• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KARAWITAN MINANGKABAU DAN JURUSAN KARAWITAN

3.7 Musik Dalam Masyarakat Melayu Minangkabau

Mahdi Bahar (2007:14) mengemukakan bahwa secara sosiologis dan budaya, orang Minangkabau memandang dua kategori seni musik yaitu ‘musik Minangkabau’ dan ‘bukan musik Minangkabau’138

Pertama,musik tradisional Minangkabau; musik tradisional Minangkabau dapat dipilah menjadi dua bagian. Pertama, musik tradisional yang terkait dengan prosesi adat atau menjadi bagian dari adat; kedua, musik tradisonal yang semata-mata sebagai musik tradisi saja dikarenakan musik itu telah mentradisi dalam

. Mereka menyebut kategori yang pertama sebagai musik awak (musik kita atau in-group) dan ketegori kedua disebut indak musik awak (bukan musik kita atau out-group). Musik awak mencakup, yaitu musik tradisional Minangkabau; musik ‘Minangkabau populer’;

musik Minangkabau talempong ‘kreasi baru’; dan musik Minangkabau

‘akademis’. Adapun kategori out-group adalah musik apa saja yang ada di Minangkabau (Sumatera Barat) selain dari pada musik yang termasuk kategori pertama.

138 Mahdi Bahar, 2007. Islam Landasan Ideal Budaya Musik Melayu Minangkabau.

Pidato Pengukuhan Guru BesarBidang Ilmu Sejarah Musik Nusantara Pada Jurusan Karawitan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padangpanjang. Di ucapkan di muka rapat senat terbuka STSI Padangpanjang, 11 Desember 2007 di Padangpanjang.

masyarakatnya. Kelompok musik yang pertama bersifat mengikat, disukai atau tidak disukai harus diterima karena adat membutuhkannya. Ini berarti musik ini sudah menjadi kelengkapan adat atau sudah menjadi bagian dari sistem adat itu sendiri. Apabila musik tersebut tidak ada maka adat menjadi tidak sempurna atau

‘rusak’. Musik adat ini hampir tidak banyak mengalami perubahan sepanjang penyajiannya masih dalam konteks adat. Di luar konteks adat, musik tradisional Minangkabau ini bisa saja mengalami perubahan.

Musik talempong merupakan kategori musik adat. Keberadaannya dapat disaksikan misalnya dalam penyelenggaraan adat upacara pengangkatan penghulu139

139 Pemimpin suku: diangkat oleh kaum; melindunggi anggota kaum; sebagai hakim;

tumpuan harapan kaum. Periksa Amir MS (1997:67-68) dalam buku Adat Minangkabau: Pola dan tujuan Hidup Orang Minang.

. Musik talempong atau sekurang-kurangnya sebuah gong yang dibunyikan dengan pola ritme tertentu biasany dihadirkan sebagai bagian dari keperluan adat itu. Dalam konteks ini (upacara adat) musik talempong atau gong tersebut tidak bisa ditukar dengan musik atau alat lain yang meskipun dari segi musikal lebih meriah dari pada musik talempong.

Fenomena serupa dapat kita jumpai pada upacara tabut di Pariaman.

Upacara ini diiringi dengan musik gandang tambua. Musik ini sejenis musik ritmis yang ansambelnya terdiri dari sejumlah gandang bermuka dua (double-headed drum) yang lazim disebut dol atau tambua dan tasa.Gandang tambua juga digunakan dalam penyambutan tamu dalm konteks adat baik dalam sesi mengiringi prosesi atau mengiringi (tari) galombang. Dalam konteks yang begini, maka keberadaan gandang tambua tidak bisa ditukar dengan musik yang lain.

clxxvi

Adapun musik tradisional Minangkabau yang semata-mata hanya sebagai tradisi saja hakikatnya tergantung pada selera masyarakat atau selera pasar.

Kehidupan musik semacam ini amat tergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau memberi arti langsung pada masyarakat berdasarkan

‘sesuatu’ yang diberikan oleh musik tersebut. Oleh karena itu, kelangsungan hidup musik itu dapat bertahan dalam masyarakat tersebut, sehingga ia menjadi tradisional di lingkungan mereka (Mahdi Bahar, 2007:16)140

Musik tradisi ini bertahan dalam masyarakat Minangkabau dimungkinkan karena hanya musik seperti itulah yang ada pada zamannya. Sekarang musik yang demikian itu diklaim oleh masyarakat setempat sebagai musik tradisional mereka.

Selanjutnya Mahdi Bahar (2007:16) memaparkan, musik yang tergolong kategori tradisi adalah seperti misalnya: rabab, salawat talam (dulang), gamat, saluang, dikia rabano, sampelong, bansi, sijobang, dan sirompak

.

141

Beberapa musik tradisi Minangkabau ada yang betul-betul berorientasi pasar dan bersifat komersial. Mahdi Bahar memasukkan Genre musik tersebut ke dalam kategori musik tradisonal populer Minangkabau. Genre musik yang terutama masuk pad kategori ini adalah pertunjukan musik salueng darek, di samping musik salawat talam. Kedua Genre musik ini sering dipertunjukkan

. Musik-musik tersebut menjadi tradisi daerah- daerah tertentu di Minangkabau seperti misalnya, musik gamat dalam kelompok masyarakat di Kota Padang, musik sijobang di Payakumbuh, musik rabab (biola) dalam masyarakat Pesisir Selatan, dan musik saluang (darek) terutama dalam masyarakat tiga luhak Minangkabau.

140 Mahdi Bahar. Op. cit. hal.16

141 Mahdi Bahar. Ibid. hal.16

dalam rangka hiburan rakyat di samping ada kalanya bertujuan untuk mencari dana sosial oleh masyarakat setempat.

Kedua, musik Minangkabau populer;Mahdi Bahar memaksudkan kategori ini sebagai musik dengan prinsip komposisi berazaskan pada ‘ilmu harmoni’ dan beraspek waktu (duration) linear, serta teks nyanyian berbahasa Minangkabau sebagai bagian utamanya. Tujuan pokoknya adalah memenuhi selera pasar dan disebarluaskan melali media rekam. Pencipta lagu-lagu ini umumnya beridentitas jelas (bukan anonim), memiliki hak cipta pribadi. Durasi satu buah lagu biasanya berkisar antara 4-7 menit.

Masyarakat Minangkabau merasakan musik Minangkabau populer sebagai bagian dari in-group-nya. Namun dalam hal ini, musik tersebut tidak terkait dengan tradisi mereka. Musik atau lagu itu akan bertahan selagi disukai oleh penggemarnya. Kalau lagu itu idak digemari lagi, bisa saja ia hilang dari peredaran. Bahkan, masyarakat Minangkabau tidak merasa bertanggung jawab untuk melanjutkannya sebagaimana halnya musik tradisi mereka; Mahdi Bahar menggambarkan hal tersebut sebagai seseorang membeli barang, biasanya sangat tergantung pada suka atau tidak suka. Kenyataan musik seperti ini disimpulkan oleh Mahdi Bahar sebagai produk industri, yaitu industri yang amat bergantung pada permintaan dan selera pasar.

Ketiga, musik ‘talempong kreasi baru’; Menurut Mahdi Bahar (2007:17) musik ini dimainkan dengan ‘ansambel talempong’ menggunakan sistem nada diatonis dan komposisi musik diolah berdasarkan pada sistem ilmu harmoni. Alat musik pada ansambel ini adalah talempong, canang, di samping gendang dan alat

clxxviii

musik tiup, yaitu saluang, bansi, sarunai, serta ada yang ditambah dengan alat musik elektronik dan drum set. Ansambel ini dinamai ‘talempong kreasi baru’.

Menurut Mahdi Bahar, nama atau julukan ‘talempong kreasi baru’ adalah sebagai pembeda dari pada ansambel talempong yang telah mentradisi sebelumnya, apakah berbentuk ansambel gandang oguang maupun berbentuk ansambel talempong pacik. Selanjutnya Mahdi Bahar mengatakan bahwa:

“Musik ‘talempongkreasi baru’ merupakan ujung perkembangan evolusioner dari tradisi musik talempong Minangkabau sebelumnya.

Munculnya musik ini ialah pada bulan Agustus tahun 1968 dalam kaitannya dengan aktivitas Konservatori Karawitan (Kokar A dan B) jurusan Minangkabau di Padangpanjang, yang berdiri tahun 1965. Sekarang lembaga ini (Kokar B) menjadi Institut Seni Indonesia Padangpanjang”.

Penulis hampir menemukan benang merah dari usaha orang Minangkabau dalam melestarikan dan mengembangkan budaya musikalnya dengan mendirikan sebuah institusi pendidikan yang awalnya bernama Konservatori Karawitan (Kokar). Menurut Kaplan dalam konsep adaptasi, bahwa suatu institusi atau kegiatan budaya dikatakan fungsional manakala memberikan andil bagi adaptasi atau penyesuaian sistem tertentu, dan disfungsional apabila melemahkan adaptasi.

Teori Wallace tentang adaptasi menyatakan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian diri yang berlangsung turun temurun dan secara prinsip merupakan sebuah evolusi. Dengan demikian, sebuah adaptasi yang diakomodir oleh sebuah istitusi akan memunculkan sebuah keunggulan.

Masuknya sistem nada diatonis ke dalam institusi Kokar lambat laun mempengaruhi musik Minangkabau. Kita mengetahui bahwa sistem nada diatonis merupakan sitem musikal yang sudah mendunia dan dikenal di berbagai belahan dunia. Salah satu bukti nyata atas mendunianya pengaruh musik diatonis adalah

lagu kebangsaan Indonesia Raya 142

Mahdi Bahar (2007:18) memapaparkan komposisi alat dalam ansambel

‘talempong kreasi baru’ yang tumbuh di lingkungan ISI Padangpanjang pada awalnya terdiri dari: talempong melodi, talempong pengiring rendah, talempong pengiring tinggi, canang pengiring rendah, canang pengiring tinggi, gendang, alat musik tiup (saluang, bansi, dan sarunai)

yang ditulis oleh WR Soepratman.

Penggunaan sistem nada ini tentunya juga berlanjut pada penggunaan berbagai ragam alat musik konvensional yang notabene sudah dirancang dan ditala sesuai kebutuhan sistem nada diatonis. Mau tidak mau, suka atau tidak suka orang Minangkabau sebagai bagian dari masyarakat global harus mengambil sikap dan memposisikan dirinya sejajar dengan bangsa lain di dunia ini. Ada beberapa sikap yang mungkin dimunculkan dalam menghadapi ‘globalisasi diatonis’.

Pertama,menolaknya karena sistem diatonis merupakan produk Barat dan tidak cocok dengan musik Minangkabau. Kedua, menerimanya dengan tindakan memainkan musik diatonis saja serta meninggalkan musik Minangkabau.

Ketiga,beradaptasi dan mengambil keuntungan dari sistem nada diatonis demi menggali, membina, dan mengembangkan kebudayaan Minangkabau.

143

a. Talempong Melodi: B-c-d-e-f-g-a-b-c’

. Masing-masing unit talempong tersusun atas beberapa buah talempong dengan nada-nada sebagai berikut:

b. Talempong Pengiring:

• Rendah : c-d-e-f

• Tinggi : g-a-b-c’

142 Lihat Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

143Ibid. hal. 18.

clxxx

c. Canang:

• Rendah : C-D-E-F

• Tinggi : G-A-B-c

Sementara itu Mahdi Bahar (2007:18) juga menerangkan bahwa selaian yang dikembangkan di ISI Padangpanjang masih ada ansambel ‘talempong kreasi baru’ yang dikembangkan oleh Yusaf Rahman pimpinan Sanggar Tari Syofyani, komposisinya terdiri dari: gareteh, tingkah, saua, gendang, alat musik tiup (saluang, bansi, dan sarunai)144

a. Talempong gareteh:

. Masing-masing unit talempong tersusun atas beberapa buah talempong dengan nada-nada sebagai berikut:

E-F-G-A-Bb-B-c-d-e-f-g-a-b-c’

b. Talempong tingkah:

E-F-G-A-Bb-B-C-D c. Talempong saua:

E-F-G-A-Bb-B-C-D

Menurut Mahhdi Bahar, kedua talempong kreasi baru tersebut cukup berkembang di kalangan masyarakat Minangkabau, baik yang ada di Sumatera Barat maupun yang di rantau. Umumnya ansambel talempong ini dimiliki oleh sanggar-sanggar tari Minangkabau dan digunakan untuk pengiring tari maupun lagu-lagu Minangkabau Populer. Masyarakat luas sudah terlanjur memandang ansambel talempong kreasi baru ini sebagai suatu identitas ansambel musik yang berasal dari Minangkabau.

144Ibid. hal. 18.

Keempat, ‘musik baru’ Minangkabau; bila musik ‘talempong kreasi baru’

merupakan ujung perkembangan evolusioner tradisi musik talempong yang lahir tahun 1968, maka pada tahun 1981 muncul lagi ‘musik baru’145

“Musik ini adalah garapan bersama Hanefi, Hajizar, Mahdi Bahar, dan beberapa saran dari Muslam Muram yang pada waktu itu mereka adalah mahasiswa ASKI Padangpanjang. Musik ini berupa iringan tari “Pertemuan dua Warna” karya Gusmiati Suid dan sebuah komposisi musik “Batanyo Kabau ka Padati”. Kedua karya tersebut dipertunjukkan pertama kalinya pada Forum Institut Kesenian Indonesia (IKI) di Bandung pada tahun 1981.

Penggarapan musik yang bersifat atonal (tidak dalam kunci manapun)ini mengambil materi dan mengolah dari berbagai tradisi musik Minangkabau sebelumnya, meskipun ada tambahan unsur (garap) lain”

(meminjam istilah Dieter Mack) sebagai perkembangan musik Minangkabau, selanjutnya. Mahdi Bahar menuliskan sebagai berikut:

146

Penulis menyimpulkan bahwa nama-nama kreator seperti Hanefi, Hajizar, Mahdi Bahar, dan Gusmiati Suid adalah tokoh-tokoh pertama dari Minangkabau yang membuat pembaruan dalam penciptaan musik dan tari. Dapat ditandai di sini bahwa konsep penggarapan musik secara komunal sebagai ciri khas ketradisionalan masih dipertahankan oleh mereka meskipun garapan musik mereka sudah memasuki area atonal yang pada budaya asalnya (Eropa, Amerika) merupakan kreasi yang sangat individual seperti tokoh-tokoh komposer berikut yang tidak lagi berkarya dengan aturan kunci atau aturan nada, mereka adalah

145 Istilah yang dimunculkan oleh Dieter Mack untuk mengganti istilah‘musik kontemporer’ di Indonesia yangsecara kesejarahan ‘tidak berhubungan’denganmakna kontemporer yang berkembang di Eropa dan Amerika. Baca Sejarah Musik Jilid 4. Hal. 505.

146 Komposisi musik “Batanyo Kabau ka Padati” merupakan karya yang pertama, dan karya kedua adalah “Garak Sirompak” yang dipertunjukkan di Teater Tertutup Taman Ismail Marzuki pada tanggal 20 Maret 1983. Dua karya ini di bawah penanggung jawab Gusmiati Suid sedangkan kreatornya adalah Hanefi, Hajizar, dan Mahdi Bahar; selanjutnya periksa Suka Hardjana, ed., Enam Tahun Pekam Komponis Muda, 1975-1985 (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1986), 265-273.

clxxxii

Claude Achille Debussy, Arnold Schönbergh, Alban Berg, Anton Webern, dan Igor Fyodorovitch Stravinsky147

3.8. Mata Kuliah Komposisi Musikdi Jurusan KarawitanISI Padangpanjang