• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

3.5. Model Ekonomi Rumahtangga pada Pasar Tidak Sempurna

Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga pada kondisi ketidaksempurnaan pasar, maka perlu dirumuskan model dasar

yang menggambarkan adanya ketidaksempurnaan pasar tersebut. Ketidaksempurnaan pasar yang dihadapi oleh rumahtangga petani sangat mungkin terjadi karena berbagai sebab. Pada pasar tenaga kerja, ketidaksempurnaan pasar bisa terjadi karena adanya biaya transaksi, biaya supervisi, atau biaya mencari tenaga kerja, dan biaya tambahan dalam bentuk pelayanan di luar upah. Adanya biaya tersebut menyebabkan upah kerja yang dibayarkan tidak sama dengan upah kerja yang diterima. Adanya biaya supervisi dan biaya pelayanan tenaga kerja menyebabkan penilaian tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan upah tenaga kerja yang berlaku. Dengan demikian, walaupun dalam kegiatan kerja terdapat pilihan antara menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga, pada dasarnya kedua jenis tenaga kerja tersebut tidak dapat bersubstistusi secara sempurna.

Selain pada tenaga kerja, ketidaksempurnaan pasar bisa juga terjadi pada lahan. Fungsi lahan di negara sedang berkembang seperti Indonesia dengan tekanan jumlah penduduk yang tinggi mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai faktor produksi usahatani, sebagai areal industri dan pemukiman. Nilai ekonomi lahan tidak dapat diukur dari nilai faktor produksi usahatani, tetapi dilihat dari opportunity cost lahan dalam fungsi yang lebih luas. Oleh karena itu, harga lahan tidak lagi mencerminkan harga faktor produksi. Pada kondisi seperti ini, rumahtangga petani tidak mudah untuk memasuki pasar lahan, terutama rumahtangga petani berlahan sempit.

Adanya ketidaksempurnaan dalam pasar tenaga kerja dan pasar lahan tersebut, secara teoritik akan mempengaruhi perilaku ekonomi rumahtangga. Secara teoritik dapat dijelaskan sebagai berikut: diasumsikan rumahtangga berusaha memaksimumkan fungsi utilitas U dengan mengkonsumsi produk usahatani Ca, produk yang dibeli dari pasar Cm,

produk yang dihasilkan dari kegiatan rumahtangga Cz, waktu santai pria dan wanita Lp

dan Lw. Diasumsikan juga di dalam fungsi utilitas terdapat sejumlah faktor karakteristik

rumahtangga A yang menjadi faktor penggeser. Secara matematik fungsi utilitas dinyatakan sebagai berikut:

Maksimumkan U(Ca,Cm, Cz , Lp, Lw;A) (24)

Di dalam memaksimumkan fungsi utilitas tersebut, rumahtangga dihadapkan pada kendala ketersediaan tenaga kerja keluarga dan anggaran. Anggaran diperoleh dari kegiatan usahatani dan kegiatan di luar usahatani. Tenaga kerja dalam keluarga dialokasikan ke dalam empat kegiatan, yaitu untuk kegiatan di dalam usahatani sendiri Fp

dan Fw, di luar usahatani sendiri Mp dan Mw, kegiatan produktif di dalam rumah Rp dan

Rw, dipisah menurut pria dan wanita sebagai berikut:

Tp= Lp + Fp + Rp+ Mp (25.1)

Tw= Lw + Fw + Rw+ Mw (25.2)

Kegiatan anggota keluarga pria dan wanita di dalam rumah dan sejumlah faktor lain B diasumsikan menghasilkan produksi komposit Cz sebagai berikut:

Cz= Cz(Rp, Rw;B) (26)

Produksi dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi, menghasilkan produk usahatani Qa, input variabel V, tenaga kerja keluarga pria dan wanita Fp dan Fw, tenaga

kerja luar keluarga Hp dan Hw, luas lahan garapan Lg, ketersediaan modal (capital stock)

K, dan sejumlah faktor tetap D. Luas garapan dianggap variabel atau semi variabel dengan asumsi bahwa luas lahan garapan bisa diperluas dengan meningkatkan intensitas penggunaan lahan yang dikuasai per tahun. Luas lahan yang dikuasai dianggap tetap. Asumsi ini untuk menjelaskan bahwa pada usahatani perluasan lahan yang dikuasi relatif

sulit dan merupakan keputusan jangka panjang. Pada jangka pendek diasumsikan petani masih bisa memperluas lahan garapan dengan pengaturan pola tanam sepanjang tahun. Secara matematik dinyatakan sebagai berikut:

Qa=G(Fp, Fw, Hp, Hw, V, Lg, K; D) (27)

Diasumsikan kondisi kesempatan kerja di luar usahatani terbatas sehingga rumahtangga tidak dapat dengan leluasa memasuki lapangan kerja di luar usahatani. Ini berarti ada kendala dalam mengalokasikan tenaga kerja keluarga ke luar usahatani.

Mp•0, Mw•0 dan L g•0 (28)

Kendala-kendala tersebut di atas dapat disederhanakan sebagai berikut: Kebutuhan konsumsi Cm memerlukan anggaran sebesar pmCm dimana pm adalah harga

barang yang dibeli dari pasar. Besar anggaran tersebut diperoleh rumahtangga dari kegiatan usahatani dan kegiatan di luar usahatani.

pmCm= pa(Qa-Ca) – pvV– hpHp–hpHp–lgLg–rK+mpMp+mwMw+E atau

pmCm=paG(Fp,Fw,Hp,Hw,V,Lg,K;D)–paCa–pvV–hpHp–hpHp–lgLg–

rK+mpMp+mwMw+E (29)

dimana pa, pv, hp, hw, lg, r, mp dan mw masing-masing adalah harga produk Ca, harga input

variabel, upah tenaga kerja pria, upah tenaga kerja wanita, sewa lahan, suku bunga modal, upah kerja di luar usahatani untuk tenaga kerja pria dan untuk tenaga kerja wanita. E adalah pendapatan lain di luar aktivitas tenaga kerja. Berdasarkan kendala-kendala di atas, maka dapat disusun fungsi Lagrange yang akan dimaksimumkan sebagai berikut: £ =U(Ca,Cm, Cz(Rp, Rw;B), Tp–Fp–Rp–Mp,Tw–Fw–Rw–Mw;A)+

ë{ paG(Fp,Fw,Hp,Hw,V,Lg,K;D)–paCa+pcQc–pvV–hpHp–hpHp–lgLg–

dimana ë, ì 1, ì 2 dan ç masing-masing sebagai pengganda Langrange untuk masing-

masing kendala.

Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrange tersebut maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol. Turunan parsial fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

•£/•Ca =•U/•C a – ëpa =0 (31.1)

•£/•Cm=•U/•C m– ëpm=0 (31.2)

•£/•R p=(•U/•C z)(•Cz/•Rp)–•U/•L p=0 atau

•£/•R p=•U/•R p=•U/•L p (31.3)

•£/•R w=(•U/•C z)(•Cz/•R w)–•U/•L w=0 atau

•£/•R w=•U/•R w=•U/•L w (31.4)

•£/•F p= –•U/•L p+ ëpa(•G/•F p)=0 atau ëpa(•G/•F p)=•U/•L p (31.5) •£/•F w= –•U/•L w+ ëpa•G/•F w =0 atau ëpa•G/•F w=•U/•L w (31.6) •£/•H p =pa(•G/•H p) –hp =0 atau pa(•G/•H p) =hp (31.7) •£/•H w=pa(•G/•H w)–hw=0 atau pa(•G/•H w) =hw (31.8) •£/•V = pa(•G/• V)–pv=0 atau pa(•G/• V) =pv (31.9) •£/•Mp= – •U/•L p+ ëmp + ì 1=0 atau •U/•L p= ëmp + ì 1 (31.10) •£/•Mw= – •U/•L w+ ëmw + ì 2=0 atau •U/•L w= ëmw + ì 2 (31.11) •£/•K = pa(•G/•K) – r =0 atau pa(•G/•K) = r (31.12) •£/•L g = ëpa(•G/•L g)–ëlg + ç=0 atau

pa(•G/•L g)= lg – ç/ë=lg* (31.13)

Hasil turunan pertama di atas menghasilkan beberapa kondisi optimum keputusan konsumsi dan alokasi sumberdaya rumahtangga. Pada sisi konsumsi terlihat pada

persamaan 31.1 dan 31.2 bahwa substitusi marjinal antara konsumsi Ca dan Cm

ditentukan oleh rasio harga pasar masing-masing. Artinya, jika informasi harga kedua komoditi tersebut diperoleh maka perilaku rasional rumahtangga akan berusaha menyamakan rasio utilitas marginal masing-masing komditi dengan rasio harga komoditi tersebut. Prinsip ini berlaku seperti pada teori konsumsi biasa.

Pada persamaan 31.3 dan 31.4 diperlihatkan pada kondisi optimum marjinal utilitas waktu santai pria dan wanita sama dengan nilai marjinal utilitas waktu untuk kerja di kegiatan rumahtangga. Keseimbangan ini tercapai tanpa adanya informasi harga atau upah kerja, yang menunjukkan adanya keseimbangan subjektif di dalam rumahtangga dalam mengalokasikan kegiatan rumahtangga dengan waktu santai.

Pada kondisi optimum, keputusan rumahtangga dalam menggunakan tenaga kerja upahan terlihat pada persamaan 31.7 dan 31.8. Menurut persamaan tersebut, rumahtangga akan menggunakan tenaga kerja upahan sampai pada kondisi nilai produk marjinal tenaga kerja sama dengan nilai upah yang dibayarkan. Kondisi ini juga mengikuti prinsip maksimisasi keuntungan yang biasa terjadi pada perusahaan yang menghadapi pasar tenaga kerja bersaing sempurna. Hal ini berbeda dengan keputusan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang tidak mengacu kepada upah tenaga kerja yang berlaku. Hal yang sama juga terjadi pada persamaan 31.9 untuk penggunaan input variabel V usahatani. Pada kondisi optimal, nilai produktivitas input variabel akan sama dengan harga input tersebut.

Dari persamaan 31.5 , 31.6 , 31.10 dan 31.11 dapat diperoleh hubungan sebagai berikut:

pa•G/•F w= mw+ì 2/ë=mw* (33.2)

Persamaan 33.1 dan 33.2 menunjukkan bahwa pada kondisi optimum nilai produktivitas marjinal tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan usahatani tidak sama dengan tingkat upah yang berlaku dikegiatan luar usahatani sendiri, tetapi sama dengan harga bayangan tenaga kerja mp* atau mw*. Harga bayangan atau upah bayangan tenaga

kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan upah yang berlaku. Menurut kaidah slack komplementer (complementary slackness), harga bayangan tersebut akan muncul apabila rumahtangga tidak bekerja di luar usahatani (kendala tenaga kerja binding). Pada saat rumahtangga memutuskan untuk bekerja di luar usahataninya sendiri (berarti ì 1 atau ì2 sama dengan nol), maka keseimbangan tercapai pada kondisi nilai

produk marjinal sama dengan upah yang berlaku.

Memperhatikan kembali persamaan 31.3 dan 31.4 dapat disimpulkan bahwa pada kondisi optimum, nilai marjinal utilitas bekerja di rumahtangga sama dengan nilai marjinal utilitas waktu santai dan sama dengan harga bayangan bekerja di usahatani sendiri. Hal ini menunjukkan adanya hubungan simultan antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Di samping itu, secara praktis ini memudahkan dalam menilai waktu santai dan waktu untuk bekerja di rumahtangga, yaitu dengan cara menduga nilai produktivitas tenaga kerja di kegiatan usahatani. Catatan kegiatan di rumahtangga dan untuk waktu santai biasanya sulit diperoleh.

Penggunaan modal kerja dapat dilihat pada persamaan 3.11, yaitu nilai produktivitas modal kerja di usahatani sama dengan tingkat suku bunga modal. Keseimbangan ini juga mengacu kepada prinsip maksimisasi keuntungan yang biasa digunakan oleh perusahaan. Pada model ini diasumsikan rumahtangga tidak terkendala

dalam memperoleh modal kerja, misalnya melalui pasar kredit. Secara teoritik, rumahtangga akan menggunakan kredit dimana nilai produktivitas marjinal modal yang diperoleh melalui kredit sama dengan tingkat suku bunga kredit yang berlaku.

Hal lain yang menarik untuk diperhatikan adalah persamaan 31.13 yang menunjukkan hubungan nilai produktivitas lahan sama dengan harga bayangan lahan, bukan sama dengan nilai sewa lahan sebagai cerminan harga lahan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa rumahtangga menghadapi kendala dalam mengakses pasar lahan, karena pasar lahan yang tersedia tidak hanya untuk faktor produksi tetapi untuk kepentingan yang lebih luas. Dengan adanya kendala dalam memasuki pasar lahan, maka pada kondisi optimum, penggunaan lahan akan mengacu kepada harga bayangan lahan, yaitu nilai produktivitas lahan. Dari persamaan 31.12 dapat diduga bahwa harga bayangan atau nilai produktivitas lahan usahatani lebih rendah dari harga sewa lahan yang berlaku. Hal ini untuk menjelaskan bahwa penilaian lahan pada pasar lahan lebih mahal dibandingkan dengan nilai lahan sebagai faktor produksi usahatani. Pada kondisi seperti ini, semakin terkendala rumahtangga dalam memperoleh lahan, akan cenderung meningkatkan penggunaan lahan dengan mengintensifkan penggunaan input non-lahan. Oleh karena itu, semakin sempit luas lahan yang dikuasai oleh rumahtangga, harga bayangan lahan akan semakin tinggi.

Berdasarkan kondisi optimum di atas, selanjutnya dapat diturunkan permintaan dan penawaran rumahtangga terhadap produk yang dikonsumsi dan tenaga kerja, dan terhadap input usahatani. Dari persamaan 31.1 dan 31.2 dapat diturunkan fungsi permintaan rumahtangga terhadap Ca, Cm, yaitu komoditi yang dihasilkan dari usahatani

oleh harga masing-masing komoditi, pendapatan dan karakteristik rumahtangga A dan B. Dalam bentuk matematik dinyatakan sebagai berikut:

Ca =Ca(pa, pm, Y*;A) (34.1)

Cm=Cm(pa, pm, Y*;A) (34.2)

dimana Y* = ë*+E. Di dalam hal ini ë* merupakan keuntungan usahatani dengan

memperhitungkan nilai tenaga kerja dalam keluarga yang dinilai dengan harga bayangan. Selanjutnya, dapat juga diturunkan fungsi penawaran tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan usahatani dari persamaan 31.5, 31.6. Keistimewaan fungsi penawaran ini adalah bahwa penawaran tenaga kerja keluarga dipengaruhi oleh harga bayangan tenaga kerja seperti dirumuskan pada persamaan 33.1 dan 33.2. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah pendapatan yang dimana nilai tenaga kerja keluarga diukur juga dengan harga bayangan, harga produk, harga input variabel, dan karakteristik rumahtangga. Bentuk umum fungsi penawaran tenaga kerja dalam keluarga untuk pria dan wanita dinyatakan sebagai berikut:

Fp=Fp(mp*,mw*,pa,pm,pv,Y*:A) (35.1)

Fw=Fw(mw*, mp*, pa,pm,pv,Y*:A) (35.1)

Fungsi permintaan rumahtangga terhadap tenaga kerja luar keluarga dapat diturunkan dari persamaan 31.7 dan 31.8. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap input variabel V dapat diturunkan dari persamaan 31.9. Ketiga fungsi permintaan tersebut dipengaruhi oleh harga masing-masing input, harga produk, dan faktor tetap. Bentuk umum fungsi tersebut dinyatakan sebagai berikut:

Hp=Hp(hp, hw, pa,pv,r, lg,Y*;D) (36.1)

V =V(hp, hw, pa,pv,r,lg,Y*;D) (36.3)

Selanjutnya permintaan rumahtangga terhadap lahan garapan dapat diturunkan dari persamaan 31.13. Melalui persamaan ini dapat diketahui fungsi permintaan lahan garapan merupakan fungsi harga bayangan lahan, harga produk, dan harga input lain, serta faktor tetap di usahatani. Bentuk umum fungsi permintaan lahan garapan dinyatakan sebagai berikut:

Lg=Lg(lg*, pa, hp, hw, pv, r; D) (37)

Model ekonomi rumahtangga yang diuraikan di atas, secara empirik masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Model yang dikemukakan merupakan dasar pemikiran dalam membangun model empirik yang akan dipaparkan pada bagian metode dan konstruksi model. Model empirik yang akan digunakan adalah model persamaan simultan. Tujuannya adalah agar setiap hubungan yang terjadi antara variabel-variabel ekonomi yang menentukan perilaku ekonomi rumahtangga dapat diduga menggunakan model ekonometrika.