• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasokan dan Pemanfaatan Gas Bumi

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 109-115)

GAS BUMI, LPG, DAN LNG 5.1 Cadangan Gas Bumi

5.2 Pasokan dan Pemanfaatan Gas Bumi

Berdasarkan informasi yang disampaikan dalam International Energy Outlook

2007, rasio antara cadangan terbukti dan produksi (C/P) gas bumi dunia per

Januari 2007 adalah sebesar 65 tahun. Sebagai perbandingan, Rusia memiliki C/P sekitar 80 tahun, rata-rata negara-negara Timur Tengah memiliki C/P sekitar 100 tahun. Adapun Indonesia memiliki C/P sekitar 30 tahun.

Produksi gas dilakukan oleh Pertamina, perusahaan-perusahaan yang mengelola wilayah usaha pertambangan Pertamina dalam bentuk daerah operasi hulu (DOH), joint operation body (JOB), dan technical assistant

contract (TAC) serta perusahaan-perusahaan yang mengelola wilayah usaha

pertambangan pemerintah dalam bentuk production sharing contract (PSC). Produksi gas nasional dari tahun 2000 - 2006 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,3% per tahun. Peningkatan produksi gas bumi disebabkan adanya peningkatan pemanfaatan gas bumi domestik dan meningkatnya ekspor gas bumi. Ekspor gas bumi selain dalam bentuk LNG, juga dilakukan dalam bentuk gas pipa, yang dimulai dari tahun 2001. Perkembangan produksi, konsumsi domestik dan ekspor gas bumi di Indonesia selama kurun waktu 2000 - 2006 ditunjukkan pada Gambar 5.2.

0 800 1,600 2,400 3,200 Ga s B u m i (BSC F ) Produksi 2,901 2,807 3,042 3,155 3,030 2,985 2,954 Domestik 1,017 1,146 1,246 1,197 1,128 1,121 1,020 Ekspor 1,584 1,522 1,740 1,832 1,811 1,693 1,598 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber: DESDM

Gambar 5.2 Perkembangan produksi gas bumi

Pada gambar ini terlihat bahwa ekspor gas bumi dalam kurun waktu 2000 – 2006 rata-rata mencapai 56% dari total produksi gas bumi, sedangkan pemakaian gas bumi di dalam negeri rata-rata hanya sekitar 38% dari total produksi di dalam negeri. Sisanya sebesar 6% digunakan untuk kegiatan proses produksi maupun dibakar.

Gas Bumi, LPG dan LNG

Outlook Energi Indonesia 2009 5-4

Produksi gas berdasarkan wilayahnya dapat dikelompokkan kedalam 13 wilayah. Adapun perincian produksi gas berdasarkan wilayahnya pada tahun 2000 – 2006 dapat dilihat pada Tabel 5.3. Pada Tabel ini terlihat bahwa produksi gas terbesar adalah wilayah Kalimantan Timur, diikuti oleh wilayah Aceh, DKI + Banten + Jabar dan Riau + Jambi (Sumatera Tengah). Berdasarkan jumlah gas yang diproduksi, peningkatan produksi gas terjadi di wilayah Natuna, Sumatera Tengah, Papua dan Sulawesi Selatan, sedangkan penurunan produksi gas terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, DKI + Banten + Jabar dan Jawa Timur.

Tabel 5.3 Produksi gas bumi berdasarkan wilayahnya (BSCF)

Wilayah 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Natuna 54,71 95,61 139,79 202,36 218,42 231,18 212,44 Aceh 458,93 268,12 557,87 601,67 507,10 379,13 340,17 Sumatera Utara 49,68 42,10 36,11 30,39 30,56 26,32 2,60 Riau+Jambi (SumTeng) 219,69 223,76 233,80 258,99 279,81 327,12 428,20 SumSel 153,94 160,96 147,45 145,03 157,38 129,44 171,97 DKI+Banten+Jabar 343,84 345,19 351,09 359,48 330,85 303,84 321,04 Jawa Tengah 0 0 0 0 0 0 0 Jawa Timur 132,62 135,04 118,77 109,09 106,82 95,57 90,59 Kaltim 1.478,04 1.524,36 1.442,33 1.432,41 1.363,69 1.422,38 1.320,69 Kalsel 0 0 0 0 0 0 0 Papua 3,66 4,88 5,96 4,54 5,20 24,85 23,77 Sulsel 6.27 7,14 8,69 11,18 30,05 44.92 41,42 Seram, Bula 0 0 0 112 264 594 1,21 Total 2.901,38 2.807,15 3.041,87 3.155,25 3.030,13 2.985,34 2.954,10

Sumber: Statistik Migas - Exploitation

Penurunan produksi gas bumi yang terjadi di wilayah Aceh mengakibatkan menurunnya produksi LNG dan pasokan gas ke industri, sedangkan di wilayah Sumatera Utara, DKI + Banten + Jabar dan Jawa Timur mengakibatkan menurunnya pasokan gas untuk pembangkit listrik dan pasokan gas ke industri. Upaya menambah pasokan gas ke Jawa Barat dilakukan dengan membangun jalur pipa transmisi dari lapangan gas di Sumatera Tengah ke Sumatera Selatan dan akhirnya ke Jawa Barat. Hal lain yang direncanakan adalah membangun terminal penerima LNG di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sebagaimana diketahui, LPG di Indonesia selain diperoleh dari kilang gas juga dapat diperoleh dari kilang minyak. Pengambilan LPG dari gas bumi hanya dapat dilakukan terhadap jenis gas yang banyak mengandung propan dan butan. LPG yang dihasilkan dari kilang gas diperuntukkan ekspor, sedangkan LPG yang dihasilkan dari kilang minyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sebuah kilang minyak dapat menghasilkan LPG karena jenis teknologi yang ada dan jenis minyak mentah yang diolah pada kilang minyak tersebut.

Kilang gas yang menghasilkan LPG adalah kilang Badak, Arjuna, Santan, Mundu, Arar, Sumbagut, dan Jabung. Sementara itu, dari sembilan kilang

Gas Bumi, LPG dan LNG minyak yang ada di Indonesia, lima kilang minyak diantaranya menghasilkan LPG, yaitu kilang Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan dan Balongan. Secara umum terjadi penurunan produksi LPG, baik LPG hasil produksi kilang minyak maupun kilang gas. Besarnya produksi LPG dari kedua jenis kilang tersebut ditunjukan pada Gambar 5.3.

0 500 1000 1500 2000 2500 P rod uk s i LP G (R ib u T o n ) Kilang minyak 766.6 772.1 814.2 819.3 896.4 832.7 382.1 Kilang Gas 1321.0 1415.5 1285.6 1143.3 1119.6 1058.0 897.3 Total 2087.6 2187.6 2099.8 1962.6 2016 1890.7 1279.4 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Sumber: Dirjen MIGAS dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2007

Gambar 5.3 Produksi LPG berdasarkan sumbernya

Berdasarkan karakteristiknya, LPG yang dihasilkan dari kilang minyak memiliki kandungan butan yang lebih banyak daripada kandungan propan, sementara itu LPG yang dihasilkan dari kilang gas memiliki kandungan propan yang lebih banyak dari kandungan butan. Perbedaan tersebut menyebabkan LPG hasil kilang minyak dapat disimpan pada temperatur atmosfir, sedangkan LPG hasil kilang gas harus disimpan pada temperatur lebih rendah dari temperatur atmosfir. Keamanan dalam cara penyimpanan tersebut menyebabkan LPG hasil kilang minyak digunakan di dalam negeri, sedangkan LPG hasil kilang gas diekspor. Bila LPG hasil kilang gas hendak digunakan di dalam negeri, maka senyawa butan harus ditambahkan pada LPG tersebut.

Produksi gas bumi selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, juga merupakan komoditi ekspor. Gas bumi Indonesia diekpor dalam bentuk gas pipa, LNG, dan LPG. Besarnya volume ekspor dari masing-masing bentuk gas ditunjukan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jenis dan volume ekspor gas bumi

Jenis Satuan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Gas pipa MMSCF 0 31.967 82.619 118.112 129.342 181.246 161.555 LNG Juta BTU 1.399,8 1.238,8 1.035,5 1.300,8 1.322,4 1.217,8 1.176,3 LPG Ribu Ton 1.306,3 1.484,5 1.268,1 1.106,4 1.034,3 1.015,4 289,7 Sumber: Statistik Migas - Trade

Mulai tahun 2001, gas bumi dari lapangan gas Natuna Barat diekspor melalui pipa bawah laut dengan tujuan Singapura (Sakra Island), kemudian juga

Gas Bumi, LPG dan LNG

Outlook Energi Indonesia 2009 5-6

dilakukan ekspor gas dari lapangan gas Grissik (Sumatera Tengah) ke Singapura. Terakhir dilakukan ekspor gas dari lapangan gas Natuna Barat ke Duyong, Malaysia. Jumlah gas pipa yang diekspor selama jangka waktu 2001-2006 mengalami peningkatan yang pesat, dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 38,5% per tahun.

Berlainan dengan gas bumi yang pemasarannya memerlukan fasilitas jaringan pipa, pemasaran LNG menggunakan tanker untuk mengangkutnya. LNG diproduksi dari Arun, Aceh dan Bontang, Kalimantan Timur. Pada saat ini seluruh produk LNG diekspor ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Jepang adalah tujuan utama untuk ekspor LNG, dimana sekitar 65% dari total produksi LNG diserap oleh negara tersebut. Pada tahun 2002 terjadi penurunan ekspor LNG, hal ini berhubungan dengan dihentikannya produksi LNG dari kilang Arun sebagai akibat adanya konflik senjata di daerah Aceh. Secara keseluruhan jumlah LNG yang diekspor mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh menurunnya jumlah cadangan gas bumi untuk bahan baku kilang LNG Arun maupun LNG Bontang. Penurunan ekspor LNG mengakibatkan Indonesia harus mengganti kekurangan penjualan LNG sesuai dengn kontrak yang telah disepakati. Pilihan yang mungkin adalah mengimpor LNG dari negara lain atau memasok LNG dari kilang LNG baru yang akan dibangun.

Negara Jepang selain pengimpor LNG yang utama, juga merupakan negara pengimpor LPG utama dengan jumlah sekitar 75% dari total LPG yang diekspor dari Indonesia. Selain ke Jepang, LPG dari Indonesia juga diekspor ke Hongkong, Taiwan, Australia, Singapura, Filipina, dan China. Jumlah LPG yang diekspor ke negara-negara tersebut berfluktuasi dari tahun ke tahun. Secara keseluruhan terjadi penurunan jumlah LPG yang diekspor, hal ini terkait dengan meningkatnya jumlah LPG yang dikonsumsi di dalam negeri.

Indonesia selain mengekspor LPG juga mengimpor LPG. Impor LPG dilakukan karena terjadi lonjakan permintaan LPG di dalam negeri. LPG impor tersebut sebetulnya diproduksi di dalam negeri dengan peruntukkan untuk ekspor. Berhubung LPG tersebut digunakan di dalam negeri, maka LPG tersebut dikategorikan sebagai impor. Jumlah LPG yang diimpor dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Sumber: Dirjen MIGAS dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2007 Gambar 5.4 Impor LPG

Gas Bumi, LPG dan LNG

Pemakaian gas bumi nasional secara keseluruhan mengalami peningkatan karena gas bumi berfungsi sebagai bahan bakar pengganti BBM. Adapun laju pertumbuhan rata-rata pemakaian gas bumi adalah sebesar 4,6% per tahun. Berdasarkan sektor pemakainya, konsumsi gas domestik dibedakan atas gas

lift & reinjection, kilang minyak, gas kota, industri dan pembangkit listrik,

sedangkan konsumsi gas untuk kilang LNG tidak diperhitungkan sebagai konsumsi gas di dalam negeri, mengingat seluruh produk LNG diekspor. Perlu diketahui, bahwa industri pada sektor pemakai disini adalah gas yang disalurkan langsung oleh Pertamina ke industri yang merupakan pemakai akhir, umumnya industri-industri ini berskala besar. Gas kota pada sektor pemakai disini adalah gas bumi yang disalurkan ke Perusahaan Gas Negara (PGN), selanjutnya PGN menyalurkan gas tersebut kepemakai akhir, seperti ke rumah tangga, transportasi dan industri, umumnya industri-industri ini berskala lebih kecil bila dibandingkan dengan industri yang membeli langsung dari Pertamina. Perincian gas yang dikonsumsi pada masing-masing sektor dapat dilihat pada Gambar 5.5.

0 250 500 750 1000 1250 P e m anf aat an G as BC F

Gas Lift & Reinjection 256.4 382.6 472.1 460.7 431.6 422.3 322.7

Kilang Minyak 32.3 29.4 30.9 22.8 20.8 16.2 48 Gas Kota 69.4 76.7 86.8 95.5 105.1 108.2 111.4 Industri 398.4 422.4 436.6 409.7 365.8 406.5 526.9 Pembangkit Listrik 228.8 222.4 192.9 184.3 176.4 143 220.6 Total 985.3 1133.5 1219.3 1173 1099.7 1096.2 1229.6 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Sumber: Dirjen MIGAS dalam Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, 2007 Gambar 5.5 Konsumsi gas nasional berdasarkan peruntukkannya Pada gambar ini terlihat bahwa gas lift & reinjection dan industri merupakan dua konsumen utama, kedua konsumen tersebut mengkonsumsi sekitar 66% - 76% dari total gas domestik. Konsumsi gas untuk industri meliputi gas untuk bahan baku seperti pada industri pupuk dan petrokimia maupun untuk bahan bakar. Pemakaian gas bumi berdasarkan sektor ekonomi dapat dikelompokkan menjadi sektor industri, rumah tangga, transportasi dan pembangkit listrik. Neraca menyeluruh tentang jumlah gas bumi yang diproduksi, diekspor, dan dimanfaatkan di dalam negeri baik untuk proses produksi maupun untuk digunakan pada pemakai akhir diberikan pada neraca gas bumi. Perincian

Gas Bumi, LPG dan LNG

Outlook Energi Indonesia 2009 5-8

neraca gas bumi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5.5. Perlu diketahui, bahwa tabel ini hanya memberikan gambaran tentang gas bumi saja. Dalam hal LNG dan LPG, yang disajikan pada neraca ini adalah gas bumi yang digunakan di kilang LNG dan LPG, sedangkan LNG maupun LPG yang dihasilkan tidak terlihat dalam neraca tersebut.

Tabel 5.5 Neraca gas bumi tahun 2006

Keterangan MMSCF

1. Pasokan energi primer 2,256,546

a. Produksi 2,513,770 b. Impor c. Ekspor -257,224 d. Perubahan stok 0 2. Transformasi energi -1,675,635 a. Kilang minyak -15,159 b. Kilang LPG -32,879 c. Kilang LNG -1,436,093 d. Pengolahan batubara 0 e. Pembangkit listrik -191,504 - PLN -157,894 - Non PLN -33,610

3. Penggunaan sendiri & rugi-rugi -32,744 a. Dalam Proses Transformasi b. Transmisi & Distribusi -32,744 4. Pasokan energi final 548,168

5. Perbedaan statistik 84,801

6. Konsumsi energi final 463,366

a. Industri 328,406

b. Transportasi 233

c. Rumah tangga 711

d. Komersial 1,145

e. Sektor lainnya 0

f. Penggunaan non energi 132,872 Sumber: Handbook Statistik Ekonomi Energi 2007, Pusdatin-DESDM

Mengacu pada Tabel 5.5, jumlah gas bumi yang diekspor dan yang diolah menjadi LNG sekitar 67,4% dari jumlah total produksi gas bumi Indonesia. Pada saat ini, seluruh gas yang diolah pada kilang LNG merupakan jumlah gas bumi yang diekspor dalam bentuk LNG. Indonesia pada saat ini masih merupakan salah satu produsen dan eksportir yang penting dalam penyediaan LNG di Asia Timur. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa harga gas untuk ekspor lebih tinggi daripada harga gas di dalam negeri, sehingga kegiatan ekspor merupakan pilihan yang menarik bagi produsen gas. Besarnya jumlah gas bumi yang diekspor, baik dalam bentuk gas pipa maupun LNG merupakan kendala dalam upaya meningkatkan penyediaan gas bumi di dalam negeri. Hal lain yang menarik untuk dicermati adalah dari seluruh gas bumi yang digunakan di dalam negeri, maka sebanyak 75,7% digunakan untuk kegiatan transformasi energi dan pemakaian sendiri. Hanya sebanyak 20,5% yang langsung dipakai oleh konsumen akhir, seperti pada sektor industri, transportasi, rumah tangga, komersial dan lainnya. Pada sektor industri, gas

Gas Bumi, LPG dan LNG bumi selain digunakan sebagai energi, juga digunakan sebagai bahan baku. Masih rendahnya persentase pemakaian langsung gas bumi oleh konsumen akhir memberikan informasi bahwa infrastruktur gas bumi yang ada pada saat ini masih terbatas, sehingga hanya konsumen besar yang lebih mendapat perhatian untuk dipenuhi, sedangkan konsumen kecil kurang atau belum mendapat perhatian untuk dipenuhi. Hal ini terkait erat dengan tingginya kebutuhan investasi untuk pengembangan infrastruktur gas, sehingga penyediaan gas bumi ke satu titik dalam jumlah yang besar lebih menguntungkan daripada penyediaan gas bumi ke beberapa titik dalam jumlah yang kecil.

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 109-115)