• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSTELASI KOMODITAS DAN BUDAYA KONSUMS

4) Media Massa

Dalam masyarakat Papua, kultur ini hadir dalam perannya sebagai

yang memediasi44dengan lebih efektif komunikasi relasional antara individu dengan individu, individu dengan komunitas, atau pun komunitas dengan komunitas pada ruang publik terbatas mau pun tak terbatas. Mengkonsumsi pinang bersama dapat memperkuat relasi inklusif atau pun eksklusif, bergantung pada topik, tujuan, dan maksud dilakukan suatu komunikasi.

Menurut Ibu Klaudia Kumanireng (50) dari Desa Maripi (Manokwari Selatan):

“…dulu mengkonsumsi pinang hanya dilakukan oleh orang- orang tua ketika membicarakan hal-hal yang serius; seperti tentang pembayaran mas kawin, penyelesaian masalah

44

Untuk menyatakan bahwa kata memediasi menjadi utama karena keperanannya dalam proses komunikasi antar individu, individu dan kelompok, atau pun kelompok dengan kelompok masyarakat.

keluarga, membangun kampung, keyakinan, kebersihan, dan semangat untuk merdeka.”45

Isi pembicaraan hanya untuk kalangan sendiri, sehingga tidak memperbolehkan sembarang orang mengikutinya. Ibu Klaudia juga menambahkan informasi tentang manfaat mengkonsumsi pinang bagi kebertubuhan dan dalam relasi dengan sesamanya; “… membicarakan soal makan pinang adalah merupakan tradisi semua orang, tradisi leluhur kami. Manfaatnya dari sisi kesehatan antara lain adalah untuk menghilangkan bau mulut dan menguatkan gigi. Saat makan pinang suasana kebersamaan akan menjadi seru dan ramai, karena disertai dengan banyak humor.

Mengkonsumsi pinang menjadi identik dengan mengobrol, karena mengkonsumsi pinang dilakukan secara bersama dan dibarengi suasanaseru dan ramaiobrolan. Dalam hal ini Anton Tromp berkomentar bahwa:

Mama-mama penjual sirih pinang yang begitu banyak itu lebih mendukung pada sisi budaya masyarakat. Kita punya budaya ngobrol. Hal ini dapat dilihat di berbagai tempat- tempat publik, seperti ruang tunggu, lobi hotel dan banyak tempat lainnya selalu ada saja orang berkerumun dan mengobrol sambil menikmati pinang.” Lebih lanjut ia berpendapat bahwa; “Kultur masyarakat kita memang berbeda dengan orang-orang barat ketika sedang bertemu satu dengan yang lain. Mereka akan membicarakan tentang

45

sesuatu atau satu soal tertentu. Lain dengan kita46 sering

ngobrol tanpa ada ujung pangkalnya, tanpa ada artinya … hanya mengisi waktu dan menikmati kebersamaan ... bicara apa saja.

Berkaitan dengan posisi buah pinang dalam kultur masyarakat Papua, Tromp menyinggung: “…dulu di Bintuni menggunakan rokok,...berputar dan setiap orang yang hadir mengisapnya,begitu pula dengan sajian pinang yang harus diambil dan dikonsumsi oleh semua orang yang hadir dalam pertemuan sebagai tali ikat kekeluargaan.” Memahami hal tersebut Tromp memposisikan peranan pinang yang memiliki daya dinamisator yang mampu menggerakan mobilitas sosial dalam masyarakat.47

Budaya ngobrol menjadi patut diperhatikan untuk dicermati dalam konstelasinya dengan aktivitas mengkonsumsi pinang dalam keseharian masyarakat di Papua. Salah satu bentuk khas budaya ngobrol di Papua terwujud dalam sebuah budaya populer yang disebut mop. Budaya ini melekat dan menjadi sebuah kekuatan seimbang (power behind) dengan budaya mengkonsumsi pinang.

Ungkapan“Epen Kah – Cupen Toh”48 menjadi sangat familier dalam keseharian masyarakat di Papua, bahkan istilah tersebut menjadi identik

46

Seorang Belanda yang telah menjadi Warga Negara Indonesia. 47

Sumber: Wawancara 24 Agustus 2015. 48

Kependekkan dari kalimat pertanyaan: Emangnya penting kah? selanjutnya direspon dengan sebuah kalimat jawaban yang meyakinkan dari lawan bicaranya denganCukup penting toh!”.“Epen

dengan Papua. Bagi orang yang pernah tinggal atau pun berkunjung di Bumi Papua dengan mudah terbuka memori pikirannya seraya berimaji tentang

mop,49 yakni obrolan lucu50 khas Papua. Kental unsur hoax, namun biasanya berkaitan atau dapat dihubung-rangkaikan dengan keadaan atau peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Diolah menjadi humor yang disajikan lewat ungkapan lisan dan laku gerak, dialek yang kental dan khas sebagaimana dialog keseharian suku-suku yang ada di Papua. Mop lekat dengan sebutan-sebutan person ala Papua: pace, mace, paitua, maitua, ade, kaka, napi, insos, kabor, awim, mansar, nayak, noge, serta masih banyak sebutan lainnya berdasarkan suku yang diceritakan. Budaya populer ini sangat dinikmati dan digemari oleh warga masyarakat di Papua pada saat ada moment-moment kebersamaan, sehingga menghangatkan suasana komunikasi.

Pengekpresikannya selalu mengalir, satu orang bercerita dan yang lain memperhatikan dengan seksama, ikut mencermati atau merespons dengan gelak tawa atau pun hujatan (bercanda).Performance mop dilakukan secara

Kah - Cupen Toh” sebenarnya merupakan sebuah acara dari Stasiun MeraukeTV yang berkonten MOP, yakni cerita lucu dengan dialek bahasa khas keseharian masyarakat Papua. MOP sangat memasyarakat dalam kalangan bawah hingga menengah, bahkan dewasa ini menjadifolklorepopuler yang merupakan cerminan identitas masyarakat Papua.

49

Dalam sebuah Blog (farsijanaindonesiauntuksemua) Selasa, 31 Desember 2013 dalam judul “Papua sebagai primadona politik Indonesia 2013” dituliskan; MOP Papua sangat laku karena kekhasannya Papua. MOP Papua adalah cara melucu orang Papua. Dalam tekanan ketidakadilan yang sedang terjadi di tanah Papua, orang Papua masih tetap bisa melucu. Cara lelucon orang Papua disebut MOP Papua. Ini adalah karakteristik orang Papua.”

50

Lelucon, dagelan. Secara berkelakar/bergurau dan tidak sungguh-sungguh, sehingga menjadi “joke darihoax”.

bergantian (istilahnya: baku bayar), setelah seorang mengekspresikan mop, muncul sebuah tantangan “ayooooo siapa lagi mau bayar”, yang artinya siapa maumenandingi kelucuan mopsebelumnya.

Menurut Lando Nega (19),51 mahasiswa asal Bintuni Papua Barat menuturkan; “Mop adalah lucu, obat stress dan selalu bikin tertawa.”52 Walau ia berada di Yogyakarta,53 saat kumpul bersama teman-temannya tetap suka ngemop. Sambil menikmati pinang di mulut akan semakin menambahlincahngomong, mulut tambahbaair.54

Seiring dengan perkembangan teknologi dewasa ini, telah banyakmop

diupdatedalamaccount Facebook. Setiap hari dapat ditemukan paling tidak sebuah mop baru, bahkan banyak visualisasi mop yang ada dalam media elektronik (internet), atau diproduksi dalam kepingan VCD yang kemudian didistribusikan ke dalam pasar-pasar di seantero Papua.

Sekarang publik dengan mudah mendapatkan akses untuk menikmati

mopdengan melihat, mendengar, membaca dan turut mencoba menampilkan tanpa harus berada di Papua. Mop telah mampu melahirkan ‘imagined Papuan communities’ bagi para diaspora.

51

Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi pada Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Wawancara 20/02/2016.

52

Ada kesamaan dengan pendapat dari Tesya Fakdawer (18) seorang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. MOP adalah cerita yang dikarang untuk membuat orang tertawa dan bikin lucu.

53

Asrama Mahasiswa BintuniTambak Bayan 3 Babarsari. 54

“baair” dari kata berair, yang dimaknai sebagai mulut basah dengan ludah pinang sehingga dapat berbicara (ngomong) dengan lancar, seperti air mengalir. Preposisi “ber”, dalam dialek di sebagian wilayah Bagian Timur Indonesia sering diucapkan menjadi “ba”.

Gambar 17. Budaya Populer yang terekspresikan dalam sebuah Obrolanmopsaat ini telah diproduksi

dan beredar dalam bentuk VCD-VCD yang beredar di pasar-pasar seantero Papua.55

Budaya populer ini selain menjadi hiburan juga sarat nilai-nilai pembelajaran (edukatif) bagi masyarakat yang mendengar dan mampu memahaminya. Pencerita/penampil dan pendengar/penikmat biasanya berada dalam satu tempat (entah duduk atau berdiri) sambil mengkonsumsi pinang dan memuntahkan ludah merah, akan semakin memperjelas imaji dan obsesi dari isi, makna, serta pesan yang terkandung dalam sebuahmop.

Disajikan oleh seorang pencerita melalui ungkapan lisan atau pun gerak laku yang menghadirkan kelucuan dan kadang jugakekonyolan. Bagi yang cepat memahaminya akan segera menemukan pesan makna di dalamnya, sehingga dengan cepat merespons dengan tawa atau pun teriakan histeris. Dengan kepekaan daya tangkapnya, seorang pendengar dapat

55

menikmati dengan daya rasa, menikmati seraya membangun imajinasi, fantasi atau bayangan ‘peristiwanya’ sekaligus mendapatkan pesan yang dimaksud oleh pencerita.

Gambar 18. Orang-orang muda ngobrol bareng diselingi denganmop-mop,

di seberang jalan Bank Papua Sanggeng Manokwari.56

Hanuri (62) warga Kota Yogyakarta, seorang pensiunan pegawai Telkom di Jayapura (1982-1995) menuturkan: “Mop itu adalah lelucon, stand up comedy yang kadang merupakan cerita bual-bual57. Orang-orang Papua paling pinter menyajikan MOP.

Sejauh penulis amati, dalam mop-mop terkandung daya satire yang kuat, bahkan kadang mempunyai kecenderunganrasialisme. Hal ini menjadi sebuah indikasi adanya motif-motif yang menginspirasi sebuahperformance

56

Dokumen pribadi penulis. 57

mop dengan pesan (massage) bermakna yang – kadang disengaja – untuk disampaikan kepada pihak-pihak lain.

Berikut sebuah contoh dari sejumlah mop yang kadang terdengar dalam obrolan bersama;

Cara Makan Pinang

Pace Serui bilang: "Kita di Serui cara makan Pinang tu, 3.2.1. Makan 3 pinang duluan, trus 2 sirih, baru 1 senduk kapur trakhir."

Napi Biak bilang : "Di Biak tu tabale: 1-2-3, Satu daun siri duluan, baru makan 2 kapur tulis, 3 buah pinang terakhir." Pace Wamena tra mau kalah: "Di Wamena tu campuran, 2-1-3,

makan 2 senduk kapur duluan, 1 jam kemudian makan sirih, 3 hari lagi baru makan pinang!"

2 Pace tadi tanya, "Kenapa lama sekali baru makan pinang?" Pace Wamena bilang; "tunggu mulut sembuh too..."58

Contoh di atas merupakan salah satu mop yang memunculkan 3 tokoh dari suku berbeda (Serui, Biak dan Wamena) di Bumi Papua. Humoran ini biasanya lebih mungkin sering dicerita-tampilkan oleh orang yang bukan berasal dari ke 3 suku tersebut. Pesannya secara logika sangat konyol dan tidak logis, sehingga kadang akan ditanggapi dengan celotehan“yang bener saja paceeeee”atau pun respon sejenisnya. Kekonyolan yang terkandung di dalamnya akan mampumembangun imaji yang kadang diskriminatif tentang

58

subyek dan suatu obyek tertentu, namun karena disampaikan dengan humor maka kesan tersebut menjadi abu-abu (discleaner), namun justru menghibur penikmatnya.

Seorang George Prawar (25)59, memberikan imaji dan penjelasannya bahwa MOP adalah menipu orang banyak60. Kepintaran merangkai beberapa fakta sosial yang sungguh-sungguh terjadi dari suatu keadaan dengan keadaan lain dalam masyarakat sebagai materi performancesebuah

mop, menjadikan seseorang diberi predikat tukang mop. Terlebih kepiawian tersebut ditunjang dengan gerak laku yangpasdan ujaran yang menyertakan kentalnya dialek khas dari bahasa suatu etnis tertentu. Si pencerita harus menguasai dialek suku yang sedang diceritakannya, karena kemampuan dalam – meniru dialek bahasa/logat, gerak laku – akan menjadi suatu

variable yang sangat mendukung dalam membangkitkan rasa humor, sehingga orang akan berpikir – membangun dan mengikuti fantasi – sejenak, kemudian akan merespons secara tidak terduga; meyakininya, menolak pernyataan, atau tertawa terpingkal karena rasa humornya.

Menurut Geogre, mengkonsumsi pinang dan mop bagi orang Papua merupakan kesatuan sarana menjalin keeratan persahabatan dan persaudaraaan, karena dengan makan pinang bersama orang akan semakin mudah ngomong; melisankan isi hati, fantasi, dan membuka pikiran.

59

Pegawai pada Lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Propinsi Papua Barat 60

Karena isinya bukan hal yang sebenarnya, hanya perlu kepinteran dalam merangkai fakta yang satu dengan yang lain yang tidak mempunyai keterkaitan sebuah sebab akibat (kasualitas).

Selain mop sebagai salah satu performance budaya populer Papua, di Kota Manokwari penulis juga menemukan acara Obrolan Warung Pinang

dalam program siaran radio. Acara ini merupakan salah satu bentuk perhatian dan kepedulian apresiatif terhadap budaya mengkonsumsi pinang yang telah mampu menggerakkan dinamika ruang publik sosial masyarakat Manokwari. Program interaksi aktif tersebut dalam relasinya tanpa harus bertemu (face to face) sepertiperformance mop, akan tetapi melalui sebuah media lokal, yakni Stasiun Regional Radio Republik Indonesia (RRI).

Seorang Ice Manusaway, wartawati senior yang telah mampu membangun sebuah ruang khusus bagi budaya konsumsi pinang (mengkonsumsi pinang) dalam masyarakat Papua. Baginya budaya tersebut merupakan salah satu variable yang telah turut serta dalam membentuk identitas serta karakter ruang publik Kota Manokwari.Reaksi tanggap dari kejeliannya menjadikan acara Obrolan Warung Pinang61ini pada tahun 2016 genap berusia 14 tahun di bawah kendalinya. Sebagai orang lapangan, Ibu Ice62 sangat peka dan mampu menangkap gelagat dan geliat budaya masyarakat, kejadian lapangan, keluhan masyarakat, serta keinginan pemerintah (state) untuk membangun Kota Manokwari agar lebih baik dari pada sebelumnya.

61

Sebagai wartawan lapangan ia dianggap mampu menampung aspirasi, kejadian dan persoalan dalam masyarakat sekitar Manokwari. Kemudian dia mengolah dan menyajikannya dalam siaran dengan bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, bahasa kampung, sentilan jenaka (mop), dengan bahasa khas Papua sehingga dapat dimengerti oleh semuaelementmasyarakat pendengar.

62

Dengan pengolahan materi atas wandering of the semantic dari kehidupan masyarakat sekitar Manokwari, melalui analisa sosial dan refleksi, kemudianmengakomodir potret dan peristiwa keseharian ke dalam dunia dan dinamika budaya mengkonsumsi pinang dengan segala kebiasaan yang menyertainya, disajikanlah acara Obrolan Warung Pinang.63 Sebuah program tempat mendudukkan berbagai kejadian, persoalan, dan aspirasi masyarakat yang kemudian dipancar luaskan64 melalui program siaran RRI Manokwari secara terjadwal hingga saat ini.

Obrolan Warung Pinang disajikan dalam sebuah obrolan ringan, populer, santai, dengan bahasa pasaran dialek khas Papua, sehingga mudah ditangkap (dimengerti) oleh khalayak umum. Oleh karena itu walau kontennya padat dan penuh daya makna konstruktif, acara ini gampang dimengerti, diingat, dan selalu menjadi bahan refleksi dan introspeksi dalam perbincangan masyarakat.

Walau pun disampaikan secara humor dan santai, namun sangat menghibur dan bernilai edukatif65 bagi seluruh lapisan masyarakat, dari pejabat negara, penyelenggara pemerintahan, politisi,businessman, atau pun masyarakat publik pada umumnya.

63

Melibatkan 2 s.d. 3 orang selama 30 menit.Yemima(Ice Manusaway:pengasuh),Philemon( Patty Elwarin / “Elco”), yang kadang juga menghadirkan penyiar lain dengan nama pilihan masing-masing (seperti “Mas Broer” dll).

64

Melalui kontak telpon dapat melakukan interaktif antara masyarakat pendengar dengan penyaji acara.

65

Obrolan Warung Pinang66 merupakan acara unggulan Stasiun RRI

Manokwari, sekaligus merupakan “chanal inspirasi”67 yang telah menjadi

ruang tersendiri bagi segenap elemen masyarakat.Obrolan Warung Pinang

menjadi medium dan corong penyampai kebijakan birokrat, perasaan masyarakat, dan pikiran masyarakat publik.

Terjembataninya antara kebijakan publik pemerintah dengan aspirasi masyarakat melalui acara tersebut, memungkinkan terjadinya interaksi timbal balik untuk saling menyampaikan pesan (message), guna membangun suatu peri kehidupan publik agar semakin membaik dari pada waktu-waktu sebelumnya.

Acara Obrolan Warung Pinang berkonten sangat populis, menyentuh realitas sosial, interaktif, konstruktif, dan mampu menyentil (bdk. Acara Sentilan Sentilun dalam program siaran Stasiun Televisi Swasta MetrotTV) semua pihak yang peduli maupun tidak peduli dengan kebutuan dan keadaan masyarakat. Konten acara ini mengobrolkan tentang keadaan struktur dan infrastruktur publik, seperti jalan raya, pasar, lampu lalu lintas jalan raya, selokan, sampah), kesemrawutan tata kota, perilaku pejabat publik, gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas), demontrasi/unjuk rasa, ketidakadilan, serta hal-hal lain yang bersinggungan dengan kepentingan bersama warga masyarakat Kota Manokwari dan sekitarnya.

66

Sumber :Kabupaten Manokwari dalam Angka 2014. BPS Kab. Manokwari.hlm.88-89. 67

Gambar 19.ObrolanWarung Pinangmenjadi Acara Unggulan,

sebagaiChanal Inspirasidi RRI Manokwari68

Mengkonsumsi pinang secara bersama-sama, dibarengi dengan obrolan,mop-mop,serta adanya acaraObrolan Warung Pinang pada Stasiun RRI Manokwari berdaya konstruktif yang dapat memunculkan wacana serta membangkitkan imaji yang akan menggerakkan dinamika sosial pada ruang publik Kota Manokwari di Papua Barat.

68