• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor Transportasi

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 62-65)

KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI

B. Sektor Transportasi

Sektor transportasi merupakan sektor yang mendukung aktivitas semua sektor pengguna energi. Untuk itu, perkembangan kebutuhan energi sektor transportasi bukan hanya dipengaruhi oleh pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat, tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan sektor pertanian, konstruksi, komersial, dan sektor industri. Kebutuhan energi sektor transportasi pada umumnya berupa BBM (bensin, minyak solar, minyak bakar, avtur/avgas) yaitu sebesar 99,8% pada tahun 2006, sedangkan sisanya dipenuhi oleh gas dan listrik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11. Dengan adanya mandatori biofuel yang dicanangkan pemerintah, maka biodiesel (sebagai substitusi minyak diesel) dan bioetanol (sebagai substitusi bensin) juga dipertimbangkan sebagai bahan bakar pada sektor transportasi. Pada kasus dasar total kebutuhan energi sektor transportasi meningkat rata-rata 3,9% per tahun dari 177,1 juta SBM pada tahun 2006 menjadi 427,7 juta SBM pada tahun 2025.

Pada kasus dasar, di tahun 2006 bensin masih mendominasi kebutuhan energi final di sektor transportasi, yaitu dengan pangsa sebesar 58% terhadap total pemakaian energi final sektor transportasi. Bahan bakar energi terbarukan yang digunakan pada sektor transportasi adalah bioetanol dan biodiesel yang mempunyai tingkat emisi yang lebih rendah dari bahan bakar fosil.

Kebutuhan dan Penyediaan Energi 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 J u ta S B M

Bioethanol Biodiesel Listrik FO

ADO Gas Avtur/Avgas Gasoline

Historikal

Proyeksi

Gambar 3.11 Realisasi dan proyeksi kebutuhan energi di sektor transportasi (kasus dasar) 54% 21% 0% 10% 0% 0% 5% 10% 2025 427,7 Juta SBM 56% 33% 0%8% 0% 0% 1%2% 2010 230,3 Juta SBM 58% 34% 0% 8% 0% 0%0% 0% 2006 Gasoline ADO Gas Avtur/Avgas FO Listrik Biodiesel Bioethanol 177,1 Juta SBM

Gambar 3.12 Pangsa kebutuhan energi final di sektor transportasi (kasus dasar) tahun 2006, 2010, dan 2025

Dalam penerapannya, pencampuran bioetanol dengan bensin dan biodiesel dengan minyak solar sebaiknya kurang dari 20% karena pertimbangan teknis terkait pengaruh karakteristik fisika-kimia campuran bahan bakar terhadap kondisi mesin motor bakar. Pada pencampuran bioetanol, terjadi kelebihan oksigen dalam bahan bakar nabati tersebut sehingga pembakaran dengan udara dengan rasio C/O yang lebih rendah daripada penggunaan bensin menyebabkan kinerja mesin menurun. Untuk mempertahankan kinerjanya, mesin perlu dimodifikasi. Di Brazil, penggunaan etanol bisa mencapai 99,8% (etanol berkualitas fuel grade) karena telah dilakukan modifikasi terhadap mesin kendaraan. Sementara itu, pencampuran biodiesel menjadikan campuran bahan bakar tersebut bersifat lebih asam sehingga menyebabkan seal dan karet pada mesin menjadi mengembang sehingga terjadi kebocoran-kebocoran yang tidak diharapkan. Akibatnya, kinerja mesin menjadi berkurang. Dengan demikian, pada pencampuran dengan bioetanol dan biodiesel, disarankan tidak lebih dari 20% untuk menghindari berkurangnya kinerja mesin.

Kebutuhan dan Penyediaan Energi

3-11

Pada tahun 2010 pangsa pemakaian bensin sedikit menurun yaitu sebesar 56% dengan minyak diesel sebesar 33% sejalan dengan penerapan teknologi transportasi yang lebih efisien dalam pemakaian bahan bakar. Kebutuhan avtur terus meningkat seiring dengan perkembangan gaya hidup masyarakat yang menuntut mobilitas yang tinggi. Kemudian pada tahun 2025 pemakaian bensin sedikit mengalami kenaikan yaitu dengan pangsa 54%, sedangkan minyak diesel menjadi 21%. Bensin mengalami laju pertumbuhan sebesar 4% sedangkan laju pertumbuhan minyak diesel hanya 1,5%. Hal ini diperkirakan berdasarkan proyeksi mobilitas penumpang (passenger) yang memanfaatkan mobil bensin lebih tinggi daripada mobilitas barang (freight) yang lebih memanfaatkan kendaraan berbahan bakar minyak diesel.

Jenis teknologi penggerak (prime mover) pada sektor transportasi sebagaimana diterapkan hingga saat ini menyebabkan bahan bakarnya didominasi oleh BBM. Meskipun demikian, untuk jenis mobil diperkirakan intensitas energi dapat berkurang sebesar 15% hingga 30%. Reduksi ini dapat dilakukan melalui kombinasi dari beberapa perubahan dan peningkatan desain komponen, perbaikan material, peningkatan pemanfaatan sistem kontrol elektronik, serta penyempurnaan desain mesin. Penggunaan mobil dengan teknologi hibrid dan transportasi masal yang lebih rendah intensitas energinya di masa mendatang perlu diberikan insentif sehingga penggunaannya bisa meluas.

Pada alat angkutan jenis pesawat terbang, penurunan intensitas bahan bakar pada pesawat diterapkan dengan penggunaan mesin jet generasi baru yang lebih hemat energi. Pada mesin-mesin kapal laut efisiensi energi diperkirakan akan meningkat dan dapat menghemat bahan bakar sebesar 5% hingga 10%. Selain itu, peningkatan desain hull dan propeller dapat menambah penghematan energi sebesar 10% hingga 30%.

Pemakaian gas sebagai bahan bakar alat transportasi darat terkendala oleh ketersediaan jaringan pipa gas yang memasok stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Dengan demikian pemakaian gas menjadi terbatas di kota-kota besar yang tersedia jaringan pipa gas. Sementara itu, pemakaian listrik baru berlangsung untuk angkutan kereta api dalam kota di Jawa. Pemanfaatan gas bumi pada sektor transportasi juga dipertimbangkan pada sektor ini selain dimanfaatkan pada sektor industri, rumah tangga, dan pembangkit listrik. Pada skenario pertumbuhan PDB rendah, kasus perbedaan harga minyak tidak memberikan banyak perbedaan terhadap total kebutuhan energi final sektor transportasi. Pada pertumbuhan PDB yang sama dengan harga minyak 60 $/barel, total kebutuhan pada sektor transportasi adalah sebesar 427,5 juta SBM. Pangsa pemakaian bahan bakar pada harga minyak 30 $/barel dan 60 $/barel adalah sama. Lain halnya pada skenario pertumbuhan PDB tinggi, perbedaan harga minyak menunjukkan perubahan proyeksi total kebutuhan energi final. Pada kasus harga minyak 30 $/barel energi final pada tahun 2025 menjadi 495,6 juta SBM, sedangkan pada tahun yang sama kasus harga minyak 60 $/barel menyebabkan total energi final menjadi 479,2 juta SBM. Hal ini menunjukkan pada harga minyak lebih rendah akan lebih banyak BBM yang

Kebutuhan dan Penyediaan Energi

dikonsumsi pada sektor transportasi. Gambar 3.10 menunjukkan perbandingan pemakaian jenis bahan bakar pada kasus dasar dengan kasus lainnya serta pangsa tahun 2006 dan tahun 2025 di sektor transportasi.

0 100 200 300 400 500 600 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 J u ta S B M

Kasus R30 Kasus R60 Kasus T30 Kasus T60

Historikal Proyeksi 58% 34% 0% 8% 0% 0% 0% 0% 2006 Gasoline ADO Gas Avtur/Avgas FO Listrik Biodiesel Bioethanol 54% 21% 0% 10% 0% 0% 5% 10% R60 58% 20% 0% 10% 0% 0% 5% 7% T30 55% 20% 0% 10% 0% 0% 5% 10% T60 2025 54% 21% 0% 10% 0% 0% 5% 10% R30

Gambar 3.13 Perbandingan total kebutuhan energi final tanpa biomasa dan pangsanya di sektor transportasi

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 62-65)