• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

2.1.8. Media Audiovisual

Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Sehingga media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Djamarah, 2006:120). Menurut Romiszowski (dalam Wibawa 2001: 12) media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Sedangkan media pembelajaran menurut Anitah (2010:5) adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang

dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu wahana berupa orang, alat, bahan, maupun peristiwa yang dapat menyalurkan pesan atau informasi dari sumber pesan (pengajar) kepada penerima pesan (pebelajar) sehingga pebelajar dapat menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan baik.

Ada beberapa keuntungan menggunakan media dalam pembelajaran menurut Wibawa (2001:14), antara lain: (1) guru mempunyai lebih banyak waktu untuk membantu siswa yang lemah; (2) siswa akan belajar secara aktif; dan (3) siswa dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing.

Untuk menunjang keberhasilan, peneliti memilih menggunakan media audiovisual. Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar (Djamarah, 2006:124). Media audiovisual menurut Anitah (2010:49) adalah media yang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu tetapi dapat sekaligus mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Dengan media audiovisual dalam pembelajaran dapat melibatkan banyak indera siswa untuk menangkap materi pelajaran yaitu indera penglihat (visual) dan indera pendengar (audio). Menurut Arsyad (2007:30) media audiovisual yaitu penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan atau pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung pada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa.

Ada perbedaan perolehan hasil belajar yang didapat melalui indera pandang dan indera dengar. Arsyad (2007:9) mengatakan bahwa perbandingan

perolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Hal tersebut sesuai dengan Edgar Dale (dalam Arsyad, 2007:10) yang memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%. Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar yaitu Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang diungkap oleh Bruner.

Abstrak

Konkret

Bagan 2.2 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

  Lambang Visual Gambar Diam, Rekaman Radio  Gambar Hidup Pameran  Televisi  Karyawisata Dramatisasi  Benda Tiruan/Pengamatan Pengalaman Langsung  Lambang Kata 

Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Urut-urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung tetapi dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.

Leshin, Pollock, dan Reigeluth mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu (1) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip); (2) media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan, alat bantu kerja, dan lembaran lepas); (3) media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide); (4) media berbasis audio-visual (video, film, program slide-tape, televisi); dan (5) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext). (Arsyad, 2007:36)

Media audiovisual memadukan unsur audio (suara) dan unsur visual (gambar). Berdasarkan sumbernya media audiovisual dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Media audiovisual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film video-casette; dan

b. Media audiovisual tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur

gambarnya bersumber dari slidesproyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media audiovisual tidak murni karena media yang dibuat dengan cara mengkombinasikan unsur visual dan unsur audio dari berbagai sumber. Unsur visual yang digunakan diperoleh dari slide berupa gambar dan tulisan, sedangkan unsur audio yang digunakan berasal dari pengisi suara yang dipadukan dalam slide. Selain itu peneliti juga memasukkan unsur video dalam tampilan audiovisual untuk mendukung dan memperjelas materi. Kemudian peneliti mengemas unsur-unsur media tersebut ke dalam suatu media pembelajaran yaitu media audiovisual. Media audiovisual inilah yang akan digunakan untuk mendukung ketercapaian keberhasilan pembelajaran khususnya pembelajaran IPA di SD.

Dalam menentukan media pembelajaran guru perlu mempertimbangkan kelayakan media pembelajaran agar tercapai hasil yang optimal. Pertimbangan kelayakan yang dapat dipakai oleh guru IPA untuk memilih media pembelajaran yang baik antara lain:

a. Kelayakan praktis (keakraban guru dengan jenis media pembelajaran) meliputi ketersediaan media pembelajaran di lingkungan belajar setempat, ketersediaan waktu untuk mempersiapkan media, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung dan keluwesan, artinya mudah dibawa kemana-mana, digunakan kapan saja dan oleh siapa saja.

b. Kelayakan teknis, yaitu media pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan merangsang terjadinya proses belajar.

c. Kelayakan biaya, yaitu biaya yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran seimbang dengan manfaat yang diperoleh.

Media audiovisual yang digunakan peneliti dalam penelitian jika dilihat dari nilai praktis sudah memenuhi kelayakan sebab fasilitas seperti LCD dan laptop telah dipersiapkan oleh peneliti di lingkungan belajar setempat. Jika dilihat dari segi teknis, media audiovisual yang akan digunakan peneliti juga sudah memenuhi kelayakan sebab sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran dan telah mendapat persetujuan guru untuk ditampilkan dalam pembelajaran IPA di kelas. Sedangkan jika dilihat dari segi biaya, biaya pembuatan media audiovisual tidaklah tinggi dan seimbang dengan manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran IPA.

Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media audiovisual merupakan media pembelajaran yang tidak hanya dilihat tetapi juga dapat sekaligus mendengar sesuatu yang divisualisasikan yang memungkinkan peserta didik dapat lebih mudah menerima dan mengingat materi.

2.1.9 Indikator Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa Melalui Pendekatan