THINK-PAIR-SHARE
DENGAN MEDIA
AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN
KALIBANTENG KIDUL 02
SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Oleh
SITI NURCHOLIFAH 1401409173
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
nama : Siti Nurcholifah
NIM : 1401409173
program Sudi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
fakultas : Fakultas Ilmu Pendidikan
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Think-Pair-Sharedengan
Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDNKalibanteng Kidul 02” benar-benar hasil karya penulis sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Apabila terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Semarang, Juli 2013 Penulis,
Siti Nurcholifah
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama Siti Nurcholifah NIM 1401409173, dengan judul ”Peningkatan
Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe
Think-Pair-Sharedengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDNKalibanteng Kidul 02”, telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, pada :
hari :Rabu
tanggal :10 Juli 2013
Semarang, 10 Juli 2013
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr.Sri Sulistyorini, M.Pd NIP.195805171983032002
Drs. A. Zaenal Abidin, M.Pd NIP.195605121982031003
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
NIP.195510051980122001
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi atas nama Siti Nurcholifah NIM 1401409173, dengan judul ”Peningkatan
Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe
Think-Pair-Sharedengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDNKalibanteng Kidul 02”, telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, pada :
hari : Jumat
tanggal :26 Juli 2013
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Hardjono, M.Pd NIP. 19510801 197903 1 007
Fitria Dwi Prasetyaningtyas, S.Pd., M.Pd NIP. 19850606 200912 2 007
Penguji Utama
Sutji Wardhayani, S.Pd., M.Kes NIP 19520221 197903 2 001
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar.
(QS. Al Baqarah)
Barang siapa menempuh jalan untuk menempuh ilmu, maka Allah akan
memudahkan orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju surga.
(HR. Muslim)
Persembahan
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT
Dan sholawat kepada Muhammad SAW
Karya ini saya persembahkan kepada:
Kedua orang tuaku (Bakir dan Lusiyah)
Yang selalu memberi dukunganuntuk terus bersemangat
dalam mewujudkan cita-citaku
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dengan
Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02”. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Di dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan.
3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Dr. Sri Sulistyorini,M.Pd., Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Drs. A. Zaenal Abidin, M. Pd., Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Jumari, S.Pd. I., Kepala SDN Kalibanteng Kidul 02 Semarang yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
7. Meka Sudesti, S.Pd., guru kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02 Semarang
yang telah membantu penulis sebagai kolaborator dalam pelaksanaan penelitian.
8. Seluruh guru dan karyawan serta siswa SDN Kalibanteng Kidul 02 Semarang
yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian.
9. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita tawakal dan memohon hidayah dan inayah-Nya. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Semarang, Juli2013
ABSTRAK
Siti Nurcholifah. 2013. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPAMelalui Pendekatan Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02. Skripsi, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing (1) Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd., dan Pembimbing (2) Drs. A. Zaenal Abidin, M.Pd.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti bahwa pembelajaran IPA di kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02belum optimal. Dalam pelaksanaannya guru menerapkan model pembelajaran yang kurang menarik,kurang melibatkan siswa secara aktif, kerjasama siswa dalam kelompok kurang efektif, kurangnya penggunaan media pembelajaran, dan hasil belajar rendah.Dengan memperhatikan kendala tersebut perlu diupayakan peningkatan kualitas pembelajaran IPA melalui pendekatan
kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual karena siswa akan berpikir
secara individu dan bekerjasama dalam kelompok berpasangan secara optimal sehingga dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah pendekatan kooperatif
tipe think-pair-share dengan media audiovisual dapat meningkatkan keterampilan
guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual pada siswa
kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02. Teknik pegumpulan data menggunakan tes, observasi/pengamatan, dokumentasi, angket, dan catatan lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan perolehan skor keterampilan guru siklus I pertemuan 1yaitu23(cukup), siklus I pertemuan 2 yaitu 31 (baik), siklus II pertemuan 1 yaitu 32 (baik), siklus II pertemuan 2 yaitu 34 (sangat baik), pada siklus III pertemuan 1 yaitu 35 (sangat baik), dan siklus III pertemuan 2 yaitu 36 (sangat baik). Perolehan skor aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1yaitu12,06(cukup), siklus I pertemuan 2 yaitu 14,32 (cukup), siklus II pertemuan 1 yaitu 15,53 (baik), siklus II pertemuan 2 yaitu 16,25 ( baik), siklus III pertemuan 1 yaitu 17,33 (baik), dan siklus III pertemuan 2 yaitu 18,75 (baik). Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa meningkat yaitu pada siklus 1 diperoleh rata-rata63,47dengan ketuntasan belajar 55,56%,siklus II diperoleh rata-rata 74,16dengan ketuntasan belajar 83,33%,dan siklus III diperoleh rata-rata 77,76dengan ketuntasan belajar 88,89%.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual dapat
Disarankandapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.
Kata kunci : kualitas pembelajaran, IPA, TPS dan media audiovisual
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN…... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR DIAGRAM ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan dan Pemecahan Masalah………... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori ... 11
2.1.1. Hakikat Belajar ... 11
2.1.2. Hakikat Pembelajaran ... 12
2.1.3. Kualitas Pembelajaran ... 14
2.1.5. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 34
2.1.6. Pembelajaran Kooperatif ... 36
2.1.7. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ...………... 42
2.1.8. Media Audiovisual... 47
2.1.9. Indikator Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dengan Media Audiovisual …... 52
2.2. Kajian Empiris ... 53
2.3. Kerangka Berfikir ... 55
2.4. Hipotesis Tindakan ... 57
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Subyek Penelitian ... 58
3.2. Variabel Penelitian ... 58
3.3. Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 58
3.4. Siklus Penelitian ... 62
3.5. Data dan Cara Pengumpulan Data... 79
3.6. Teknik Analisis Data ... 82
3.7. Indikator Keberhasilan ... 89
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 90
4.2. Pembahasan ... 187
BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan ... 209
5.2. Saran ... 211
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget ..……….. 35
Tabel 3.1 KKM IPA SDN Kalibanteng Kidul 02... 83
Tabel 3.2 Kategori Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 84
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa.. 86
Tabel 3.4 Kriteria Skor Keterampilan Guru ... 87
Tabel 3.5 Kriteria Skor Aktivitas Siswa ... 88
Tabel 4.1 Hasil Belajar Pra Siklus ... 92
Tabel 4.2 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I ... 105
Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 113
Tabel 4.4 Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 119
Tabel 4.5 Data Respon Siswa Siklus I ... 122
Tabel 4.6 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II ... 138
Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 145
Tabel 4.8 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 150
Tabel 4.9 Data Hasil Respon Siswa Siklus II ... 153
Tabel 4.10 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus III ... 168
Tabel 4.11 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus III ... 175
Tabel 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 180
Tabel 4.13 Data Hasil Respon Siswa Siklus III ... 183
Tabel 4.14 Peningkatan Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 188
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan 2.2
Tingkatan Taksonomi Bloom Revisi…... Kerucut Pengalaman Edgar Dale...………...…….
30 52 Bagan 2.3 Kerangka Berpikir ... 55
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Distribusi Nilai Hasil Belajar Siswa Pra Siklus...………... 93
Diagram 4.2 Hasil Belajar Klasikal Pra Siklus ... 94
Diagram 4.3 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I...………….... 106
Diagram 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 114
Diagram 4.5 Distribusi Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 120
Diagram 4.6 Hasil Belajar Klasikal Siklus I ... 121
Diagram 4.7 Respon Siswa Siklus I ... 122
Diagram 4.8 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II ... 139
Diagram 4.9 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 146
Diagram 4.10 Distribusi Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 151
Diagram 4.11 Hasil Belajar Klasikal Siklus II ... 152
Diagram 4.12 Respon Siswa Siklus II ... 154
Diagram 4.13 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus III ... 169
Diagram 4.14 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus III ... 176
Diagram 4.15 Distribusi Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 181
Diagram 4.16 Hasil Belajar Klasikal Siklus III ... 182
Diagram 4.17 Respon Siswa Siklus III ... 184
Diagram 4.18 Peningkatan Skor Tiap Indikator Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 189
Diagram 4.19 Peningkatan Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 189
Diagram 4.20 Peningkatan Skor Tiap Indikator Aktivitas Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 197
Data Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 216
Lampiran 2 Lembar Pengamatan Keterampilan Guru ... 219
Lampiran 3 Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa ... 224
Lampiran 4 Angket Respon Siswa ... 228
Lampiran 5 Catatan Lapangan ... 229
Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 230
Lampiran 7 Data Awal Nilai Ulangan IPA Kelas IV ... 293
Lampiran 8 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I ... 295
Lampiran 9 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II ... 297
Lampiran 10 Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus III ... 299
Lampiran 11 Tabel Rekapitulasi Data Hasil Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 301
Lampiran 12 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 ... 302
Lampiran 13 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 304
Lampiran 14 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 ... 306
Lampiran 15 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 308
Lampiran 16 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus III Pertemuan 1 ... 310
Lampiran 17 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus III Pertemuan 2 ... 312
Lampiran 18 Tabel Rekapitulasi Data Hasil Aktivitas Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 314
Lampiran 19 Data Hasil Belajar Siswa Siklus I... 315
Lampiran 20 Data Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 317
Lampiran 21 Data Hasil Belajar Siswa Siklus III ... 319
Lampiran 22 Tabel Rekapitulasi Data Hasil Belajar Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 321
Lampiran 23 Data Hasil Angket Respon Siswa Siklus I ... 323
Lampiran 25 Data Hasil Angket Respon Siswa Siklus III... 325
Lampiran 26 Tabel Rekapitulasi Angket Respon Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III ... 326
Lampiran 27 Catatan Lapangan Siklus I Pertemuan 1 ... 327
Lampiran 28 Catatan Lapangan Siklus I Pertemuan 2 ... 330
Lampiran 29 Catatan Lapangan Siklus II Pertemuan 1 ... 333
Lampiran 30 Catatan Lapangan Siklus II Pertemuan 2 ... 336
Lampiran 31 Catatan Lapangan Siklus III Pertemuan 1 ... 339
Lampiran 32 Catatan Lapangan Siklus III Pertemuan 2 ... 342
Lampiran 33 Foto Kegiatan Pembelajaran ... 345
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kegiatan berdoa bersama dan pengkondisian kelas ... 345
Gambar 2 Guru menyampaikan apersepsi dan menuliskan pokok
bahasan... 345
Gambar 3 Guru menampilkan media audiovisual menggunakan
LCD... 345
Gambar 4 Guru menjelaskan materi pelajaran ... 346
Gambar 5 Siswa memikirkan jawaban kemudian menuliskan hasil
pemikirannya secara individu (Tahap think atau
berpikir)………... 346
Gambar 6 Siswa berdiskusi dan guru membimbing jalannya diskusi
kelompok(tahap pair atau berpasangan)………... 346
Gambar 7 Guru menunjuk satu kelompok yang mengacungkan jari dan
kelompok yang tertunjuk mempresentasikan hasil
diskusinya(tahap share atau
berbagi)…...
347
Gambar 8 Guru menyimpulkan hasil diskusi dan memberi reward
kepada kelompok presentasi………... 347
Gambar 9 Siswa mengerjakan soal evaluasi lalu mengumpulkan hasil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Sanjaya, 2006:2)
Tujuan pembelajaran IPA di SD yang tercantum di dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 antara lain agar siswa memiliki kemampuan: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (4) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (6) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Permendiknas, 2006:484-485)
terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada guru (teacher centered) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan kurang optimal (Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, 2007:14). Demikian juga hasil penelitian yang
diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) melalui program PISA (Programme for International Student
Assessment) untuk anak usia 15 tahun tentang asesmen hasil belajar sains pada level internasional membuktikan bahwa masih lemahnya kemampuan siswa dalam bidang sains khususnya literasi sains.(Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA, 2007:1).
satu atau beberapa orang saja dalam kelompok, (2) tidak semua siswa memikirkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh guru, (3) interaksi dan kerjasama siswa yang efektif antar anggota kelompok masih sangat kurang, dan (4) kondisi kelas yang gaduh dan sulit terkontrol. Sedangkan dari segi sumber dan media pembelajaran yaitu (1) konsep yang diterima siswa hanya dari buku paket dan dari apa yang disampaikan guru saja, dan (2) kurangnya guru mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran.
Permasalahan tersebut ditunjukkan dengan data pencapaian hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02 yang belum optimal, yaitu hanya
13 dari 36 siswa (36,11%) yang mendapatkan nilai ≥ 61 atau yang mengalami
belajar tuntas. Sedangkan 23 dari 36 siswa (63,89%) yang lain mendapat nilai < 61 atau belum mengalami belajar tuntas. Pencapaian nilai terendah siswa adalah 39 dan nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 94 dengan nilai rata-rata kelas yaitu 61,78.
Berdasarkan data hasil belajar dan pengamatan aktivitas siswa di atas, masalah tersebut merupakan masalah yang mendesak untuk segera dipecahkan karena berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Untuk itu perlu upaya untuk mengadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran IPA supaya siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan dapat memahami konsep-konsep IPA dengan baik sehingga hasil belajar dapat meningkat serta dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah. Dan alternatif tindakan yang dipilih peneliti dalam memecahkan masalah tersebut yaitu penerapan pendekatan
Pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi (Trianto, 2009:81). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Isjoni (2012:78) yang menyatakan bahwa model ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi setiap anggota kelompok, interaksi lebih mudah, sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran . Dari kedua
pendapat tersebut, keunggulan Think-Pair-Share jelas terlihat bahwa model
pembelajaran Think-Pair-Share dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran, baik secara individu maupun secara kelompok seperti membaca, menulis, mendengarkan, bertanya, menjawab, maupun mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri maupun bekerja sama dengan siswa lain, sehingga seluruh siswa dapat berkesempatan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share divariasikan dengan media
audiovisual. Media audiovisual merupakan media yang memungkinkan seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu, melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan (Anitah, 2010:49). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan menarik minat belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA.
Pernyataan di atas didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (1) Eka Yudha Ardhiyanto tahun 2011 yang berjudul Peningkatan Aktivitas Siswa
dalam Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Pendekatan Kooperatif tipe Think
04. Hasil penelitiannya menunjukkan dengan menggunakan pendekatan
kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas
siswa, dan hasil belajar siswa. (2) Erlina Novi Kusumayati tahun 2012 yang berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share pada Siswa Kelas V-B SDN Tambakaji 05
Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaketerampilan guru, aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipeThink Pair Share ini dapat meningkat.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengkaji permasalahan melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Peningkatan
Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe
Think-Pair-Share dengan Media Audiovisual pada Siswa Kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1.1 Rumusan Umum
Apakah pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media
1.2.1.2 Rumusan Khusus
a. Apakah pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media
audiovisual dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02?
b. Apakah pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Sharedengan media
audiovisual dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02?
c. Apakah pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Sharedengan media
audiovisual dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02?
1.2.2 Pemecahan Masalah
Dari rumusan masalah tersebut maka alternatif tindakan yang dapat dilakukan sebagai pemecahan masalah adalah dengan pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual. Tahap-tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Menyusun RPP sesuai dengan model pembelajaran Think-Pair-Share
dengan media audiovisual.
2. Mempersiapkan media pembelajaran yang berupa media audiovisual.
3. Melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan RPP yang telah disusun.
Guru menggunakan langkah pembelajaran Think-Pair-Share (Suprijono,
a. Berpikir (Thinking), guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh siswa. Guru memberikan kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.
b. Berpasangan (Pairing), guru meminta siswa berpasang-pasangan.
Disini guru memberi kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi.
c. Berbagi (Sharing), siswa bersama pasangannya mempresentasikan
hasil diskusi pada semua teman.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kualitas pembelajaran IPA melalui pendekatan kooperatif
tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual pada siswa kelas IV SDN
Kalibanteng Kidul 02. 1.3.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual
pada siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02.
b. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual
c. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan
pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual
pada siswa kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya pada pendidikan sekolah dasar.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.4.2.1 Bagi Siswa
a. Menumbuhkan minat belajar siswa pada
pembelajaran IPA, sehingga IPA menjadi mata pelajaran yang menarik bagi siswa.
b. Meningkatkan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
c. Mengembangkan keterampilan siswa untuk
mampu memecahkan permasalahan. 1.4.2.2 Bagi Guru
a. Dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengevaluasi terhadap pembelajaran
yang sudah berlangsung.
c. Membantu guru untuk menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran.
d. Membuat guru lebih kreatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
1.4.2.3 Bagi Sekolah
a. Digunakan sebagai
pertimbangan dalam memotivasi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dengan menerapkan pendekatan
kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual.
b. Menumbuhkan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Hakikat Belajar
Pengertian belajar menurut Slameto(2010:2) ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Burton (dalam Usman, 2011:5) menyebutkan bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Dapat dikatakan berhasil diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Belajar menurut Gagne(dalam Rifa’i 2009:84) merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat pelbagai unsur yang saling kait-mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Pembelajar
Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta latihan.
b) Rangsangan(stimulus)
Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajaran disebut situasi stimulus. Agar pembelajar mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.
c) Memori
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
d) Respon
Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada di dalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulus tersebut.
Dari beberapa pengertian belajar menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik, yang diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Beberapa pakar pendidikan (dalam Rifa’i, 2009:191) menerangkan tentang pengertian pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1) Briggs (1992) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan
seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan.
2) Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan
serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar.
Jika pembelajaran dilihat dari pendekatan sistem, ada beberapa komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Rifa’i (2009:194) komponen-komponen pembelajaran tersebut yakni:
1) Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan agar pencapaiannya melalui
kegiatan pembelajaran adalah instructional effect. Biasanya berupa
pengetahuan, dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam TPK semakin spesifik dan operasional.
2) Subyek belajar
Subyek belajar merupakan komponen yang utama karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar.
3) Materi pelajaran
Materi pelajaran akan memberi warna yang dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif dan terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga tehadap intensitas proses pembelajaran.
4) Strategi pembelajaran
5) Media pembelajaran
Media pembelajaran merupakan alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
6) Penunjang
Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran, dan semacamnya. Komponen penunjang berfungsi memperlancar, melengkapi, dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa dalam suatu sistem pembelajaran terdapat komponen-komponen yang saling terkait, yang dapat mendukung proses pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.3 Kualitas Pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Kualitas Pembelajaran
Dari kedua pendapat tersebut, kualitas pembelajaran dapat dimaknai sebagai mutu atau keefektifan suatu pembelajaran, mengacu pada usaha menciptakan keadaan yang baik untuk memperoleh hasil yang baik sebagai tingkat keberhasilannya sehingga dapat mencapai tujuan atau sasarannya.
2.1.3.2 Indikator Kualitas Pembelajaran
Indikator kualitas pembelajaran menurut DIKTI (2004:7) dalam buku “Peningkatan Kualitas Pembelajaran” antara lain adalah sebagai berikut:
a. Perilaku pembelajaran guru, dapat dilihat dari kinerjanya yaitu:
1) Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar dan guru.
2) Menguasai disiplin ilmu berkaitan dengan keluasan dan kedalaman
jangkauan substansi dan metodologi dasar keilmuan, serta mampu memilih, menata, mengemas dan merepresentasikan materi sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
3) Agar dapat memberikan layanan pendidikan yang berorientasi pada
kebutuhan siswa, guru perlu memahami keunikan siswa dengan segenap kelebihan, kekurangan, dan kebutuhannya. Memahami lingkugan keluarga, sosial budaya, dan kemajemukan masyarakat tempat siswa berkembang.
4) Menguasai pengelolaan pembelajaran yang mendidik berorientasi pada
5) Mengembangkan kepribadian sebagai kemampuan untuk dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kemampuannya secara mandiri.
b. Perilaku dan dampak belajar peserta didik, dapat dilihat dari kompetensinya
antara lain:
1) Memiliki persepsi dan sikap positif terhadap belajar, termasuk
didalamnya persepsi dan sikap terhadap mata pelajaran, guru, media, dan fasilitas belajar serta iklim belajar.
2) Mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan serta membangun sikapnya.
3) Mau dan mampu memperluas serta memperdalam pengetahuan dan
keterampilan serta memantapkan sikapnya.
4) Mau dan mampu menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya
secara bermakna .
5) Mau dan mampu membangun kebiasaan berfikir, bersikap, dan bekerja
produktif.
c. Iklim pembelajaran meliputi:
1) Suasana kelas yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan
pembelajaran yang berkembangnya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.
2) Perwujudan nilai dan semangat ketauladanan, prakarsa, dan kreativitas
d. Materi pembelajaran yang berkualitas, tampak dari:
1) Kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang harus
dikuasai siswa.
2) Ada keseimbangan antara keluasaan dan kedalaman materi dengan
waktu yang tersedia.
3) Materi pembelajaran sistematis dan kontekstual.
4) Dapat mengakomodasikan partisipasi aktif siswa dal;am belajar
semaksimal mungkin.
5) Dapat menarik manfaat yang optimal dari perkembangan dan kemajuan
bidang ilmu, teknologi, dan seni.
6) Materi pembelajaran memenuhi kriteria filosofis, profesional,
psiko-pedagogis dan praktis.
e. Kualitas media pembelajaran, antara lain:
1) Dapat menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.
2) Mampu memfasilitasi proses interaksi antara siswa dan sisiwa, siswa
dengan dosen, serta siswa dengan ahli bidang ilmu yang relevan.
3) Media pembelajaran dapat memperkaya pengalaman belajar siswa.
4) Melalui media pembelajaran, mampu mengubah suasana belajar dari
siswa yang pasif menjadi aktif berdiskusi dan mencari informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada.
hal tersebut dalam mengamati kualitas pembelajaran terdapat tiga unsur yaitu keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar. Ketiga unsur tersebut diuraikan sebagai berikut:
2.1.3.2.1 Keterampilan Guru
Mengajar pada hakikatnya merupakan suatu proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar (Hamdani, 2011:17). Sedangkan menurut Sardiman (2011:47) mengajar merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Untuk mengatur dan menciptakan lingkungan yang kondusif maka guru perlu menguasai keterampilan-keterampilan yang disebut dengan keterampilan-keterampilan dasar mengajar guru.
Menurut hasil penelitian Turney (dalam Mulyasa, 2011:69) terdapat 8 keterampilan mengajar yang harus dikuasai guru, yaitu: 1) keterampilan bertanya; 2) keterampilan memberi penguatan; 3) keterampilan mengadakan variasi; 4) keterampilan menjelaskan; 5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; 6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil; 7) keterampilan mengelola kelas; 8) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan. 8 keterampilan dasar mengajar tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a. Keterampilan bertanya
kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik. (Mulyasa, 2011:70).
Dalam proses pembelajaran, bertanya memainkan peranan penting karena pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu: (a) meningkatkan pastisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, (b) membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang dibicarakan, (c) Mengembangkan pola pikir dan cara belajar aktif dari siswa, karena pada hakikatnya berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya, (d) Menuntun proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik, dan (e) memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas (Depdiknas, 2008:26-27).
b. Keterampilan memberi penguatan
Penguatan (reinforcement) merupakan segala bentuk respons, apakah
kebermaknaan, dan menghindari respon yang negatif (Mulyasa, 2011:77-78).
Cara yang dapat dilakukan guru dalam memberikan penguatan adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2008:28):
1) Penguatan kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa
ditujukan, sebab bila tidak jelas akan tidak efektif.
2) Penguatan kepada kelompok siswa, yaitu dengan memberikan
penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
3) Pemberian penguatan segera setelah muncul tingkah laku siswa yang
diharapkan karena penguatan yang ditunda kurang efektif.
4) Variasi dalam penggunaan sehingga tidak menimbulkan kebosanan.
c. Keterampilan mengadakan variasi
Terdapat komponen-komponen keterampilan mengadakan variasi menurut Usman (2011:85-88):
1) Variasi dalam cara mengajar guru, antara lain: penggunaan varisi
suara (teacher voice), pemusatan perhatian siswa (focusing),
kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak
pandang dan gerak (eye contact and movement), gerakan badan
mimik, dan pergantian posisi guru di dalam kelas dan gerak guru (teachers movement).
2) Variasi dalam penggunaan media dan alat pengajaran, antara lain:
variasi alat atau bahan yang dapat dilihat (visual aids), variasi alat atau
bahan yang dapat didengar (auditif aids), variasi alat atau bahan yang
dapat diraba dimanipulasi dan digerakkan (motorik), dan variasi alat
atau bahan yang dapat didengar dilihat dan diraba (audio-visual aids).
3) Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa, meliputi: pola guru-murid,
pola guru-murid-guru, pola guru-murid-murid, pola guru-murid murid-guru murid-murid, serta pola melingkar.
d. Keterampilan menjelaskan
secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.
Dalam memberikan penjelasan dalam suatu pembelajaran ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan, antara lain: (1) perencanaan penjelasan, yaitu isi pesan yang akan disampaikan dan peserta didik, dan (2) penyajian penjelasan, yang meliputi: pengucapan bahasa yang jelas, intonasi yang sesuai, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, memberi definisi jika ada kata yang baru, serta penjelasan dapat diterima oleh peserta didik. Sardiman (2011:164) menambahkan bahwa penyampaian materi akan lebih mantap dan dinamis jika guru menguasai bahan pelajaran lain yang dapat memberikan pengayaan serta memperjelas dari bahan-bahan bidang studi yang akan diajarkan.
e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
Keterampilan membuka pelajaran merupakan upaya guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan. Sedangkan keterampilan menutup pelajaran adalah upaya guru untuk mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap meteri yang telah dipelajari, serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. (Mulyasa, 2011:84).
1) Komponen keterampilan membuka pelajaran, meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, serta membuat kaitan atau hubungan diantara materi-materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa.
2) Komponen keterampilan menutup pelajaran, meliputi: meninjau
kembali penguasaan inti pelajaran dengan merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, dan evaluasi.
Kegiatan membuka dan menutup pelajaran merupakan kegiatan rutin yang harus dilakukan seorang guru untuk memulai dan menutup pembelajaran. Jika kedua kegiatan ini dilakukan secara profesional maka akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran, antara lain membangkitkan motivasi belajar peserta didik, kejelasan peserta didik akan tugas-tugas yang harus dikerjakan, dan mengetahui tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleh peserta didik.
f. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran sudah sering digunakan. Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah (Usman, 2011:94).
diperhatikan guru dalam membimbing diskusi, antara lain: (1) memusatkan perhatian peaerta didik pada tujuan dan topik diskusi, (2) memperluas masalah atau urunan pendapat, (3) menganalisis pandangan peserta didik, (4) meningkatkan partisipasi peserta didik, (5) menyebarkan kesempatan berpartisipasi, dan (6) menutup diskusi. (Mulyasa, 2011:89)
g. Keterampilan mengelola kelas
Mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran (Mulyasa, 2011:91). Keterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut (Usman, 2011:98-100):
1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan
kondisi belajar yang optimal, meliputi: menunjukkan sikap tanggap, memberi perhatian, memusatkan perhatian kelompok, memberi petunjuk-petunjuk yang jelas, menegur secara verbal, dan memberi penguatan.
2) keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar
yang optimal yang meliputi modifikasi tingkah laku, mengelola kelompok dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok, dan menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
sosial, emosional, maupun intelektual dalam kelas. Fasilitas-fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, tercipta suasana yang memberi kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.
h. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan
Mulyasa (2011:92) mengatakan bahwa pengajaran kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru terbatas, yaitu berkisar antara 3-8 orang untuk kelompok kecil dan seorang untuk perseorangan.
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakukan dengan mengembangkan keterampilan dalam pengorganisasian, membimbing dan memudahkan belajar, perencanaan penggunaan ruangan, dan pemberian tugas yang jelas, menantang serta menarik. (Mulyasa, 2011:92)
Berdasarkan8 keterampilan mengajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa guru harus dapat menguasai dan mengembangkan
keterampilan-keterampilan tersebut melalui pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan
2.1.3.2.2 Aktivitas Siswa
Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan yang dilakukan siswa yaitu belajar sambil bekerja untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat (Hamalik, 2008:172). Sardiman (2011:95) menyatakan bahwa dalam kegiatan belajar, subyek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik.
Menurut Paul B. Diedrick (dalam Hamalik, 2008:172) ada 8 macam aktivitas siswa, antara lain:
a. Visual activities (kegiatan visual), seperti membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja.
b. Oral activities (kegiatan lisan), seperti mengungkapkan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Listen activities (kegiatan mendengarkan), seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan radio.
e. Drawing activities (kegiatan menggambar), seperti: menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola.
f. Motor activities (kegiatan metrik), seperti: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
g. Mental activities (kegiatan mental), seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h. Emotional activities (kegiatan emosional), seperti; menaruh minat, membedakan, berani, tenang, dsb.
Dari delapan klasifikasi kegiatan tersebut menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah secara baik tentu saja kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan transformasi kebudayaan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa
adalah segala kegiatan yang dilakukan melalui pendekatan kooperatif tipe
2.1.3.2.3 Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Sedangkan pendapat Rifa’i (2009:85) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut bergantung pada apa yang dipelajari pembelajar. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Berdasarkan dari uraian dan pendapat para pakar pendidikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar yang berupa pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan
ranah belajar, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affektive
domain), dan ranah psikomotorik (psychomotoric domain) (Rifa’i, 2009:86-89). Berikut penjabarannya:
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori
mengingat (remember), memahami (understand), mengaplikasikan (apply),
menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta/membuat
b. Ranah afektif
Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuannya mencerminkan hirarkhi yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan
peserta didikan afektif adalah penerimaan (receiving), penanggapan
(responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization),
pembentukan pola hidup (organization by a value complex).
c. Ranah psikomotorik
Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar kerena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif. Kategori jenis perilaku untuk ranah
psikomotorik menurut Elizabeth Simpson adalah persepsi (perception),
kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa
(mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (originality).
(Maksum, 2012) Bagan 2.1 Tingkatan Taksonomi Bloom Revisi
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diperoleh lebih dominan pada ranah kognitif yaitu pada hasil belajar siswa yang berupa nilai hasil evaluasi setiap individu. Evaluasi dilaksanakan setiap akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan melalui
pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual.
2.1.4 Hakikat Belajar IPA
demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Sedangkan menurut Darmojo (dalam Samatowa, 2010: 3) IPA merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Pernyataan tersebut selaras dengan hal yang tercantum dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga proses penemuan.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan alam memiliki empat komponen, antara lain ilmu pengetahuan alam merupakan suatu produk, proses, sikap ilmiah, dan teknologi (Cain dan Evans, 1990:3). Penjelasannya secara rinci adalah sebagai berikut:
a. IPA sebagai produk
This component includes the accepted fact, laws, principals, and
theoriesof science(Cain dan Evans, 1990:4). IPA sebagai suatu produk merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, hukum, prinsip, dan teori.Produk IPA biasanya dimuat dalam buku ajar, buku-buku teks, artikel ilmiah dalam jurnal.
b. IPA sebagai proses
This component focuses on the means used in acquiring science
pada keterampilan proses. Komponen ini berfokus pada cara yang digunakan dalam memperoleh komponen sains.
Keterampilan proses ini merupakan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya yang menyeluruh sehingga akan memperoleh pengetahuan IPA secara optimal. Keterampilan proses ini tidak terpisah dari konten ilmu pengetahuan, melainkanmerupakan alat penyelidikan ilmiah. Dalam pelaksanannya siswa melakukan praktek dan pengamatan langsung sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
c. IPA sebagai pengembangan sikap
The elementary teacher must encourage children to develope a need
for seeking rational answers and explanations to natural and physical
phenomena. As a teacher, capitalize on children’s natural curiosity and
promote an attitude of discovery(Cain dan Evans, 1990:5). Para guru SD harus mendorong anak untuk mengembangkan kebutuhan untuk mencari jawaban rasional dan penjelasan untuk fenomena alam dan fisik. Sebagai seorang guru, memanfaatkan rasa tahu alami anak-anak dan mempromosikan sikap penemuan.
akan membangun pemahaman sehingga siswa menjadi semakin termotivasi untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.
d. IPA sebagai teknologi
That focus emphasizes preparing our students for the world of
tomorrow. the development of technology as it relates to our daily lives has
become a vital part of sciencing(Cain dan Evans, 1990:6).Fokus pada teknologi menekankan pada persiapan siswa untuk dunia besok. Perkembangan teknologi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari telah menjadi bagian penting dari ilmu pengetahuan.
IPA sebagai teknologi merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang diterapkan dan dalam kehidupan masyarakat sebagai alat untuk menunjang kegiatan manusia. Perkembangan teknologi dalam IPA merupakan bahasan yang penting karena bertujuan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan dunia yang semakin lama semakin maju. Dalam pembelajaran yang berkembang saat ini, IPA sebagai teknologi dapat
dilihat dalam pembelajaran IPA berorientasi SETS (Science, Environment,
Technology, and Society) yakni pembelajaran IPA yang mengaitkan unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
pengetahuannya sendiri dengan cara melihat IPA sebagai suatu proses dengan acuan IPA sebagai produk untuk membangun dan mengembangkan sikap ilmiah peserta didik sehingga dapat mengembangkan teknologi yang dapat menunjang kehidupan manusia.
2.1.5 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA termasuk pembelajaran yang pokok dan penting diajarkan di Sekolah Dasar. Secara garis besar ruang lingkup mata pelajaran IPA SD/MI terperinci menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaan meliputi : cair, padat, dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
(Permendiknas, 2006:485)
Keempat kelompok bahan kajian IPA SD/MI tersebut disajikan secara spiral. Artinya setiap bahan disajikan di semua tingkat kelas tetapi dengan tingkat kedalaman yang berbeda yakni semakin tinggi tingkat kelas semakin dalam bahasannya.
kemampuan berpikir rasional dan ilmiah itulah siswa akan mendapatkan pengalaman bermakna sehingga dapat memecahkan permasalahan yang ada dalam pembelajaran IPA.
Dalam menerapkan pembelajaran IPA di kelas guru harus memperhatikan karakteristik perkembangan peserta didik. Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Rifa’i, 2009:26-30), yaitu (1) tahap sensorimotorik (0-2 tahun); (2) tahap praoperasional (2-7 yahun); (3) tahap operasional kongkret (7-11 tahun); dan (4) tahap operasional formal (11-15 tahun).
Paul Suparno (dalam Suprijono, 2009:23) menggambarkan perkembangan kognitif menurut Piaget sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
TAHAP UMUR CIRI POKOK PERKEMBANGAN
Sensorimotor 0-2 tahun Berdasarkan tindakan langkah
demi langkah.
Praoperasi 2-7 tahun Penggunaan simbol/bahasa tanda
Konsep intuitif
Operasi konkret 8-11 tahun Pakai aturan jelas/logis
Reversibel dan kekekalan Operasi formal 11 tahun ke
atas
Hipotesis Abstrak
Deduktif dan induktif Logis dan Probabilitas
Dengan melihat tahap perkembangan siswa usia SD yang masih memerlukan bentuk benda konkrit maka dalam pembelajarannya siswa mengenal IPA dimulai dari lingkungan kehidupan siswa. Seperti yang diungkap Makhrus dkk (2008:14) pembelajaran IPA di sekolah dasar atau madrasah yang sederajat harus menerapkan bahwa pembelajaran IPA dimulai dari yang dikenal siswa, baru kemudian aspek yang belum dikenal. Artinya pembelajaran berlangsung dari yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari kemudian melangkah kepada aspek yang jauh.
2.1.6 Pembelajaran Kooperatif
2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2005:4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Kata kooperatif (cooperative) itu sendiri artinya mengerjakan sesuatu
lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Dan menurut Suprijono (2009: 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Di sini peran guru adalah menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang di dalamnya terbentuk kelompok-kelompok kecil yang diarahkan oleh guru agar mereka saling bekerjasama dengan kemampuan maksimal untuk mempelajari materi pelajaran demi mencapai tujuan bersama.
2.1.6.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa bekerja sebagai tim sehingga membutuhkan kerjasama yang baik. Seperti yang diungkap Slavin (2005:10), ada tiga konsep penting dalam pembelajaran kooperatif, yakni:
a. Penghargaan bagi tim, artinya tim akan mendapat penghargaan atau
sertifikat jika mereka berhasil melampaui kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
b. Tanggungjawab individual, maksudnya bahwa kesuksesan tim bergantung
pada pembelajaran individual dari semua anggota tim.
c. Kesempatan sukses yang sama, maksunya adalah semua siswa memberi
kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya sehingga mereka akan tertantang untuk melakukan yang terbaik demi timnya.
Dengan melihat tiga konsep tersebut, secara tidak langsung kerjasama tim akan mengembangkan keterampilan siswa dalam berhubungan antar sesama dalam pembelajaran kooperatif. Karena diharapkan kelak akan tercetak generasi-generasi baru yang memiliki potensi akademik yang tinggi sekaligus memiliki solidaritas sosial yang kuat.
2.1.6.3 Variasi dalam Pembelajaran IPA
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi dalam pelaksanaan pembelajarannya, antara lain:
2.1.6.3.1 Student Team Achievement Division (STAD)
kelompoknya 4-5 orang secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. (Trianto, 2009:68)
Dalam pembelajaran STAD siswa dikelompokkan secara heterogen yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, dan memiliki tingkat kemampuan yang bervariasi. Dengan keragaman tersebut diharapkan akan tumbuh kemampuan kerjasama, kreatif, dan berpikir kritis untuk menjadi kelompok terbaik. Namun pembentukan kelompok seperti ini sulit dilakukan pada karakter siswa yang sudah memiliki kelompok sendiri. Mereka cenderung lebih nyaman dengan kelompoknya sendiri dibanding dengan kelompok barunya karena peran serta anggota menjadi tidak merata.
2.1.6.3.2Jigsaw
Dalam pembelajaran jigsaw, pada mulanya guru membentuk keompok asal terdiri dari 4-6 siswa. Setelah terbentuk guru membagikan materi kepada tiap-tiap kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki tanggungjawab untuk memahami materi yang berbeda. Kemudian semua anggota kelompok yang memiliki topik yang sama berkumpul sebagai kelompok ahli untuk berdiskusi.Seperti yang dijelaskan Trianto (2009:74) bahwa masing-masing anggota kelompok secara
acak ditugaskan untuk menjadi ahli (expert) pada suatu aspek tertentu dari materi
tersebut. Setelah itu mereka kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok asal lainnyatentang materi yang telah dikuasai. Pembelajaran
diakhiri dengan diskusi seluruh kelas berupa review terhadap topik yang telah
Pembentukan kelompok seperti ini sangat baik untuk mengaktifkan partisipasi siswa dan tanggungjawab. Namun dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang lama sedangkan alokasi waktu yang tersedia di sekolah dasar sangatlah terbatas.
2.1.6.3.3 Investigasi Kelompok
Dalam pembelajaran Investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa secara heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa melakukan penyelidikan secara mendalam pada topik tertentu. Dan terakhir mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas. (Trianto, 2009: 79)
Pembelajaran investigasi kelompok menuntut kesiapan guru menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan, memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit, dan memerlukan waktu lama untuk penyesuaian. Sehingga untuk karakter kelas yang mudah ribut akan lebih sulit dikendalikan.
2.1.6.3.4 Numbered Head Together (NHT)
mewakili kelompoknya. Jadi jelaslah setelah guru mengajukan pertanyaan dan didiskusikan bersama kelompoknya, salah satu siswa yang telah ditunjuk maju untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam pembelajaran NHT (Numbered Head Together) guru menunjuk
siswa secara acak, sehingga biasanya menimbulkan ketegangan diantara para siswa. Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga terkadang juga menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
2.1.6.3.5 Think-Pair-Share (TPS)
Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir-berpasangan-berbagi
diawali dengan guru menyampaikan pelajaran, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberi pertanyaan kepada kelas. Masing-masing siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban.Kemudian berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Dan terakhir guru meminta siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati kepada siswa di seluruh kelas itu. (Slavin, 2005:257)
Dalam pembelajarannya, TPS sangat efektif untuk meningkatkan partisipasi siswa karena jumlah kelompok yang kecil (berpasangan atau dua orang). Hal ini dapat mempermudah siswa dalam berinteraksi serta menuntut siswa untuk berpikir secara individu maupun kelompok mendiskusikan suatu permasalahan. Dengan demikian, kegaduhan dalam kelas dapat terminimalisir.
Dari beberapa variasi pembelajaran kooperatif di atas peneliti
menggunakan pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share sebagai solusi
IPA di kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02, pembelajaran think-pair-share lebih efektif digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas daripada model pembelajaran kooperatif lainnya. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara individu dan secara kelompok, sehingga mereka memiliki tanggung jawab pribadi sekaligus tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
2.1.7.1 Pengertian Think-Pair-Share
Think-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa (Trianto, 2009:81). Model pembelajaran ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Dikembangkan pertama kali oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya di Unversitas Maryland pada tahun 1985.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2009:81) think-pair-share merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
secara mandiri maupun secara kelompok (berpasangan) kemudian membagikan hasil diskusinya kepada teman seluruh kelas dalam pembelajaran.
2.1.7.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Think-Pair-Share
Dalam suatu diskusi perlu adanya partisipasi semua anggota kelompoknya. Dengan memberi kesempatan siswa untuk berpikir dan membentuk kelompok berpasangan maka akan mendorong siswa untuk berpikir mandiri serta memecahkan masalah secara bersama-sama dengan pasangannya secara efektif.
Tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran Think-Pair-Share, yaitu:
a. Thinking (berpikir)
Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran kemudian peserta didik diberi kesempatan untuk memikirkan jawabannya sendiri.
b. Pairing (berpasangan)
Dalam tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan dan mendiskusikan jawaban hasil pemikirannya. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya.
c. Sharing (berbagi)
Dalam pembelajaran yang menggunakan model think-pair-share, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain. Keunggulan menggunakan think-pair-share adalah partisipasi
siswa menjadi lebih optimal, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2012:78). Dengan membiasakan siswa senantiasa ikut berpartisipasi maka akan mendorong tingginya aktivitas siswa serta melatih sikap tanggap dan intelegensi siswa dalam pembelajaran secara keseluruhan.
Kelebihan think-pair-share yang lain yaitu antara lain: (1) memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain; (2) seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas; (3) dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas; (4) siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil; dan (5) memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Nova, 2011).
2.1.7.3 Teori yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
Menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, yaitu dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur dalam Trianto, 2009: 28).
Teori perkembangan Piaget mendukung teori kontruktivisme. Teori ini memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi yang mereka lakukan. Implikasinya dalam proses pembelajaran yaitu pada saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal (Trianto, 2009:29).
kolaboratif di antara anak-anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat satu sama lain, perilaku yang diperlihatkan dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka tunjukkan sebagai individu. (Slavin, 2005:37)
Dari beberapa teori di atas memunculkan konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka membangun pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman dan melakukan interaksi yaitu dengan cara saling berdiskusi dengan temannya dalam kelompok. Suprijono (2009:56) mengatakan bahwa kelompok dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi
juga dapat terdiri dari banyak orang. Pembelajaran think-pair-share merupakan
pembelajaran dengan cara berkelompok secara berpasangan (dua orang) yang saling berinteraksi mendiskusikan permasalahan. Sehingga melalui interaksi tersebut siswa dapat lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit.
2.1.8 Media Audiovisual