• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pembangunan Bersih

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 179-185)

ASPEK LINGKUNGAN

8.4 Mekanisme Pembangunan Bersih

Salah satu skema dalam Protokol Kyoto adalah clean development mechansism (CDM) atau disebut juga mekanisme pembangunan bersih. Sedangkan skema yang lain adalah joint implementation dan emission trading. Tetapi sebagai negara berkembang Indonesia hanya dapat mengikuti mekanisme CDM secara sukarela. CDM merupakan mekanisme perdagangan karbon yang unik, karena menggabungkan kepentingan lingkungan dengan mekanisme perdagangan, dan menjembatani kepentingan negara maju dengan negara berkembang

Melalui program CDM, negara maju dan negara berkembang bekerja sama untuk mengurangi emisi GRK secara bersama-sama. Bagi negara berkembang program CDM merupakan jalur investasi dan transfer teknologi dari negara maju, sedangkan bagi negara maju program CDM merupakan cara pengurangan emisi gas rumah kaca dengan harga murah, dengan cara

Aspek Lingkungan

Outlook Energi Indonesia 2009 8-5

mendapatkan kuota emisi GRK. Secara mudah timbal balik antara negara maju dan negara berkembang ditunjukkan dalam skema di Gambar 8.2.

Gambar 8.2 Skema CDM

Keuntungan penerapan mekanisme CDM pada suatu proyek di negara berkembang diantaranya adalah sebagai berikut:

Membantu proyek ramah lingkungan menjadi lebih feasible karena adanya pendapatan tambahan dari hasil penjualan besarnya pengurangan emisi GRK yang terjadi pada saat proyek dioperasikan. Hal ini, selain menjadikan proyek ini lebih kompetitif, dengan melaksanakan mekasnime CDM, dapat meningkatkan good image perusahaan, karena telah melaksanakan kegiatan ramah lingkungan.

Adanya kemungkinan transfer teknologi dari negara maju ke suatu proyek di negara berkembang.

Melalui program CDM, negara maju (disebut Annex I) mendapat keuntungan, dengan dapat melakukan penurunan emisi GRK dengan harga investasi yang relatif lebih murah dibanding jika mereka harus membangun proyek tersebut di negara mereka sendiri.

Negara berkembang sebagai tuan rumah mendapat keuntungan berupa bantuan keuangan, peningkatan kapasitas SDM, transfer teknologi, dan pembangunan berkelanjutan.

Implementasi dari mekasnime CDM, meliputi juga sektor energi seperti pembangunan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan, proyek efisiensi energi dan proyek-proyek lain di sektor energi yang dapat menurunkan emisi GRK. Saat ini, para calon pembeli (baik pemerintah, swasta di negara maju maupun multilateral company) kredit karbon (disebut dengan

certified emissions reduction) banyak melakukan kerjasama dengan

negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Konsumsi energi yang cukup tinggi dan tersedianya sumber-sumber energi alternatif beserta adanya teknologi yang lebih efisien untuk ditawarkan ke sektor industri di Indonesia merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan untuk implementasi CDM di Indonesia. Proyek-proyek efisiensi energi dan energi terbarukan merupakan sektor yang secara langsung dapat menerima insentif dari mekanisme CDM ini. Beberapa jenis proyek yang terkait dengan CDM skala kecil (jumlah reduksi emisi GRK dibawah 60.000

Aspek Lingkungan

ton/tahun) dapat dibagi menjadi beberapa jenis proyek seperti ditunjukkan di bawah ini.

Type I Proyek Energi Terbarukan o 1A. Pembangkit listrik

o 1B. Energi mekanik untuk pengguna o 1C. Energi termal untuk pengguna

o 1D. Pembangkit listrik energi terbarukan untuk interkoneksi. Type II Proyek Peningkatan Efisiensi Energi

o 2A. Peningkatan efisiensi sisi pasokan energi: transmisi dan distribusi o 2B. Peningkatan efisiensi sisi pasokan energi: pembangkitan

o 2C. Program efisiensi energi sisi permintaan dengan menggunakan teknologi spesifik

o 2D. Efisiensi energi dan substitusi bahan bakar untuk fasilitas industri o 2E. Efisiensi energi dan substitusi bahan bakar untuk gedung.

Type III Aktifitas Proyek Lainnya o 3A. Pertanian

o 3B. Substitusi bahan bakar fosil

o 3C. Mengurangi emisi dengan menggunakan kendaraan yang rendah emisi GHG-nya

o 3D. Methane recovery o 3E. Methane avoidance.

Masing-masing tipe proyek yang disebut di atas mempunyai metodologi perhitungan masing-masing yang telah ditentukan oleh UNFCCC. Format penulisan dan metodologi tersebut mengalami perubahan secara periodik. Beberapa contoh proyek energi yang berpotensi untuk dilakukan adalah sebagai berikut:

Pemasangan HRSG (heat recovery steam generator) di gas turbin open cycle atau diesel engine (type 2B)

Penggantian bahan bakar dari bahan bakar fosil menjadi gas (type 3B) Pembuatan pembangkit listrik berbahan bakar biomasa (type 1A, 1D) Pembangunan PLTM (type 1D).

Penutup

Outlook Energi Indonesia 2009 9-1

BAB 9

PENUTUP

Kebutuhan energi di masa depan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan PDB dan penduduk. Pertumbuhan PDB dalam kurun waktu 2005 – 2025 diasumsikan rata-rata sebesar 4% per tahun untuk skenario rendah dan sebesar 6,5% per tahun untuk skenario tinggi. Sedangkan populasi Indonesia diprakirakan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,11% per tahun, dari 222,23 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi 273,02 juta jiwa pada tahun 2025. Dengan skenario rendah, kebutuhan energi final (termasuk biomasa) diprakirakan tumbuh rata-rata sebesar 2,9% per tahun, dari sebesar 845,3 juta SBM pada tahun 2005 menjadi sebesar 1.434 juta SBM pada tahun 2025. Dengan skenario tinggi, kebutuhan energi final diprakirakan tumbuh rata-rata sebesar 4,4% per tahun dan menjadi sebesar 1.861 juta SBM pada akhir tahun 2025.

Kebutuhan energi final di Indonesia dibedakan menjadi lima sektor, yaitu sektor industri, sektor transportasi, sektor rumah tangga, sektor komersial serta sektor lainnya (pertanian, konstruksi dan pertambangan). Pada tahun 2025 sektor industri mulai mendominasi kebutuhan energi final untuk kasus dasar. Sektor industri ini menempati pangsa sebesar 45% kemudian disusul dengan sektor transportasi sebesar 32%. Sedangkan sektor rumah tangga menempati urutan selanjutnya dengan pangsa sebesar 12% dan untuk sektor komersial dan sektor lainnya masing-masing mempunyai pangsa sebesar 5% dan 6%. Dengan demikian telah terjadi pergeseran penggunaan energi dari mayoritas untuk sektor rumah tangga di tahun 2006 menjadi untuk sektor industri pada tahun 2025.

Selama kurun waktu 2006 - 2025, total pasokan energi primer menurut kasus dasar diprakirakan meningkat sebesar rata-rata 4,4% per tahun dari 921 juta SBM pada tahun 2006 menjadi 2.099 juta SBM pada tahun 2025. Pangsa terbesar pasokan energi primer tetap didominasi oleh minyak bumi beserta BBM. Pada tahun 2006 pasokan energi dari minyak bumi dan BBM sebesar 478 juta SBM (atau 52% dari total pasokan energi primer) dan turun pangsanya menjadi 37% dari total pasokan atau sebesar 1.439 juta SBM atau pada tahun 2025. Sementara itu, pada tahun 2025 pasokan batubara mencapai 1.340 juta SBM (34%) dan gas bumi mencapai 726 juta SBM (19%). Sedangkan pasokan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti panas bumi hanya sebesar 122 juta SBM (3%) dan hidro (termasuk mikrohidro) sebesar 59 juta SBM (1.5%)

Selama ini BBM merupakan sumber energi yang sangat dominan digunakan oleh masyarakat karena sifatnya yang mudah untuk digunakan sehingga menyebabkan dalam jangka pendek BBM ini belum dapat digantikan dengan sumber energi alternatif lainnya. Karena dominannya dalam memenuhi kebutuhan energi nasional pada akhirnya akan membuat ketergantungan terhadap BBM semakin besar. Hal ini merupakan sesuatu yang kurang baik mengingat adanya keterbatasan cadangan minyak bumi. Untuk mengatasi hal

Penutup

ini, maka sudah saatnya untuk mengembangkan sumber energi alternatif dengan tujuan untuk mengantisipasi masalah kekurangan akan sumber energi. Penggunaan gas bumi juga mempunyai prospek sebagai pasokan energi di masa depan. Pemanfaatan gas untuk menggantikan BBM pada kendaraan bermotor untuk jangka panjang merupakan alternatif yang patut dipertimbangkan. Pada kendaraan bermotor, pilihan untuk bahan bakar menggantikan BBM sangatlah terbatas. Cadangan gas bumi yang tersedia di dalam negeri lebih banyak daripada cadangan minyak bumi, sehingga gas bumi berpotensi menggantikan BBM dimasa depan. Telah diketahui bahwa gas bumi dengan unsur utama metana merupakan bahan baku pembuatan berbagai jenis bahan kimia. Bahan kimia tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar, seperti metanol dan dimetil ether (DME). Secara teknologi pembuatan bahan bakar tersebut bukan masalah, tetapi pemanfaatannya secara masal ditentukan oleh harga keekonomiannya relatif terhadap harga BBM. Bila harga minyak bumi tinggi akan meningkatkan keekonomian bahan-bahan kimia tersebut sebagai bahan bakar alternatif.

Batubara untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor pembangkit listrik dan industri diprakirakan akan meningkat terus. Oleh karena itu perlu adanya pasokan yang cukup dan berkesinambungan. Produksi batubara diprakirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode 2006 - 2025. Oleh karena itu perlu dipersiapkan peningkatan pembangunan infrastruktur sistem distribusi batubara yang terpadu dari tambang ke konsumen pengguna antara lain meliputi: rencana jalur lalu lintas pengangkutan batubara, kapasitas dan lokasi pelabuhan bongkar muat batubara, serta jenis dan ukuran sarana angkutan yang akan dipergunakan.

Teknologi pembangkit yang paling dominan dalam tambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang dibutuhkan selama rentang waktu 2005 - 2010 adalah PLTU berbahan bakar batubara. Pada tahun 2025 diprakirakan produksi listrik yang berasal dari batubara akan tetap lebih dominan dibanding dengan jenis lainnya, dengan pangsa hampir 91% (355 TWh), sedangkan pangsa terkecil adalah produksi listrik dari biodiesel yaitu sebesar 0,2% (0,7 TWh). Sedangkan pangsa listrik yang berasal dari minyak bumi sangat kecil, sekitar 0,7% (2,6 TWh). Adapun produksi listrik dari pembangkit berbahan bakar gas pangsanya cukup rendah (2%), sedikit lebih rendah dari energi terbarukan yang berkisar 2,5% atau mendekati 9,7 TWh. Adapun pembangkit energi baru dan terbarukan, seperti PLTN, photovoltaic dan pembangkit listrik tenaga angin, baik pada kasus dasar maupun kasus lainnya masih belum bisa bersaing dengan pembangkit konvensional.

Mengingat cadangan minyak bumi di Indonesia semakin terbatas dan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap minyak maka perlu dilakukan diversifikasi sumber energi. Diversifikasi dapat dilakukan melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti pemanfaatan bahan bakar atau energi yang bersumber dari biomasa. Pemanfaatan bahan bakar biomasa atau biofuel antara lain meliputi pemanfaatan biodiesel dan bioethanol (gasohol) untuk sektor transportasi, biooil atau pure plant oil baik berupa minyak jarak murni

Penutup

Outlook Energi Indonesia 2009 9-3

(crude jatropha oil) atau minyak sawit murni (crude palm oil) untuk menggantikan minyak tanah atau minyak bakar dan minyak diesel. Pemanfaatan biofuel tersebut juga diprakirakan mempunyai dampak positif lain, antara lain menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca, juga membantu mendorong suksesnya program diversifikasi energi serta menyediakan tambahan lapangan kerja bagi masyarakat.

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 179-185)