• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: Menata Hidup, Mengatur Konsumsi

B. Menjadi Konsumen Hijau

9. Menyebarkan

Beragam cara yang dilakukan para aktivis maupun komunitas untuk menyebarkan semangat hidup hijau. Komunitas pasar organik menyebarkan semangat perduli lingkungan melalui pengadaan pasar organik. Disinilah jaringan dibangun, baik dengan konsumen maupun dengan sesama produsen yaitu petani dan artisan pangan organik. Namun lebih dari itu, pasar organik ini memiliki tujuan utama sebagai panggung untuk memberi contoh atau inspirasi hidup hijau.

Di panggung ini para produsen memberi informasi-informasi kepada konsumen upaya yang mereka lakukan sebagai individu-individu dalam memproduksi bahan pangan dan makanan siap saji yang organik.

Tiap individu dan komunitas memiliki cara dan panggung masing-masing dalam menyebarkan gaya hidup ini. Namun pada umumnya cara yang dilakukan mirip dan saling meniru satu dengan yang lain.

a. Kampanye

Perubahan itu selalu dimulai dari seseorang, itu jargon yang selalu ditekankan sebagai pendorong. Namun peran individu itu terbatas, hal ini mau tak mau harus diterima. Karena itulah individu itu harus ditambah, seperti yang dikatakan Mas Hari dari komunitas SaveEnergy. “Kita ngerasa nggak cukup kita sendiri gitu yang punya gaya hidup kayak gini, kita harus menularkan ini ke masyarakat yang lain, makanya dari situ akhirnya kita buat kampanye.”

Kampanye gaya hidup hijau umumnya dilakukan oleh komunitas-komunitas serta kelompok-kelompok hijau, jumlahnya cukup banyak. Sama seperti macam-macam komunitas yang tumbuh subur di jaman posmodern, komunitas-komunitas ini juga bersifat sangat cair. Tidak memerlukan birokrasi kepengurusan yang kaku, dan dapat “hidup dan mati” kapan saja.

Selama penelitian ini saya menemukan komunitas yang ternyata tidak aktif lagi, yang tersisa hanya seorang mantan pengurusnya. Ada pula komunitas yang aktif lagi setelah setahun tidak terdengar

kabarnya.73Umumnya mereka diisi oleh individu-individu yang secara umum dikategorikan sebagai pemuda, sebagian besar diantaranya

adalah mahasiswa74. Namun ada juga pekerja yang sudah bergabung

sejak mahasiswa dan hanya sebagian kecil pemuda yang tidak menempuh pendidikan perguruan tinggi.

Karena itu kampanye-kampanye yang dilakukan oleh komunitas hijau ini pada umumnya tidak meliputi semua jenis dan kelompok masyarakat. Ada kelompok yang dipilih, mereka adalah kelompok anak dan remaja serta yang dikategorikan pemuda. Mas Yuki dari komunitas Jogja Hemat Energi mengatakan kelompok remaja dan pemuda dipilih karena dianggap sebagai teman sebaya dan mereka

dapat berkomunikasi dengan gaya gaul khas remaja. Sementara

kelompok anak-anak Sekolah Dasar (SD) dipilih karena anak-anak dianggap cepat menyerap informasi dan masih bisa diajarkan hal baru.

Awalnya beberapa kampanye hidup hijau dilakukan dengan menyebarkan selebaran berisi beragam informasi gaya hidup hijau, diikuti pembagian stiker-stiker. Namun kini semakin banyak aktivis komunitas hijau yang mengkritik cara ini karena dianggap kembali menghasilkan sampah. Sampah itu berasal dari kertas-kertas 73 Perbincangan dengan Adityo Nugroho atau Kawan Hijau, seorang anggota tim peneliti Tim

YouSure Fisipol UGM, tanggal 29 Oktober 2015.

selebaran yang dibuang setelah selesai dibaca, serta dari kertas lapisan belakang stiker-stiker.

Meski hingga saat penelitian ini dilakukan masih ada komunitas yang tetap melakukan cara ini. Komunitas SaveEnergy yang digawangi Mas Hari misalnya menyebar selebaran dan stiker kepada masyarakat umum di KM 0 tanggal 4 Oktober 2015. Demikian juga komunitas Hai Green yang tetap menyebar stiker saat mengadakan diskusi “Paper Entepreneurship” tanggal 8 November 2015 lalu.

Komunitas-komunitas hijau kini mencoba cara berkampanye yang sesedikit mungkin menggunakan kertas maupun stiker sekali pakai. Cara yang banyak ditempuh kini melalui bincang-bincang di radio serta program edukasi hijau ke panti asuhan dan sekolah-sekolah. Sesekali mereka mengadakan diskusi atau ngobrol di cafe, atau mengadakan acara-acara khas anak muda yang bertema soal gaya hidup hijau.

Beberapa komunitas hijau seperti Jogja Hemat Energi, SaveEnergy dan Hai Green serta Kophi (Koalisi Pemuda Hijau) sudah beberapa kali mengisi acara bincang-bincang komunitas di beberapa stasiun radio. Para aktivis ini mengaku kesempatan itu dipergunakan untuk mengkampanyekan gaya hidup hijau dan macam-macam bentuk perlindungan lingkungan hidup. Meski akan lebih tepat jika dikatakan bincang-bincang radio itu menjadi panggung

memperkenalkan komunitas mereka dan apa saja yang telah mereka lakukan sehingga layak menyebut diri mereka sebagai komunitas hijau.

Kampanye yang cukup menarik bagi saya adalah kampanye berjenis program edukasi yang mereka lakukan ke sekolah-sekolah, mulai dari SD, SMP hingga SMA. Tidak hanya satu dua komunitas, hampir semua komunitas hijau mengaku pernah melakukan program edukasi ini. Bagi saya hal ini menarik karena berarti para guru di sekolah-sekolah itu dirasa tidak bisa mengajarkan soal gaya hidup hijau sehingga membutuhkan komunitas-komunitas ini.

Kalau begitu, apa yang dikampanyekan? Ternyata sama, yaitu gaya hidup hijau per individu-individu. Diantaranya adalah hemat listrik dan air di sekolah dan rumah, membuang sampah pada tempatnya, dan berani menegur anggota keluarga yang tidak melakukan gaya hidup hijau.

b. Event hijau

Mengadakan acara atau eventhijau tertentu memiliki keunikan yang

berbeda dengan kampanye lewat radio ataupun media sosial. Kampanye radio dan media sosial ditujukan kepada semua orang, yaitu para pendengar atau pembaca yang belum tentu memiliki ketertarikan dengan masalah gaya hidup hijau. Sama halnya dengan pembagian selebaran dan stiker di titik-titik keramaian.

Berbeda dengan kampanye yang diadakan lewat acara khusus yang biasanya didatangi oleh orang-orang yang punya ketertarikan tentang soal ini. Beberapa kali mengikuti acara-acara hijau, saya melihat umumnya peserta yang datang bukanlah orang yang pertama kali mendengar soal gaya hidup hijau. Mereka sudah memiliki pengetahuan soal itu, bahkan sudah melakukan beberapa bentuk gaya hidup hijau itu.

Karena itu acara-acara hijau seperti ini biasanya diisi dengan diskusi ataupun berbagi usul dan pendapat tentang cara-cara berkampanye, suka dan duka melakukan gaya hidup hijau, ataupun cara membentuk komunitas hijau. Misalnya acara Paper Entepreneurship diadakan oleh komunitas Hai Green untuk membicarakan cara membangun desa wisata. Komunitas SaveEnergi mengadakan Diskusi Indonesia Darurat Energi di Djendela Cafe pada September 2015. Diskusi ini kemudian diisi dengan berbagi pengalaman melakukan gaya hidup hijau di rumah masing-masing, dilanjutkan dengan pembicaraan pentingnya memasukkan gaya hidup hijau ke dalam kurikulum pendidikan nasional.

Selain program diskusi tematik demikian, ada pula acara khusus sebagai peringatan momen tertentu. Komunitas Jogja Hemat Energi

rutin merayakan Earth Hour berupaswitch-off ceremony setiap tahun

Hour adalah acara seremonial mematikan lampu selama satu jam pukul 20.30–21.30 pada setiap waktu lokal di berbagai kota besar di dunia. Komunitas ini sudah menyelenggarakan acara ini di Jogja selama 6 tahun, dengan mengambil titik lokasi perayaan berbeda setiap tahunnya.

Mas Yuki dan Mbak Ina, aktivis komunitas ini mengatakan bahwa untuk perayaan itu mereka cukup sering bekerja sama dengan berbagai komunitas dan berbagai korporasi, khususnya hotel-hotel besar di Yogyakarta agar efek gaungnya lebih mudah terdengar banyak orang. Mereka juga mendukung hotel-hotel untuk

memanfaatkan peringatan Earth Hour sebagai sebuah event yang

mampu menarik perhatian para tamu. Berbeda dengan oknum pemerintah daerah yang menurut mereka belum mampu menangkap dan menjadikan peringatan ini sebagai acara yang menghibur dan menarik perhatian massa.

Momen Earth Hour tahun 2016 diadakan serentak oleh berbagai komunitas hijau di Yogyakarta di KM 0 sebagai salah satu titik ikon Yogyakarta yang banyak didatangi warga di malam hari. Pemilihan lokasi ini sangat penting agar mampu menarik perhatian massa. Berbeda dengan momen tahun 2015 yang hanya didukung oleh 1 komunitas saja, yakni komunitas IndoRunners yang mendukung dengan cara berlari dalam rute tertentu di jalan raya kota

Yogyakarta. Pada saat itu di setiap tubuh pelari ditempel sebuah kertas bertuliskan “I Run 4 Earth Hour” sebagai cara menarik perhatian massa .

Ada juga komunitas yang menjadwalkan kegiatannya mirip seperti komunitas pasar organik yang mengambil hari tertentu dan lokasi kegiatan tertentu, misalnya Teman Berkebun dan PungutSampah. Teman Berkebun membuat kegiatan berkebun setiap sabtu pagi di lokasi berkebun yang telah ditentukan. Ketika penelitian ini dikerjakan komunitas ini sudah 2 kali berganti lokasi berkebun, salah satu penyebabnya adalah karena lahan yang dipakai adalah milik privat. Jadi berapa lama lahan itu dapat digunakan oleh komunitas ini bergantung kepada “kemurahan hati” sang pemilik tanah.

Sementara komunitas PungutSampah membuat kegiatan berupa memungut sampah di lokasi tertentu setiap rabu malam. Yang membedakan komunitas ini dengan komunitas hijau lainnya adalah

para relawannya tidak melulu mahasiswa. Rentang usia para

aktivisnya cukup berbeda, beberapa diantaranya masih dalam usia remaja dan beberapa lainnya adalah pekerja.

Hal yang sama pada seluruh acara-acara hijau adalah persoalan yang dibicarakan dan solusi yang ditawarkan. Persoalan yang diangkat selalu merupakan persoalan struktural, persoalan yang menyangkut

negara dengan sumber dayanya. Komunitas SaveEnergi dan Jogja Hemat Energi bicara tentang krisis energi dan pemborosan energi, komunitas Teman Berkebun berbicara tentang krisis pangan dan krisis jumlah petani di Indonesia. Komunitas PungutSampah bicara tentang persoalan sampah di wilayah publik, termasuk sampah visual yang menempel dimana-mana dan dianggap mengotori pemandangan publik.

Namun solusi yang ditawarkan senada, lagi-lagi betapa pentingnya peran personal untuk mengatasi persoalan-persoalan besar itu. Komunitas SaveEnergy dan Jogja Hemat Energi selalu bicara tentang penghematan energi di level individu adalah jalan keluar yang tak bisa ditawar lagi. Komunitas Teman Berkebun mengadakan acara berkebun sebagai panggung bahwa orang-orang belajar menjadi petani urban adalah jalan keluar dari masalah krisis pangan nasional. Dan komunitas PungutSampah meminta kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya sebagai persoalan sampah di kota Yogyakarta. Solusinya lagi-lagi: individualisasi.