• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR GAMBAR

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETAN

6.2. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga

6.2.2. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahatani merupakan fenomena umum pada rumahtangga petani. Keputusan menggunakan tenaga kerja luar keluarga seringkali tidak hanya merupakan perilaku ekonomi tetapi juga mengandung keputusan non-ekonomi. Perilaku sosial dan budaya di perdesaan diduga juga ikut menentukan keputusan rumahtangga petani dalam menggunakan tenaga kerja luar keluarga ini. Namun demikian, pada penelitian ini, perilaku rumahtangga yang dianalisis adalah perilaku ekonomi, sehingga keputusan yang diambil rumahtangga pada penggunaan tenaga kerja luar keluarga ini akan dilihat dari rasional ekonomi.

Tabel 19. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja Pria dan Wanita Luar Keluarga di Usahatani

Variabel* Parameter

Dugaan Std Err Nilai t Pr > |t| Elasitisitas

Tenaga Kerja Pria

Intersep 51.83649 23.33300 2.22 0.0265 -

LGARP/TKPD 33.83052 24.40170 1.39 0.1660 0.004 TFRET 0.01427 0.00075 18.95 <.0001 0.857 CREDIT 0.10017 0.00925 10.83 <.0001 0.302

Tenaga Kerja Wanita

Intersep 25.38916 14.54920 1.75 0.0813 -

UHW -8.88771 1.67620 -5.30 <.0001 -0.387 LGARP/TKWD 37.51009 12.92570 2.90 0.0038 0.010 TFRET 0.01125 0.00058 19.34 <.0001 0.872 CREDIT 0.08051 0.00710 11.33 <.0001 0.313

* Nama variabel dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pada Tabel 19 dapat dilihat hasil pendugaan parameter persamaan penggunaan tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga. Teori ekonomi memandang persamaan tersebut sebagai fungsi permintaan tenaga kerja. Karena itu, perilaku yang terjadi diterjemahkan sebagai perilaku permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga. Hasil pendugaan parameter fungsi ini menunjukkan seluruhnya telah sesuai dengan yang diharapkan. Jika menggunakan kriteria statistik pada taraf nyata lima persen, dapat disimpulkan seluruh parameter dugaan berbeda nyata dari nol, kecuali parameter dugaan rasio luas lahan garapan dan tenaga kerja pria dalam keluarga (LGARP/TKPD) pada persamaan permintaan tenaga kerja pria.

Variabel upah buruh pada usahatani menunjukkan tanda negatif, sesuai dengan harapan fungsi permintaan tenaga kerja. Namun jika diperhatikan besaran elastisitas variabel tersebut menunjukkan permintaan tenaga kerja pria atau wanita luar keluarga tidak responsif terhadap masing-masing upah buruh usahatani. Upah buruh di dalam penelitian ini adalah upah buruh harian atau suatu proksi yang setara dengan upah buruh harian. Seperti telah disebutkan pada metodologi, data upah ada yang didekati dengan nilai per unit kerja. Pendekatan ini untuk menangkap keputusan rumahtangga menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang tidak dalam bentuk kerja harian, seperti kerja borongan yang sering ditemui di pedesaan. Pada kerja borongan, keputusan

menggunakan tenaga kerja lebih mempertimbangkan hasil kerja dan nilai total yang harus dibayar rumahtangga. Jumlah tenaga kerja yang harus digunakan tidak dipertimbangkan secara langsung. Sistem borongan jika dikonversi dengan upah harian, seringkali menghasilkan tingkat upah yang tidak rasional (terlalu tinggi atau terlalu rendah). Pada penelitian ini diasumsikan bahwa rumahtangga mengetahui konsekuensi dari setiap sistem kerja yang dihadapi, sehingga masih relevan dengan konsep elastisitas.

Adanya variabel upah buruh usahatani pada fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga mengindikasikan bahwa permintaan tenaga kerja luar keluarga pada rumahtangga petani ditentukan oleh mekanisme pasar tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja luar keluarga sangat nyata dipengaruhi tingkat upah yang berlaku, walaupun tidak responsif terhadap upah tersebut.

Tidak elastisnya permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga meningindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga bukan murni pertimbangan ekonomi yang mengacu pada tingkat upah yang berlaku. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga bisa terjadi karena kebutuhan proses kerja usahatani yang perlu diselesaikan pada waktu tertentu, seperti penanaman, pengolahan lahan, dan panen. Dengan keterbatasan jumlaah tenaga kerja di dalam keluarga, seperti telah dijelaskan di atas, proses kerja tertentu akan selalu membutuhkan tambahan tenaga kerja luar keluarga. Upah buruh usahatani, dengan demikian, bukan merupakan instrumen kebijakan yang akan efektif digunakan untuk menggerakkan ekonomi rumahtangga petani. Efek tidak langsung dari perubahan ini pada variabel ekonomi lainnya juga akan kecil.

Parameter dugaan variabel rasio luas lahan garapan dengan tenaga kerja pria atau wanita dalam keluarga bertanda positif sesuai dengan harapan walaupun secara

statistik pada fungsi permintaan tenaga kerja pria tidak berbeda nyata dari nol pada taraf nyata 10 persen. Dari fungsi ini dapat diketahui adanya hubungan komplementer antara lahan garapan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Hal yang juga terjadi pada tenaga kerja dalam keluarga. Artinya, penggunaan tenaga kerja luar keluarga atau tenaga kerja dalam keluarga, pada rumahtangga petani searah dengan luas lahan garapan. Besaran elastisitas variabel rasio tersebut juga menunjukkan bahwa permintaan terhadap tenaga kerja pria luar keluarga kurang responsif terhadap perubahan luas lahan garapan atau terhadap penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Namun demikian, sesuai dengan harapan semula bahwa tenaga kerja luar keluarga akan bersubstitusi dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, baik pada tenaga kerja pria maupun pada tenaga kerja wanita.

Permintaan tenaga kerja luar keluarga dipengaruhi oleh penerimaan total usahatani (TFRET). Penerimaan total usahatani tampak berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pada taraf nyata kurang dari satu persen Hal ini menunjukkan peran penting kegiatan usahatani bagi rumahtangga petani dalam membiayai kegiatan usahataninya sendiri. Kegiatan usahatani masih bertumpu pada hasil usahatani itu sendiri. Hal ini juga mengindikasikan masih adanya bagian penerimaan usahatani yang digunakan kembali untuk kepentingan usahatani. Perilaku seperti ini akan banyak menentukan sejauh mana rumahtangga petani merespons perubahan faktor ekonomi yang terjadi di luar rumahtangganya.

Besaran elastisitas variabel penerimaan usahatani tampak paling besar, yang berarti bahwa permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga relatif lebih responsif terhadap pendapatan usahatani dibandingkan dengan terhadap upah.

Hasil ini menunjukkan bahwa penerimaan usahatani masih merupakan penggerak utama dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Kecenderungan ini wajar karena penggunaan tenaga kerja luar keluarga memerlukan sejumlah dana untuk membayar upah. Karenanya semakin tinggi penerimaan total usahatani akan memperbesar penggunaan tenaga kerja luar keluarga.

Sejalan dengan penerimaan total usahatani, variabel kredit (CREDIT) juga berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja pria luar keluarga pada taraf nyata kurang dari satu persen. Telah dimaklumi bahwa kredit, bersama-sama dengan penerimaan usahatani, merupakan sumber dana yang bisa digunakan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Semakin besar rumahtangga dapat memperoleh kredit, jumlah tenaga kerja luar keluarga yang diminta semakin besar, walaupun dengan persentase kenaikan yang lebih kecil karena permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja luar keluarga, baik pria maupun wanita, tidak elastis terhadap kredit. Dari hasil pendugaan fungsi permintaan tenaga kerja luar keluarga pria dan wanita tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku rumahtangga tidak responsif terhadap upah buruh tani. Perilaku rumahtangga relatif lebih responsif terhadap variabel bukan harga, yaitu pendapatan usahatani. Artinya, dalam hal permintaan terhadap tenaga kerja luar keluarga, rumahtangga lebih responsif terhadap variabel bukan harga dibandingkan dengan variabel harga. Ekonomi rumahtangga petani akan efektif digerakkan jika terdapat perubahan faktor ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan usahatani.