• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

3.2. Model Rumahtangga Petani Chayano

Jika Becker berangkat dari pemikiran rumahtangga secara murni, maka Chayanov sudah mengarahkan pemikirannya pada rumahtangga petani. Ellis (1988) memandang perilaku rumahtangga petani model Chayanov ini sebagai perilaku rumahtangga yang menghindar dari kerja keras yang disebut drudgery averse. Pada model ini, rumahtangga menganggap bekerja adalah sebagai suatu yang harus dihindari karena tidak menyenangkan. Pilihan rumahtangga adalah bekerja di usahatani untuk memperoleh pendapatan tetapi tidak menyenangkan atau bersantai (leisure) memperoleh kepuasan. Bisa juga pilihannya adalah bekerja di usahatani untuk memperoleh pendapatan untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi atau tidak bekerja dengan mendapatkan kesenangan waktu bersantai.

Di dalam memilih harus ada kriteria tertentu yang menjadi patokan pengambilan keputusan. Seperti halnya pada teori alokasi waktu yang dijelaskan di atas, model

Chayanov juga mengasumsikan bahwa rumahtangga petani berusaha memaksimumkan utilitas. Perbedaan utama dengan teori Becker adalah adanya pertimbangan subjektif rumahtangga didalam menentukan alokasi waktu. Menurut Ellis (1988) faktor utama yang menentukan pilihan alokasi waktu adalah struktur demografi rumahtangga. Struktur demografik tersebut dinyatakan dalam bentuk rasio antara jumlah anggota rumahtangga yang menjadi beban konsumsi dengan jumlah anggota rumahtangga yang bekerja, dinyatakan dengan rasio c/w. Semakin banyak anggota rumahtangga yang menjadi beban konsumsi relatif terhadap yang bekerja, rasio tersebut semakin besar.

Ellis (1988) juga mencatat asumsi yang mendasari model Chayanov adalah: (1) tidak ada pasar tenaga kerja, tidak ada upah yang dapat diperoleh anggota rumahtangga yang bekerja di luar rumahtangga, (2) produk yang dihasilkan usahatani dapat digunakan untuk konsumsi atau dijual ke pasar pada tingkat harga pasar yang berlaku, (3) seluruh rumahtangga petani dapat mengakses lahan secara fleksibel untuk digunakan dalam proses produksi usahatani, dan (4) terdapat pendapatan minimum per-orang yang diterima sebagai norma masyarakat, dan konsekuensinya adalah adanya tingkat konsumsi minimum di rumahtangga

Perilaku rumahtangga dalam model Chayanov dapat digambarkan sebagai memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala fungsi produksi, pendapatan minimum, dan maksimum waktu kerja. Secara matematik dinyatakan maksimumkan U=f(Y,H), dimana Y adalah pendapatan rumahtangga, dan H adalah waktu santai. Kendala untuk memaksimumkan fungsi tersebut adalah Y=Py.f(L); Y•Y min; L• L maks, dimana Y adalah

pendapatan, Py adalah harga produk, f(L) adalah fungsi produksi dengan L tenaga kerja sebagai input. Secara mudah, persoalan tersebut dapat diselesaikan dan akan diperoleh

keseimbangan (•U/•H)/(•U/•Y)= (•Y/•H)=NPM L. Jadi pada kondisi keseimbangan

diperoleh bahwa substitusi marjinal waktu santai dengan pendapatan sama dengan nilai produk marjinal tenaga kerja rumahtangga. Kondisi ini tercapai jika memang kendala yang diajukan bersifat mengikat atau binding.

Pada Gambar 2 disajikan kondisi keseimbangan rumahtangga menurut Chayanov dan juga diperlihatkan efek perubahan faktor demografik pada keseimbangan baru. Pada Gambar 2 terlihat sumbu vertikal menggambarkan nilai produk yang diperoleh dari kegiatan usahatani, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan alokasi waktu kerja. Pada model ini jumlah waktu tersedia bagi rumahtangga sebesar L. Namun jumlah waktu yang dapat digunakan untuk bekerja terbatas sebesar Lmaks. Pada gambar tersebut juga terlihat

juga fungsi produksi rumahtangga menghasilkan nilai produk total dengan menggunakan input tenaga kerja rumahtangga.

Sesuai dengan asumsi yang dikemukakan di atas, pada model Chayanov terdapat kendala pendapatan minimum, yang pada Gambar 2 dinyatakan dengan garis lurus horizontal pada Y1min. Adanya kendala pendapatan minimum pada tingkat tersebut

menyebabkan alokasi kerja berada pada keseimbangan di titik A, yaitu titik singgung antara kurva nilai produk total dengan kurva indiferen I1. Pada kondisi keseimbangan

ini, tenaga kerja yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani sebesar O-L1, sisanya L-L1

dialokasikan untuk waktu santai.

Selanjutnya diasumsikan terjadi perubahan struktur demografi pada rumahtangga, misalnya adanya tambahan beban konsumsi relatif terhadap jumlah yang bekerja. Perubahan struktur demografik ini meningkatkan pendapatan minimum dari Y1min ke

Y2min. Pada rasio c/w, berarti perubahan hanya terjadi pada c. Perubahan tersebut tidak Y1min Y2min Y Y I2 I1 Y2min Y1min

Gambar 2. Model Keseimbangan Rumahtangga Menurut Chayanov Sumber : Ellis,1988 NPT Lmaks L2 L1 A B Y1 0 L

mengubah fungsi produksi, namun menggeser kurva indiferen dari I1 ke I2. Kurva

indiferen I2 digambarkan lebih landai dibandingkan dengan I1 untuk menggambarkan

peningkatan marjinal utilitas pendapatan dan penurunan marjinal utilitas waktu santai. Peningkatan marjinal utilitas pendapatan karena adanya tekanan kebutuhan konsumsi. Keseimbangan baru tercapai pada titik B, yaitu pada titik singgung antara kurva produk total dengan kurva indiferen I2. Tenaga kerja yang dialokasikan untuk kegiatan usahatani

menjadi L2-O, lebih besar dibandingkan kondisi sebelumnya. Peningkatan jumlah waktu

kerja yang dialoksikan untuk usahatani disebabkan adanya kebutuhan konsumsi yang meningkat. Mengingat kebutuhan ini hanya diperoleh dari kegiatan usahatani, maka setiap peningkatan kebutuhan konsumsi akan diikuti dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja. Di sisi lain, peningkatan penggunaan tenaga kerja untuk usahatani menurunkan alokasi waktu untuk santai.

Dari model Chayanov ini terlihat ada hubungan antara karakteristik demografi dengan perilaku rumahtangga melalui perubahan relatif antara beban konsumsi dan yang bekerja. Implikasi dari model ini adalah bahwa setiap kebijakan yang mempengaruhi beban konsumsi keluarga dapat mempengaruhi keputusan rumahtangga. Keterbukaan terhadap pasar barang konsumsi yang meningkatkan kebutuhan konsumsi rumahtangga, dapat meningkatkan marjinal utilitas pendapatan, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan alokasi kerja ke usahatani. Tentu sebaliknya bisa terjadi, dimana rumahtangga berada di daerah yang kurang menyediakan kebutuhan konsumsi, akan menurunkan marjinal utilitas pendapatan. Rumahtangga akan lebih menghargai waktu santai dibandingkan dengan bekerja, karena marjinal utilitas waktu santai meningkat,

Ciri demografik yang mempengaruhi keputusan produksi, sering dijadikan indikator sejauh mana keterpisahan antara keputusan konsumsi dan keputusan produksi. Semakin kuat ciri demografi mempengaruhi keputusan produksi, menunjukkan semakin kuat hubungan antara produksi dan konsumsi.