• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR GAMBAR

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETAN

6.2. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga

6.2.4. Penggunaan Pupuk Kimia

Pupuk kimia yang akan dianalisis di dalam penelitian ini adalah pupuk Urea dan pupuk TSP. Pada Tabel 21 disajikan hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan kedua jenis pupuk tersebut. Secara teoritik persamaan penggunaan pupuk tersebut dapat dipandang sebagai fungsi permintaan. Oleh karena itu seluruh variabel yang menyusun dan parameter dugaan yang dihasilkan diterjemahkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk atau penggunaan pupuk.

Tabel 21. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Pupuk Urea dan TSP pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan

Variabel* Parameter

Dugaan Std Err Nilai t Pr > |t| Elasitisitas

Pupuk Urea

Intersep 109.67570 22.82030 4.81 <.0001 - HURE -132.72300 22.73310 -5.84 <.0001 -0.419 TFRET 0.01582 0.00115 13.78 <.0001 0.696

LGARP 55.48348 4.50220 12.32 <.0001 0.405 CREDIT 0.04397 0.00771 5.70 <.0001 0.011 INVUT -0.16839 0.02030 -8.30 <.0001 -0.202 Pupuk TSP Intersep 194.16820 38.66710 5.02 <.0001 - HTSP -184.90600 33.53060 -5.51 <.0001 -3.334 TFRET 0.00820 0.00073 11.22 <.0001 1.496 LGARP 9.66002 2.80130 3.45 0.0006 0.293 CREDIT 0.00348 0.00493 0.71 0.4806 0.032 INVUT -0.11906 0.01300 -9.13 <.0001 -0.592 * Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil pendugaan parameter fungsi permintaan pupuk Urea dan TSP menunjukkan arah yang sesuai dengan harapan. Uji statistik untuk setiap parameter dugaan pada persamaan penggunaan pupuk Urea menunjukkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen. Namun pada persamaan penggunaan pupuk TSP parameter dugaan untuk variabel CREDIT tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Parameter dugaan lainnya berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen.

Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP dipengaruhi oleh masing-masing harga pupuk tersebut. Menurut fungsi ini, rumahtangga berperilaku rasional, yaitu semakin tinggi harga pupuk, permintaan pupuk semakin rendah. Hal yang menarik pada kedua fungsi permintaan tersebut adalah bahwa permintaan Urea ternyata tidak responsif terhadap harga Urea, sedangkan permintaan pupuk TSP sebaliknya, sangat responsif terhadap harga TSP.

Perbedaan elastisitas permintaan antara pupuk Urea dan TSP diduga disebabkan oleh perbedaan sifat teknis kedua jenis pupuk tersebut. Pada analisis deskripsi diperlihatkan, penggunaan pupuk Urea jauh lebih tinggi dibanding pupuk TSP. Tingginya penggunaan pupuk Urea diduga karena tehnik budidaya yang diterapkan pada

usahatani tanaman pangan intensif pupuk Urea. Dilihat dari sisi kebutuhan pupuk, ada kecenderungan ketergantungan kuat rumahtangga petani terhadap penggunaan pupuk Urea. Unsur hara yang diperlukan tanaman dari Urea yaitu unsur Nitrogen, mempunyai sifat mudah hilang dari tanah karena proses pencucian atau penguapan. Jika petani tidak memupuk Urea pada setiap musim tanam, ketersediaan unsur tersebut di dalam tanah akan cepat berkurang. Ini semua menyebabkan rumahtangga petani tanaman pangan sangat tergantung pada penggunaan pupuk Urea. Karena itu, perubahan harga pupuk Urea tidak akan banyak mengubah permintaan pupuk tersebut.

Permintaan pupuk TSP responsif terhadap harga TSP diduga disebabkan karena petani belum banyak tergantung pada kebutuhan TSP seperti halnya terhadap pupuk Urea. Selain itu, secara teknis pupuk TSP mempunyai efek residu yang lebih lama dibanding pupuk Urea yang lebih cepat hilang seperti telah dijelaskan di atas. Adanya efek residu pada pupuk TSP tersebut, kebutuhan pupuk TSP secara teknis tidak seintensif kebutuhan pupuk Urea. Apabila ada peningkatan harga pupuk TSP, petani dapat menunda pembelian pupuk tersebut dengan harapan efek pemupukan pada waktu sebelumnya masih berpengaruh pada produktivitas tanaman. Oleh karena itu, setiap ada peningkatan satu persen harga pupuk TSP akan menyebabkan petani beralih ke input lain dan mengurangi penggunaan pupuk TSP dengan persentase yang lebih besar.

Permintaan pupuk Urea atau TSP secara nyata dipengaruhi oleh nilai total penerimaan usahatani (TFRET). Semakin besar penerimaan total usahatani, permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut semakin besar. Secara teoritik hal tersebut logis mengingat penerimaan usahatani merupakan sumber dana yang dapat dibelanjakan rumahtangga untuk membeli kedua jenis pupuk tersebut. Namun demikian, permintaan

pupuk Urea ternyata tidak responsif terhadap penerimaan total usahatani, sedangkan permintaan pupuk TSP responsif terhadap penerimaan total usahatani. Perilaku ini menunjukkan bahwa apabila ada kenaikan penerimaan dari usahatani, rumahtangga cenderung meningkatkan penggunaan pupuk TSP lebih besar dibandingkan dengan penggunaan pupuk Urea. Dengan kata lain, penggunaan pupuk TSP akan ditingkatkan hanya jika terjadi peningkatan penerimaan usahatani. Sebaliknya, jika terjadi pengurangan penerimaan usahatani, rumahtangga petani cenderung mengurangi penggunaan TSP dibandingkan dengan penggunaan Urea. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa hal ini terjadi karena secara teknis Urea mempunyai peran lebih besar dibandingkan dengan TSP.

Fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP pada Tabel 21 memperlihatkan hubungan komplementer antara pengunaan kedua jenis pupuk tersebut dengan penggunaan lahan. Akibatnya, peningkatan luas lahan garapan akan meningkatkan permintaan pupuk Urea atau TSP. Perlu diingat bahwa peningkatan penggunaan pupuk tersebut terkait dengan dosis pupuk yang digunakan setiap satuan luas lahan. Dosis pupuk tersebut tentunya tergantung pada teknologi dan jenis tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa permintaan pupuk Urea ini tidak elastis terhadap luas lahan garapan. Secara teknis hal ini menunjukkan bahwa hubungan komplementer yang terjadi antara pupuk dengan lahan garapan tidak bersifat tetap. Diduga ada substitusi antara pupuk Urea dengan input lain pada skala luas lahan yang berbeda.

Selanjutnya, variabel kredit (CREDIT) tampak berpengaruh positif pada permintaan pupuk Urea pada taraf nyata kurang dari satu persen, tetapi tidak berpengaruh

nyata pada permintaan TSP. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk kredit yang dipinjam rumahtangga petani cenderung digunakan untuk membiayai pupuk Urea dibandingkan dengan membiaya pupuk TSP. Alasan logis terhadap hasil ini, seperti telah dijelaskan di atas, adalah bahwa rumahtangga petani lebih tergantung pada penggunaan Urea dibandingkan dengan TSP.

Kredit mempunyai peran sama seperti penerimaan usahatani dalam permintaan pupuk Urea atau TSP, yaitu sebagai sumber dana yang dapat dibelanjakan untuk membeli pupuk. Karenanya, semakin besar kredit yang dipinjam rumahtangga, semakin besar permintaan terhadap pupuk Urea. Namun demikian, pada Tabel 20 terlihat bahwa bagian kredit yang dialokasikan untuk pembelian pupuk tidak terlalu besar. Setiap 100 ribu rupiah kredit yang dipinjam rumahtangga, hanya dapat meningkatkan permintaan pupuk Urea sekitar lima kilogram, atau jika dinilai dengan harga pupuk yang berlaku, berarti kurang dari 10 persen dari setiap tambahan kredit tersebut. Hal yang sama juga dapat dilihat pada permintaan TSP, porsi kredit yang dialokasikan untuk pupuk TSP relatif kecil.

Pada kegiatan usahatani, di samping pengeluaran yang bersifat rutin (current input) ada juga pengeluaran yang bersifat jangka panjang dalam bentuk pengeluaran investasi. Pada fungsi permintaan pupuk Urea atau TSP, variabel investasi usahatani (INVUT) berpengaruh negatif. Hubungan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Pengeluaran investasi pada usahatani merupakan bentuk pengeluaran atau penggunaan dana yang dimiliki oleh rumahtangga, di samping pengeluaran untuk pupuk, tenaga kerja dan lain-lain. Dalam kondisi keterbatasan dana yang tersedia di rumahtangga, pengeluaran investasi pada usahatani harus bersaing dengan pengeluaran untuk pupuk.

Perilaku ini juga menunjukkan bahwa pembentukan modal (capital formation) dari dalam rumahtangga untuk usahatani terkendala oleh adanya pengeluaran-pengeluaran rutin dalam bentuk sarana produksi dan tenaga kerja. Perilaku ini akan juga terlihat pada persamaan investasi usahatani yang akan dibahas kemudian.

6.2.5. Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan merupakan faktor penting dalam ekonomi rumahtangga petani tanaman pangan. Luas lahan garapan merupakan cerminan seberapa intensif petani mengusahakan lahan yang dikuasainya. Seorang petani yang memiliki lahan sempit, bisa mengolah lahan secara intensif sehingga dalam satuan waktu tertentu luas lahan berlipat ganda. Pada usahatani tanaman pangan pemanfaatan lahan ini penting karena merupakan faktor penggerak utama dalam pemanfaatan input usahatani yang lain. Pada Tabel 22 disajikan hasil pendugaan persamaan luas lahan garapan. Seluruh parameter dugaan bertanda sesuai dengan hipotesis awal dan secara statistik seluruh parameter dugaan tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata kurang dari satu persen.

Pendugaan parameter harga bayangan lahan (SPL) bertanda negatif, artinya harga bayangan merupakan biaya internal penggunaan lahan yang dipertimbangkan rumahtangga untuk menggarap lahan. Harga yang setara dengan harga bayangan lahan adalah sewa lahan. Namun sewa lahan hanya relevan jika lahan yang gunakan adalah lahan sewa, bukan lahan milik rumahtangga. Jika yang digunakan adalah lahan sewa, maka akan terjadi hubungan semakin mahal sewa lahan luas lahan garapan semakin berkurang.

Penggunaan lahan garapan dipengaruhi oleh harga bayangan lahan (SPL). Semakin tinggi harga bayangan, lahan garapan semakin sempit, walaupun lahan garapan

ini tidak elastis terhadap harga bayangannya. Bagi rumahtangga petani, lahan garapan berfungsi sebagai sumber pendapatan. Jika produktivitas lahan menurun, maka untuk memperoleh pendapatan yang sama, dalam jangka waktu yang sama rumahtangga petani akan meningkatkan intensitas penggunaan lahan.

Tabel 22. Hasil Pendugaan Persamaan Luas Lahan Garapan Pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan

Variabel* Parameter

Dugaan Std Err Nilai t Pr > |t| Elasitisitas

Intersep -0.13284 0.09900 -1.34 0.1798 - SPL -0.00041 0.00005 -7.84 <.0001 -0.231 HPROD 0.00028 0.00005 5.81 <.0001 0.175 TKD 0.00240 0.00046 5.21 <.0001 0.174 LTOTA 1.05625 0.05590 18.88 <.0001 0.641 NPKIM 0.00216 0.00018 11.72 <.0001 0.311

* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan ternyata tidak responsif terhadap harga bayangan lahan. Seperti telah dijelaskan di muka bahwa harga bayangan lahan, selain ditentukan oleh luas lahan garapan, juga ditentukan oleh penggunaan input-input lain, seperti tenaga kerja, pupuk, dan input-input lain. Tidak elastisnya harga bayangan lahan menunjukkan bahwa kontribusi lahan garapan dalam pembentukan harga bayangan relatif kecil. Oleh karena itu, hubungan sebaliknya bisa terjadi dimana kenaikan satu persen harga bayangan, akan diikuti dengan penurunan luas garapan dengan persentase yang lebih kecil.

Parameter harga produk (HPROD) bertanda positif, sesuai dengan harapan, namun angka elastisitas menunjukkan bahwa luas lahan garapan tidak responsif terhadap harga produk. Tidak elastisnya luas lahan garapan terhadap harga produk disebabkan harga produk pada penelitian ini bersifat komposit, sehingga tingkat harga produk yang dimaksud merupakan harga rata-rata seluruh komoditi. Efek harga, dengan demikian,