• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perasaan bebas terarah anak usia ini sangat berhubungan dengan kebiasaan sebelumnya yang merupakan proses pendidikan sebagai pembiasaan bagi anak.

Hal ini terlihat pada anak-anak yang sudah memiliki sebelumnya, semakin mudah bagi orang tua untuk “menciptakan kesempatan” atau “mengondisikan” atau

“memanfaatkan” rasa berkuasa anak terhadap hal-hal baru yang lebih kompleks, kendati ada hal baru juga yang didapatkan anak.

Hal baru yang didapat anak misalnya ditunjukkan oleh anak keluarga Sy, sejak delapan bulan lalu memberikan kekuasaan kepada anak mereka untuk mengelola sendiri uang sakunya, anak Sy yang duduk di kelas II dan kelas IV SD

21Harris Clemes dan Reynold Bean, Bagaimana Mengajar Anak…, h. 94-95.

mendapat Rp60.000 setiap bulan, sedangkan keluarga Hr sudah 2 tahun lebih melatih rasa berkuasa anak dalam menggunakan uang saku, yaitu Rp60.000 setiap bulan untuk anak yang duduk di kelas II dan kelas V SD. Istri Hr menceritakan:

Ketika pertama menerapkannya, mendapat kendala bagi anak yang duduk di kelas I SD pada waktu itu, baru 20 hari uang sakunya sudah habis, dia gigit jari melihat kakak-kakaknya mengeluarkan uang saku. Kami orang tua tidak menoleransi dengan memberi uang saku tambahan begitu saja, tetapi anak kami ajak jalan dan dibelikan jajan, atau diberi dalam bentuk hadiah uang karena mengerjakan suatu kebaikan. Supaya anak tidak berfikir bahwa boleh saja boros atau melanggar, juga jangan sampai membuat iri, apalagi diikuti oleh kakak-kakaknya yang sudah mampu mengelola uang saku sendiri. Rasa tega harus kami tahan, demi kebaikan anak di masa yang akan datang.

Mengembangkan rasa berkuasa anak dengan memberikan uang saku sistem gaji sebulan sekali, dirasakan sangat efektif untuk menjadikan anak bertanggung jawab sebagaimana pernyataan-pernyataan berikut:

Anak lebih mandiri, kreatif membagi-baginya sesuai keperluan selama sebulan, tidak lagi berkeluh kesah dengan kekurangan keperluan pribadinya karena tergantung dia bisa atau tidak menyisihkan untuk ditabung.22

Tidak repot disibukkan dengan sering mengasih uang jajan bahkan tidak hanya setiap hari, tetapi bisa jadi beberapa kali sehari, sekarang anak sangat percaya diri jika berbicara tentang keperluannya, bahkan sudah punya rencana-rencana ke depan hubungannya dengan uang saku mereka. Misalnya bulan depan mau beli buku agenda, bisa juga kami sayembarakan siapa yang mau ganti sepatu bola awal semester, dibantu setengah pembayarannya, maksudnya supaya anak-anak tidak menghabiskan uangnya, dan menabung sebagian terutama dari uang bonus yang diberikan.23

Sh mengaku kadang-kadang memberiakan saat ada perlu, kadang-kadang memberlakukan sistem gaji selama beberapa hari atau minggu, karena sambil

22Wawancara dengan bapak Hr hari Rabu 7 Januari 2015, pukul 16.00 WIB.

23Wawancara dengan isteri Sy hari Sabtu 9 Agustus 2014, pukul 10.00 WIB.

mengevaluasinya. Ketiga keluarga yaitu ke Sy, Sh, dan Hr mengajarkan nilai uang dengan cara mengelola sendiri setelah mengikuti parenting.

Keluarga lainnya memberikan uang jajan setiap hari ketika berangkat sekolah, baik itu sekolah pada pagi hari, maupun sore untuk kegiatan ekstrakurikuler, les, dan berangkat ke tempat belajar mengaji. Ketika penulis coba untuk menanyakan “kenapa harus diberikan setiap kali meminta dan kenapa tidak dipercayai untuk mengelolanya sendiri selama sebulan sekali?” Masing-masing menjawab sudah kebiasaan dan baru mendengar jika bisa diberikan sistem gaji, ada juga beralasan karena tidak ada dananya seperti diungkapkan oleh istri Ag.

Anak usia ini semakin banyak mendapat hadiah berupa barang dan nonbarang. Tidak hanya orang tua yang menjanjikan, tetapi bisa jadi anak sendiri yang menantang memintanya dengan kompensasi melakukan sesuatu, dikarenakan kemampuan komunikasi anak yang semakin matang, misalnya keluarga Hr yang memberi hadiah uang setiap menerima raport hasil ulangan formatif sebesar Rp10.000 jika mendapat nilai 100, dan Rp5.000 jika mendapat nilai 90-99. Orang tua juga memberikan hadiah setiap ketemu dengan tanggal milad anak-anak, dan meminta anak membuat target-target prestasi untuk setahun ke depan, serta mengevaluasi target selama setahun kemarin. Pemberian hadiah dilakukan dengan menanyakan apa yang diminta, sekali-sekali juga bisa sebagai surprise kepada anak dengan tidak memberitahukan sebelumnya, tetapi orang tua mencari tahu apa yang dibutuhkan anak atau yang disenangi anak.

Sama halnya dengan yang dilakukan keluarga Sy, juga memberi reward rutin kepada anak-anak mereka yang naik kelas. Sebelumnya sudah

disosialisasikan dan membuat kontrak bersama anggota keluarga, yang diminta menentukan biasanya anak-anak yang masih SD. Reward yang begini biasanya diperuntukkan orang tua untuk yang tujuannya lebih pada “kebersamaan dan keakraban keluarga”. Liburan semester ganjil tahun ajaran 2014-2015 kemarin berlibur ke kota Banjarmasin sambil survey sekolah, untuk persiapan kelanjutan anak mereka yang sekarang bersekolah di SMP. Pernah juga liburan ke kota Palangkaraya sambil silaturrahim ke tempat keluarga dan menunjukkan kepada anak-anak tempat orang tua kuliah saat S-1, makan-makan ke pantai atau pergi ke mall. Demikian juga ketika merayakan ulang tahun anak-anak, biasanya minta makan-makan, main futsal, atau berenang, tidak jarang orang tua yang menawarkan, atau anak yang meminta untuk memfasilitasi seluruh teman laki-laki sekelasnya.

Manfaat dari upaya yang dilakukan keluarga di atas, tidak hanya menguatkan kebersamaan dan kekeluargaan sebagaimana yang dituturkan istri Sy, sebagaimana al-Andari yang sependapat dengan konsep al-Ghazali mengenai pentingnya bermain dan rekreasi khususnya bagi anak setelah kegiatan belajar atau menyelesaikan tugas. “Hikmahnya dapat menghilangkan rasa bosan dan lelah dari diri anak dan menyegarkan kembali semangatnya. Selain menyegarkan otak dan menghindarkan fisik anak dari terkena serangan penyakit (karena kelelahan)”.24

Keluarga Hr, Sh dan Sy mengaku sudah rutin memberikan reward sejak anak pertama, hanya saja menyesuaikan dengan kemampuan financial keluarga.

24Abdullah Nashil Ülwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 830.

Keluarga lain yang terlihat ada memberikan sesuatu berupa barang yaitu keluarga Bd, termasuk istrinya yang berada di Hongkong, minimal memberikan ucapan selamat lewat media sosial, dan membawakan oleh-oleh berupa barang seperti permainan mobil-mobilan mewah, dikasihkan dengan anak bersamaan dengan kepulangan ibu ke tanah air dua tahun sekali selama bulan Ramadan. Tujuan keluarga Bd memberikan hadiah pada anak bukan karena prestasi tertentu yang diraih atau dilakukan anak tetapi untuk menciptakan kebahagiaan anak pada moment tertentu seperti ulang tahun.

Berdasarkan deskripsi upaya orang tua mengembangkan rasa berkuasa dengan mengajarkan kepada anak nilai uang di atas dapat disimpulkan, bahwa anak usia 8 tahun sudah mampu diberi kepercayaan mengelola uang sendiri, dilakukan dengan cara: a) keluarga berpendidikan tinggi, memberikan kekuasaan kepada anak mengelola uang sendiri; dan, b) keluarga berpendidikan menengah ke bawah, tidak memberikan anak kekuasaan mengelola uang sendiri.