• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan BBM

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 92-97)

MINYAK BUMI DAN BBM 4.1 Cadangan Minyak Bumi (Crude Oil)

4.3 Pasokan dan Pemanfaatan BBM .1 Pasokan BBM

4.3.2 Pemanfaatan BBM

Dalam kurun waktu 2000 - 2006 pemanfaatan BBM di dalam negeri mengalami peningkatan, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,5% per tahun, yaitu dari sebesar 352 juta SBM pada tahun 2000 menjadi sebesar 387 juta barel pada tahun 2006. Konsumsi BBM berdasarkan sektornya adalah komersial, rumah tangga, transportasi, industri, pembangkit listrik, dan lainnya (pertanian, konstruksi, dan pertambangan). Perincian BBM yang dikonsumsi pada masing-masing sektor dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Pada gambar ini terlihat bahwa berdasarkan persentasenya, sektor transportasi merupakan sektor yang paling banyak mengkonsumsi BBM, setiap tahunnya rata-rata sektor ini mengkonsumsi sekitar 43,3% dari total konsumsi

Minyak Bumi dan BBM

BBM nasional, selanjutnya diikuti oleh sektor industri, rumah tangga dan pembangkit listrik, dengan prosentase sekitar 17,6%, 16,5% dan 12,6% adapun pangsa konsumsi sektor yang lain relatif kecil.

Sumber: Ditjen Migas

Gambar 4.7 Konsumsi BBM berdasarkan sektor

Pola konsumsi BBM dalam kurun 2000 – 2006 bervariasi sesuai dengan sektornya. Konsumsi BBM meningkat pada sektor transportasi dan pembangkit listrik milik PLN, menurun pada sektor industri dan rumah tangga, dan relatif stabil pada sektor komersial dan lainnya. Konsumsi BBM untuk pembangkit listrik non PLN termasuk dalam sektor industri.

Pada sektor transportasi, alternatif bahan bakar pengganti sangatlah sukar untuk bersaing dengan BBM, baik dari kenyamanan dalam pemakaian maupun harganya, sehingga konsumsi BBM selalu meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah kendaraan yang ada. Pada sektor pembangkit listrik, BBM diperlukan sebagai bahan bakar untuk PLTD pada wilayah yang terpencil. Kemudahan dan tidak diperlukannya infrastruktur yang khusus dalam pemakaiannya merupakan alasan utama pemilihan BBM untuk pembangkit listrik. Adapun laju pertumbuhan rata-rata pemakaian BBM pada sektor transportasi dan pembangkit listrik adalah sebesar 3,6% dan 12,2% per tahun. Penurunan konsumsi BBM pada sektor rumah tangga dan industri karena adanya alternatif pilihan bahan bakar pengganti yaitu gas ataupun LPG, bahkan batubara pada beberapa jenis industri tertentu. Adapun laju penurunan rata-rata pemakaian BBM pada sektor rumah tangga dan industri adalah sebesar 3,5% dan 4,2% per tahun. Pemakaian BBM pada sektor komersial dan lainnya relatif stabil karena

Minyak Bumi dan BBM aktifitas pada sektor tersebut tidak padat energi dan tidak selalu terkait dengan pemakaian BBM, seperti kegiatan pemberi jasa, pertanian dan konstruksi.

Secara keseluruhan, pertumbuhan rata-rata kebutuhan BBM dalam kurun waktu 2006 – 2025 adalah sebesar 1,6% per tahun. Adapun perincian proyeksi kebutuhan BBM pada sektor-sektor ekonomi untuk kasus dasar dapat dilihat pada Gambar 4.8. 0 100 200 300 400 500 600 2006 2010 2015 2020 2025 Ju ta S B M

Pembangkit Lainnya Komersial Rumah Tangga Industri Transportasi

Gambar 4.8 Proyeksi kebutuhan BBM (kasus dasar)

Pada tahun 2006 pangsa terbesar konsumsi BBM adalah untuk sektor transportasi yaitu sebesar 46%, kemudian diikuti oleh sektor pembangkit (20%), sektor rumah tangga (13,7%) dan sektor industri (11,7%). Sedangkan sisanya diisi oleh sektor komersial dan lainnya. Dalam kurun waktu dari tahun 2006 - 2025 laju pertumbuhan pemakaian BBM yang tertinggi terjadi pada sektor lainnya sebesar 4,6%, diikuti oleh sektor transportasi dan industri masing-masing sebesar 3,9% dan 2,6% per tahun. Sementara itu pada sektor rumah tangga, komersial dan pembangkit listrik mengalami pertumbuhan negatif.

Pesatnya pertumbuhan kebutuhan BBM pada sektor industri terkait dengan kenyataan bahwa BBM diperlukan untuk bahan bakar boiler, furnace, dan bahan baku pada industri kimia. Selanjutnya laju pertumbuhan kebutuhan BBM pada sektor transportasi sesuai dengan pertumbuhan pemakaian kendaraan bermotor yang cukup tinggi. Pada sektor rumah tangga, program konversi minyak tanah menjadi LPG mengakibatkan pengurangan pemakaian BBM yang drastis yang pada akhirnya menyebabkan laju pertumbuhan yang negatif. Pada sektor komersial, laju pertumbuhan yang negatif terjadi karena meningkatnya pemakaian energi yang lebih bersih dan lebih mudah seperti LPG, gas, dan listrik. Sedangkan pada sektor pembangkit listrik, laju pertumbuhan yang negatif terjadi karena adanya upaya pemerintah

Minyak Bumi dan BBM

melaksanakan program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara (10 GW).

Perbandingan proyeksi kebutuhan BBM untuk seluruh skenario dan kasusnya secara berurutan dapat dilihat pada Gambar 4.9. Pada gambar ini terlihat bahwa proyeksi kebutuhan BBM mengalami penurunan pada tahun 2009 - 2014. Penurunan tersebut terjadi karena pertumbuhan negatif yang terjadi pada sektor rumah tangga, komersial dan pembangkit listrik. Selanjutnya, konsumsi BBM dipengaruhi oleh laju pertumbuhan PDB, dimana PDB tinggi mengkonsumsi BBM lebih banyak daripada PDB rendah. Sementara itu, perbedaan harga minyak mentah pada PDB yang sama,tidak berpengaruh pada konsumsi BBM dari semua sektor.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 Ju ta B ar el

Kasus R30 Kasus R60 Kasus T30 Kasus T60

Historikal Proyeksi 70% 14% 0% 1% 12% 3% R30 61% 23% 0% 1% 10% 5% T30 68% 14% 0% 1% 12% 5% R60 60% 24% 0% 1% 10% 5% T60 46% 12% 13% 2% 7% 20% 2006 Transportasi Industri Rumah Tangga Komersial Lainnya Pembangkit 2025

Gambar 4.9 Perbandingan kebutuhan BBM untuk setiap kasus

Pada tahun 2025, perbedaan PDB tinggi dan PDB rendah terlihat pada pangsa sektor industri dan transportasi, sedangkan pangsa sektor ACM, pembangkit listrik, rumah tangga dan komersial relatif tetap. Pada skenario pertumbuhan PDB tinggi, sektor industri mencapai 24% dan sektor transportasi mencapai 60%; sementara itu pada skenario pertumbuhan PDB rendah, sektor industri mencapai 14% dan sektor transportasi mencapai 70%.

Minyak Bumi dan BBM 4.4 Pasokan Minyak Mentah dan BBM

Berangkat dari gambaran pasokan minyak bumi (sub bab 4.2) dan pasokan BBM (sub bab 4.3), maka dapat diprakirakan kondisi pasokan minyak mentah dan BBM. Pada kasus R30, penyediaan minyak yang mencakup minyak bumi (crude

oil) dan BBM akan menurun menjadi 396 juta barel pada tahun 2010 dan

kemudian naik menjadi 554 juta barel pada tahun 2025. Sementara itu, impor minyak akan naik menjadi 294 juta barel pada tahun 2010 dan naik menjadi 648 juta barel pada tahun 2025. Gambar 4.10 menyajikan perbandingan antara produksi, impor dan ekspor minyak untuk kasus dasar (R30). Dari gambar tersebut, terlihat bahwa defisit pasokan minyak sebesar 43 juta barel pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 425 juta barel pada tahun 2025.

Gambar 4.10 Prakiraan produksi, impor dan ekspor minyak bumi dan BBM untuk kasus dasar (R30)

Melihat besarnya kondisi defisit dalam penyediaan minyak bumi dan BBM di masa mendatang maka perlu diantisipasi dengan penyediaan bahan bakar alternatif dari bahan bakar cair alternatif. Saat ini, yang memiliki peluang untuk menjadi bahan bakar cair alternatif adalah bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar sintetis dari pencairan batubara. Secara teknologi, BBN merupakan jenis energi yang paling siap diproduksi. Di lain pihak, bahan bakar sintetis dari pencairan batubara masih belum layak untuk diterapkan secara komersil pada rentang harga minyak 30 $/barel - 60 $/barel.

Perbandingan neraca minyak untuk kedua skenario dan dua harga minyak mentah yang dipilih dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari tabel dapat dilihat bahwa produksi minyak adalah sama untuk skenario dan harga minyak mentah. Konsumsi minyak dipengaruhi oleh perbedaan skenario pertumbuhan PDB rendah dan PDB tinggi, tetapi relatif tidak dipengaruhi perbedaan harga minyak. Pada semua skenario dan harga minyak mentah, impor minyak harus dilakukan untuk memenuhi konsumsi di dalam negeri, sedangkan ekspor harus dilakukan untuk mengeluarkan kelebihan produksi di dalam negeri.

Minyak Bumi dan BBM

Tabel 4.3 Perbandingan neraca minyak untuk setiap kasus (juta barel) Tahun Kasus Parameter 2006 2010 2015 2020 2025 Total Produksi 378 353 299 203 129 1.362 Ekspor 194 227 146 278 310 1.155 Impor 279 294 450 570 648 2.241 Konsumsi 404 396 425 488 554 2.267 R30 Produksi 378 353 299 203 129 1.362 Ekspor 184 180 66 167 158 754 Impor 277 330 352 827 1127 2.914 Konsumsi 383 415 471 575 780 2.624 T30 Produksi 378 353 299 203 129 1.362 Ekspor 165 170 95 118 80 628 Impor 279 295 172 332 544 1.622 Konsumsi 404 389 411 487 561 2.252 R60 Produksi 378 353 299 203 129 1.362 Ekspor 183 81 110 154 81 609 Impor 276 331 414 575 923 2.519 Konsumsi 383 416 465 560 768 2.592 T60

Dalam dokumen OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009 (Halaman 92-97)