinerja PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan secara otomatis akan mempengaruhi juga PT. Telkom Divre IV Jateng &DIY. Dua peristiwa signifikan yang mempengaruhi ekonomi Indonesia adalah krisis di tahun 1997 dan krisis ekonomi global yang dimulai pada tahun 2007. Krisis ekonomi tahun 1997 mempengaruhi seluruh kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, krisis ekonomi muncul karena krisis kredit rumah di AS menekan ekonomi Indonesia walaupun tidak seburuk tahun 1997. Krisi kredit rumah di Amerika Serikat berakibat pada paruh kedua tahun 2010 dan awal tahun 2011, nilai tukar Euro mengalami tekanan yang kuat, terutama disebabkan oleh dari defisit anggaran yang terjadi di Portugal, Spanyol, Yunani, Irlandia dan Italia. Krisis Euro sangat berpengaruh pada sektor finansial, meski tidak memiliki dampak yang signifikan atau nyata pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang diperkirakan Pemerintah akan tetap positif pada tahun 2012. Namun, lebih jauh menurut Manager Flexi Area Divre IV Kandatel Yogyakarta menjelaskan apabila krisis berlangsung berkepanjangan, perusahaan tidak dapat menjamin tidak adanya dampak yang material dan merugikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia serta konsekuensinya terhadap usaha milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Di masa lalu, volatilitas ekonomi memiliki dampak material dan negatif pada kualitas dan pertumbuhan bisnis di Indonesia selain faktor lain seperti depresiasi mata uang, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan suku bunga, kenaikan inflasi dan melemahnya daya beli masyarakat serta gejolak sosial.

Selama tahun 2011, ekonomi Indonesia terbilang stabil seperti terlihat dari stabilitas nilai tukar Rupiah sekitar Rp 9.000 per Dollar AS dan suku bunga SBI pada 6,75% per tahun, inflasi single digit dalam dua tahun

commit to user

IV-54

terakhir dan pertumbuhan positif ekonomi. Namun, tetap tidak ada jaminan bahwa tidak akan terjadi lagi ketidakstabilan ekonomi di masa mendatang yang tidak akan mempengaruhi kinerja bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Kondisi ekonomi yang merugikan dapat berakibat pada muramnya kegiatan ekonomi, berkurangnya pendapatan yang tersedia bagi konsumen untuk dibelanjakan dan mengurangi daya beli konsumen. Hal ini akan mengurangi permintaan akan layanan komunikasi termasuk layanan telekomunikasi milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan ini tentu dapat berpengaruh pada bisnis, kondisi finansial dan hasil usaha serta prospek keuangan perusahaan.

Mata uang fungsional yang digunakan Indonesia adalah Rupiah. Salah satu hal terpenting yang menyebabkan krisis ekonomi di Asia dan berdampak pada perekonomian di Indonesia adalah depresiasi dan volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya, seperti Dolar AS. Sejak tahun 2007 hingga 2011, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS berada di kisaran terendahnya dari Rp 12.400 per Dolar AS sampai dengan Rp 8.460 per Dolar AS. Akibatnya dari sisi voltalitas mata uang Rupiah terhadap Dollar AS, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk mencatat keuntungan sebesar Rp 43 miliar pada tahun 2010, serta mencatat kerugian sebesar Rp 210 miliar pada tahun 2011. Pada tanggal 31 Desember 2011, nilai tukar Rupiah/Dolar AS berada di level Rp9.067,5 per Dolar AS. Meskipun nilai tukar Rupiah relatif stabil terhadap Dolar AS sepanjang tahun 2011, tren ini dapat berubah jika kondisi ekonomi global berubah. Saat Rupiah terdepresiasi terhadap mata uang lainnya pada tanggal 31 Desember 2011, kewajiban perusahaan dalam denominasi Dolar AS hutang usaha, hutang pembelian (procurements payable), pinjaman dalam mata uang asing dan hutang obligasi seharusnya menjadi meningkat dalam Rupiah. Depresiasi mata uang Rupiah akan mengakibatkan kerugian dalam penukaran mata uang asing, mempengaruhi pendapatan lain-lain dan laba bersih perusahaan serta mengurangi jumlah dividen yang akan diterima oleh pemilik saham American Depository. Perusahaan tidak dapat

commit to user

IV-55

menjamin akan mampu mengelola risiko akibat nilai tukar dengan baik di masa depan dengan sukses atau mencegah dampak risiko mata uang itu terhadap usaha yang dimiliki.

Selain itu, Rupiah kini telah bebas dipertukarkan dan dikirimkan dari waktu ke waktu, Bank Indonesia (bank sentral Indonesia) telah melakukan intervensi di pasar mata uang sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakannya, baik dengan melepas Rupiah atau dengan menggunakan cadangan devisanya untuk membeli Rupiah. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk tidak dapat menjamin bahwa kebijakan nilai tukar mata uang mengambang yang diterapkan Bank Indonesia saat ini tidak akan berubah atau Pemerintah akan mengambil langkah tambahan untuk menstabilkan, menjaga atau menaikkan nilai tukar Rupiah dan jika salah satu dari langkah ini diterapkan, akan berhasil. Perubahan pada kebijakan nilai tukar mata uang mengambang dapat berdampak signifikan pada kenaikan suku bunga domestik, kurangnya likuiditas, kontrol modal atau pasar, atau penahanan bantuan keuangan oleh lembaga pemberi pinjaman multinasional. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi, resesi ekonomi, kredit macet dan secara otomatis akan mengakibatkan menurunnya penggunaan layanan telekomunikasi oleh pelanggan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan akibatnya, perusahaan pun akan menghadapi kesulitan mendanai belanja modal dan menerapkan strategi usaha. Akibat lainnya dapat berupa dampak material terhadap bisnis, kondisi keuangan, hasil operasi dan prospek usaha perusahaan.

Penurunan peringkat kredit pemerintah atau Perusahaan di Indonesia juga dapat mempengaruhi bisnis milik PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Pada tanggal Laporan Tahunan, utang jangka panjang berdenominasi mata uang asing Indonesia dinilai

jangka pendek berdenominasi mata uang asing

commit to user

IV-56

hutang jangka panjang Indonesia menjadi peringkat investasi. Peringkat ini mencerminkan kemampuan pemerintah untuk memenuhi utang dan kesediaan untuk memenuhi komitmen keuangannya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Manager Area Flexi Divre IV Kandatel Yogyakarta, saat ini kecil kemungkinan lembaga-lembaga ini melakukan peninjauan atau perubahan peringkat menjadi lebih buruk dari tahun ini. Namun, PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk pun tidak dapat menjamin bahwa Moody, Standard & Poor, Fitch atau perusahaan pemeringkat lainnya tidak akan mengubah atau menurunkan rating kredit Indonesia atau perusahaan-perusahaan di Indonesia. Setiap penurunan tersebut dapat berdampak negatif terhadap likuiditas pasar finansial Indonesia, kemampuan Pemerintah dan perusahaan di Indonesia, termasuk PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, untuk mengumpulkan tambahan dana dan tingkat suku bunga dan kondisi komersial lainnya dimana dana tambahan tersedia. Suku bunga atas utang berdenominasi Rupiah dengan tingkat bunga mengambang juga akan meningkat. Peristiwa semacam itu dapat berdampak material dan merugikan terhadap PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, kondisi finansial, hasil operasi dan prospek usaha perusahaan.