• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi ini menyimpulkan bahwa tradisi perceraian pada masyarakat suku Sasak dilakukan melalui pranata sosial yaitu ngerorot Proses ini membentuk dua

Dalam dokumen Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed (Halaman 148-151)

pola perceraian: (1), ngerorot nenangin diriq (ngerorot untuk menenangkan diri).

Pola ini dipahami sebagai upaya dari seorang isteri untuk melakukan penarikan

diri (withdrawing) pulang ke rumah orang tua secara sembunyi-sembunyi, yang

merupakan tindakan simbolik yaitu meninggalkan situasi atau arena pertentangan

baik secara fisik maupun psikologis untuk sementara waktu (temporarily), yang

berfungsi untuk menghindari pertentangan yang lebih keras yang bisa

membahayakan kedua belah pihak terutama isteri. Berguna untuk mengakhiri

pertikaian sambil melakukan perenungan terhadap kekeliruan masing-masing,

sehingga dapat melakukan menyesuaikan diri untuk menghadapi babak baru

kehidupan rumah tangga.(2), pola ngerorotngerorot kemeleq seang (ngerorot ingin

bercerai). Seorang melakukanya dapat menjadi simbol bahwa isteri

karena tidak tahan lagi dengan kondisi kehidupan keluarga, dan ngerorot sebagai salah satu cara yang terbaik untuk melepaskan diri dari ikatan kontrak perkawinan yang tidak menyenangkan.Pada pola ini, bahwa pertentangan dan ngerorotnya isteri sudah mengarah pada terjadinya pembubaran perkawinan (cerai), di sini terjadi pertentangan yang keras, isteri tidak hanya melawan tetapi juga memberontak, sehingga di antara mereka tidak ada lagi kesamaan untuk terjadinya sebuah kompromi. Pola ini dipahami oleh mereka sebagai suatu tindakan simbolik dari seorang isteri yaitu meninggalkan arena pertentangan (rumah suami) ke rumah orang tuanya, baik secara fisik maupun psikogis untuk selama-lamanya (permanently). Tindakan ini berfungsi untuk meminta cerai kepada suaminya karena dengan meninggalkan arena pertentangan si suami dengan cepat dan langsung mengeluarkan kata-kata cerai yang kemungkinan sudah lama ditunggu-tunggu dan diharapkan oleh seorang isteri.

2. Perlawanan Perempuan

mereka banyak yang tidak diperhitungkan ( Abdul Haris, Mobilitas Angkatan Kerja Wanita Indonesia ke Luar Negeri. Dalam Dalam buku “ Sangkan Paran Gender” , Irwan Abdullah (ed), 2003, hal, 177. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

31Transkrip formal atau dapat juga disebut publik transkrip, yaitu semacam interaksi terbuka antara kelompok subordinat dan kelompok yang mensubordinasi, tidak hanya perkataan akan tetapi juga tindakan ataupun tingkah laku. Antonim dari taranskrip faormal adalah transkrip tersembunyi atau hiddin transcript, yang berarti tindakan, perkataan, maupun praktek yang dapat berupa gosif, desas-desus dan lain-lain. Pembahasan yang mendalam tentang hal ini dapat ditelusuri dari dasil penelitian Siti Kusujiarti yang berjudul: Antara Idiologi dan Transkrip Tersembunyi: Dinamika Hubungan Gender dalam Masyarakat Jawa. Dalam buku “ Sangkan Paran Gender” , Irwan Abdullah (ed), 2003, hal,89. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Studi ini menemukan bahwa perlawanan perempuan terhadap suami di dalam ikatan perkawinan karena di dalam keluarga (hubungan suami-isteri) tidak terpenuhi kewajiban-kewajiban moral yang mendasar dan tidak adanya distribusi yang adil terhadap sumber daya dalam keluarga. Seperti suami lari dari tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan, dan isteri dibiarkan sendiri untuk menanggung beban sendiri. Isteri tidak lagi memperoleh akan pengahargaan dari suami, dan suami tidak bisa menempatkan secara proporsional antara isteri sebagai teman, mitra dan kolega, dengan orang tua atau keluarga lain, yang sebenarnya bisa dipisahkan secara hitam-putih dari kehidupan sebagai sepasang suami-isteri. Beberapa faktor ini akan memicu terjadinya pertentangan dan ngerorotnya

isteri.

Selain itu bahwa perlawanan perempuan (isteri) dapat juga terjadi karenastruktur sosial yang ada di dalam masyarakat bertindak berlebihan sebagai a regulator agensi

untuk melakukan regulasi terhadap tingkah laku perempuan (isteri), sehingga martabat mereka sangat tergantung dari adanya perijinan sosial atau a matter of social permission. Ngerorot yang dilakukan oleh perempuan (isteri) paling tidak untuk mensiasati dominasi dari laki-laki (suami), walaupun mereka tidak melakukan secara kelompok dan tidak pula digerakkan di dalam bingkai wadah tertentu yang dapat memberikan dan menimbulkan kesadaran pada perempuan-perempuan (isteri) yang lain yang tersubordinasi.

6.DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan (ed), 2003. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Amin,dkk, 1997. Adat Istiada Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Eka Darma. Beauvoir De, Simone, 1999. SecondSex (terj). Pustaka Promethea

Berger L, Peter, dan Thomas Luckmann, 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan (terj). Jakarta: LP3ES.

Berger L. Peter, 1994. Langit Suci, Agama Sebagai Realitas Sosial (terj). Jakarta: LP3ES Bhasin, Kamla, 1996. Menggugat Patriarki(terj). Yogyakarta: Bentang.

Budiman,Arief, 1982.Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Camara, Helder Dom, 2000. Spiral Kekerasan (terj). Yogyakarta: Insist & Pustaka Pelajar. Engineer, Ali, Asghar, 2000.Hak-hak Perempuan dalam Islam (terj). Yogyakarta: LSPPA. Fromm, Erich, 2000. Akar Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologi atas Watak Manusia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Goode, J, William, 1991. Sosiologi Keluarga (terj). Jakarta: Bina Aksara.

Hendarti M, Ignatia,2000. “Kekerasan Simbolik: Protes Terselubung dalam Cerita Fiksi Populer Wanita indonesia”. Dalam Jurnal RENAI, Edisi oktober 2000-Maret 2001, tahun I, No. 1. Salatiga: Pustaka Percik.

Hikam, A.S, Muh, 1999.“Perlawanan Sosial: Telaah Teoritis dan Beberapa Studi Kasus”. Prisma, no, 8, thn XIX. Jakarta: LP3ES.

Karin,Erna, 1999. “Pendekatan Perceraian dari Perspektif Sosiologi”.T.O.Ihromi (peny),

Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mernissi, Fatima, 1999.,Peran Pemberontakan Wanita Intelektual Kaum Wanita dalam

Sejarah Muslim(terj). Bandung: Mizan.

Moore,L. Henrietta, 1998. Feminisme dan Antropologi (terj). Jakarta: Obor.

Muhadjir, Noeng, 1989. Metode Penelitian Kualitatif, Telaah Positivistik, Rasionalistik dan Phenomenologi. Yogyakarta: Rake sarasen.

Nakamura, Hisako, 1990. Perceraian dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Gajah Mada press.

Jawad A, Haifaa, 2002. Otentisitas Hak-hak Perempuan, Perspektif Islam Atas Kesetaraan Jender (terj). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Johnson P, Doyle, 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, jilid 1 dan 2 (terj). Jakarta: Gramedia.

Ramulyo, Idris M, 1999. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Ritzer, G dan Douglas J, Goodman, 2004.Teori-Teori Sosiologi Modern (terj). Jakarta: Prenada Media.

Saadawi, El Nawal, 2001. Perempuan dalam Budaya Patriarki (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Saxson, Lloyd, 1985. The Individual, Marriage, and the Family. California: Wadsworth Publishing Campany.

Simon, Roger, 2000. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci (terj). Yogyakarta: Insist & Pustaka Pelajar.

Syafruddin, Sumardi l dan Sukardi, 2009. Pengembangan Model Pendidikan keluarga Melalui kelompok Muslimat NW sebagau Upaya Mencegah terjadinya Perceraian Pada masyarakat Sasak Lombok. Mataram: laporan penelitian Lemlit Unrama

Spradley, P.James, 1997. Metode Etnografi (terj).Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sushartami, Wiwik, 2002. “Perempuan Lanjang: Meretas Identitas di Luar Ikatan Perkawinan”. Dalam Jurnal Perempuan, Nomor 22, 2002. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Strauss, Amselm and Juliet Corbin, 1997. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, prosedur, Teknik, dan Teori Grounded (terj). Surabaya: Bina Ilmu.

BERAS DAN GERAKAN SOLIDARITAS SOSIAL PEREMPUAN DALAM

Dalam dokumen Prosiding Konferensi APSSI Vol 1.compressed (Halaman 148-151)