• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MUSIK DIATONIS DALAM BEBERAPA ASPEK

2.4. Elemen Musik (Music Element)

2.4.5 Tangga nada diatonis (The Diatonic scale)

2.4.5.3 Langkah Setengah dan Langkah Penuh

langkah penuh (whole step).

1. Interval paling kecil adalah langkah setengah (half step), atau semitone, yang merupakan jarak antara dua not yang bergerak dari scale kromatik. Langkah setengah merupakan interval antara not-not yang paling dekat. Jarak dari E ke F dan dari B ke C adalah setengah langkah; demikian juga dari F ke F kres (F#), G ke A flat (Ab), dan seterusnya.

2. Langkah penuh (whole step) atau nada penuh,ekuivalen dengan dua langkah setengah atau dua semi tone. D ke E, E ke F#, F# ke G#, dan seterusnya.

Gambar 10. Whole step dan Semitone (Sumber : Kerman)

lxxxvi

2.4.6. Rhythm (Ritme)

Rhythm, dalam pengertian yang paling umum adalah, istilah yang merujuk pada keseluruhan aspek waktu dari musik55

2.4.6.1. beat (ketukan)

. Joseph Kerman menjelaskan aspek waktu dalam musik dengan istilah-istilah beat, accent, meter, dan rhythm and rhythms.

Beat merupakan satuan ukuran waktu dalam musik. Seseorang dapat dengan mudah mengetukkan waktu dalam musik dengan mengayunkan tangan atau mengetukkan kaki seirama dengan yang dilakukan oleh konduktor dengan button-nya(tongkat kecil pengaba). Para komposer harus memanipulasi dan mengelola elemen waktu sebagaimana tangga nada, harmoni, instrumentasi, dsb.

Mereka (komposer) menata (mengontrol) waktu sebagai mana seorang pelukis menata ruang dalam dimensi dua atau seorang arsitek menata ruang dalam dimensi tiga. Hanya dengan mengukur dan mengontrol waktu, para komposer dapat menentukan kapan sebuah efek artistik dapat diterapkan56

2.4.6.2. accent (tekanan)

.

Lazimnya waktu jam diukur dalam detik, dan waktu musik diukur dalam beats(ketukan-ketukan). Terdapat perbedaan penting antara detik jam dengan ketukan waktu dalam permainan dram. Secara mekanis detik jam selalu sama, tetapi sebenarnya tidaklah mungkin untuk mengetuk (to beat) waktu tanpa

55Joseph Kerman. Ibid. Hal. 18.

56Joseph Kerman. Ibid. Hal. 18

membuat beberapa beat lebih tegas dari yang lainnya. Penegasan ini di sebut sebagai pemberian accent (tekanan) pada sebuah beat57

2.4.6.3. Meter (meter)

.

Cara alami dalam mengetuk waktu adalah dengan bergantiannya ketukan kuat dan lemah dalam sebuah pola sederhana seperti: satu dua, satu dua, satu dua atau satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga. Jadi, dalam mengetuk waktu tidak hanya berarti mengukurnya tetapi juga mengelompokkannya, paling tidak dalam bentuk biner atau terner. Dengan cara inilah mengapa sebuah dram dikatakan sebagai intrumen musikal sedangkan sebuah jam tidak.

Setiap pola ketukan kuat dan lemah yang berulang-ulang disebut meter.

Meter adalah suatu pola kuat/lemah yang berulang-ulang untuk membentuk sebuah denyut yang teratur dan berkesinambungan58

Gambar 11. Birama dan garis bar

. Setiap unit dari pola berulang tersebut terdiri dari sebuah beat kuat dan satu atau lebih beat yang lebih lemah, ini disebut sebagai mausure (birama) atau bar.

Dalam notasi musik, measure ditandai dengan garis vertikal yang disebut garis bar.

Ada dua jenis dasar penggunaan simple meter (meter sederhana), yaitu duple meter dan triple meter. Kombinasi dari keduanya membentuk compound

57Ibid. Hal. 18

58Ibid. Hal. 19.

lxxxviii

meter (birama gabungan)59

2.4.6.4. rhythm dan rhythms

. Contoh pola duple meter: 1 2 1 2 1 2 1 2. Contoh pola triple meter: 12 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3. Contoh pola compound meter: 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 12 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6.

Kerman telah menegaskan bahwa istilah rhythm merujuk pada keseluruhan aspek waktu dari musik. Dalam pengertian yang lebih spesifik rhythms merujuk pada susunan khusus dari panjang-pendek not dalam melodi atau bagian musik lainnya.

Dalam sebagian besar musik Barat, duple, triple, atau compound meter berperan sebagai latar belakang yang bersifat teratur melawan rhythm yang sebenarnya selalu lebih kompleks. Sepanjang rhythm bertepatan dengan meter, kemudian berjalan dengan caranya sendiri, bermacam-macam ragam, tension (tegangan), dan kehebohan dapat terjadi.

2.4.7. Tempo

Istilah tempo merujuk pada kecepatan perpindahan beat. Sering juga disebut sebagai laju beat. Dalam musik yang bersifat metris, tempo merupakan kecepatan dasar, beat-beat yang beraturan dari sebuah meter saling mengikuti satu sama lain.

Tempo dapat diekspresikan secara kuantitatif dengan petunjuk seperti , berarti 60 (not seperempat) beats per menit. Petunjuk demikian adalah

59Ibid. Hal. 19.

tanda metronom. Metronom 100 adalah sebuah rata-rata tempo mars yang tenang;

42 adalah sangat lambat, 160 adalah sangat cepat.

2.4.7.1. tempo indications (petunjuk tempo)

Nada-nada dalam musik memiliki durasi relatif. Laju beat pun bersifat relatif. Bila para komposer memberikan arahan untuk tempo (laju beat), mereka biasanya lebih suka menggunakan istilah-istilah yang umum. Istilah konvensional yang digunakan sebagai petunjuk tempo adalah dalam bahasa Italia.

Petunjuk tempo yang lazim digunakan:

adagio : lambat

andante : mendekati lambat, tapi tidak terlalu lambat moderato : sedang

allegretto : mendekati cepat, tapi tidak terlalu cepat allegro : cepat

presto : sangat cepat

Petunjuk tempo yang jarang digunakan:

lento, largo, grave : lambat, sangat lambat

larghetto : agak lebih cepat dari pada largo vivace, vivo : berkesan

molto allegro : lebih cepat prestissimo : sangat cepat

xc

2.5. Pitch dan Time: Dua dimensi musik

Pitchdan time merupakan dua dimensi penting atau merupakan koordinat dari musik. Grafik pitch dengan pembacaan turun naik berada pada sumbu vertikal, dan time yang bergerak dari kiri ke kanan pada sumbu horizontal dapat membantu dalam konseptualisasi musik sebagai mana grafik harga makanan dan waktu yang dapat membantu kita melacak perubahan harga di toko grosir dari bulan ke bulan.

Faktanya, demikian pulalah grafik pitch/time menjadi sangat terkait erat dengan notasi musik. Dalam notasi musik, tinggi dan rendahnya nada-nada ditempatkan pada kisi-kisi yang berderet secara horizontal yang sesekali bersilangan dengan garis-garis vertikal. Garis-garis vertikal menandai pitch, dari rendah ke tinggi;

garis-garis horizontal menandai waktu dalam pecahan menit (seperti bulan atau minggu, sebagaimana indeks harga):

Grafik 1. Grafik dua dimensi musik (pitch dan time) (Sumber : Kerman)

2.6. The Structures of Music(Struktur Musik)

Musik terdiri dari struktur sederhana dan kompleks yang dibangun dari pitch, ritme, tone color, dan dinamik. Keempat elemen ini tidak bisa dipsahkan satu sama lain dalam membentuk struktur musik.

2.6.1. Melody (Melodi)

Kerman (1987) mendefenisikan melodi sebagai perpindahan serangkaian nada yang dimainkan atau dinyanyikan dalam sebuah ritme tertentu60

2.6.2. Texture (Anyaman)

. Pen (1992) mendefenisikan melodi sebagai urutan perpindahan interval yang merupakan ide musikal yang bertalian secara logis. Penulis menyimpulkan pendapat Kerman dan Pen tentang melodi sebagai suatu ide yang tertuang dalam bentuk perubahan interval dalam ritme tertentu.

Kerman (1987) menjelaskan bahwa tekstur merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan perpaduan berbagai macam bunyi dan melodi (banyak melodi) yang terjadi secara serempak dalam sebuah musik.

Tekstur yang paling sederhana adalah sebuah melodi tanpa iringan yang disebut sebagai monofoni(monophony). Bila dua atau lebih melodi dimainkan atau dinyanyikan secara bersamaan maka perpaduan tersebut dinamakan sebagai polofoni(polyphony). Tekstur polifoni ada yang bersifat imitatif ada yang tidak.

Polifoni imitatif (imitative poliphony) terjadi bila beberapa jalur suara berbunyi bersama dengan menggunakan melodi yang sama atau mirip, tetapi dimulai pada waktu yang tidak bersamaan sehingga satu melodi disusul oleh melodi lainnya dalam jeda interval waktu tertentu. Sedangkan polifoni nonimitatif (nonimitative poliphony) terjadi bila beberapa melodi memang berbeda secara esensi. Bila ada sebuah melodi saja dikombinasikan dengan bunyi-bunyi yang lain maka tekstur

60Kerman, 1987. Listen. Hal. 30

xcii

ini disebut homofoni (homophony). Bisa saja berupa sebuah melodi yang diringi dengan akor-akor atau setiap pergerakan nada yang diharmonisasi dengan sebuah akor tertentu seperti yang kita dapati pada himne koor atau lagu himne (hymn tune).

Harmoni merupakan bagian dari tekstur. Sebuah melodi dapat diharmonisasi dengan banyak cara menggunakan akor-akor yang berbeda.

Kerman (1987) berpendapat bahwa, keseluruhan efek dari musik bergantung pada perluasan akor-akor natural tersebut yang secara umum di sebut harmoni.

Grafik 2. Grafik tekstur (Sumber : Kerman)

Grafik 3. Grafik tekstur polifoni imitatif (Sumber : Kerman)

Grafik 4. Grafik tekstur polifoni non imitatif (Sumber : Kerman)

xciv

Grafik 5. Grafik tekstur homofoni (Sumber : Kerman)

2.6.3. Key dan Mode

Key berkaitan dengan tonalitas yang mengacu pada kombinasi susunan interval tertentu. Menurut Kerman (1987) key bisa diawali oleh sebarang nada sehingga tersusun menjadi sebuah key mayor atau minor. Misalnya, berawal dari nada C dengan skala interval 1-1-1/2-1-1-1-1/2 akan dihasilkan susunan C-D-E-F-G-A-B-C dengan nama key C mayor. Jika skala yang sama kita gunakan dengan nada permulaan D akan dihasilkan susunan D-E-Fis-G-A-B-Cis-D maka kita dapatkan key D mayor. Bila nada permulaan C dengan skala interval 1-1/2-1-1-1/2-1-1 akan dihasilkan susunan C-D-Es-F-G-As-Bes-C dengan nama key C minor. Jika skala yang sama kita gunakan dengan nada permulaan A akan dihasilkan susunan nada A-B-C-D-E-F-G-A maka kita dapakan key A minor.

Posisi nada permulaan yang berbeda-beda dengan skala interval yang sama inilah yang dimaksud dengan key.

Ronald Pen (1992) mengatakan, secara struktur, delapan buah not yang menyusun mode menyerupai pola dari langkah penuh (whole step) dan langkah setengah (hal step) yang terdapat dalam mode mayor dan minor. Setiap mode memiliki pola half step yang unik. Berikut ini adalah susunan tujuh mode dengan posisi half step yang berbeda-beda:

Ionian

Dorian

Phrygian

Lydian

Mixolydian

Aeolian

Locrian

xcvi

Gambar 12. Skala mode mayor dan minor (Sumber : Kerman)

Musik dengan struktur yang telah dirancang sedemikian rupa diwujudkan dengan permainan berbagai alat musik. Sebagai contoh adalah ansambel besar berupa orkestra yang terdiri dari seksi gesek (strings): violin, viola, cello, dan kontra bas; tiup kayu (woodwind): flut, obo, klarinet, dan bason; tiup logam (brass): trompet, horn, trombon,dan tuba, dan perkusi (percussion): timpani, vibrafon, marimba, bell, grand cassa, simbal, dsb.

Gambar 13. Penataan alat musik dalam orkestra (Sumber : Kerman)

2.7. Bentuk dan Stil Musik (Musical Form dan Musical Style)

Kerman (1987) menyatakan, bahwa bentuk secara umum merupakan penataan elemen musikal dalam sebuah karya musik yang terdiri dari ritme,

xcviii

dinamik, tone color, melodi, tonalitas, dan tekstur61. Sedangkan stil merupakan kebiasaan atau kecenderungan seorang komposer dalam menggunakan ritme, melodi, harmoni, tone color, bentuk tertentu, dsb62

2.7.1. Bentuk Musik(Form in Music)

.

Bentuk musikal, sebagai pola yang baku, biasanya ditunjukkan dengan huruf-huruf. Dua faktor yang menghasilkan bentuk musik adalah: repetisi dan kontras. Bentunya ditulis dengan diagram A B A, A sebagai elemen repetisi dan B sebagai kontras. Jika pada A terjadi modifikasi maka secara konvensional ditandai dengan A' sehingga susunan dapat berupa A B A'

2.7.2. Stil Musik(Musical Style)

Menurut Bambang Sugiharto (2013:283) Styleadalah cara khasmemperlakukan unsur-unsur musikal seperti: melodi, ritme, warna tone, dinamika, harmoni, tekstur, dan bentuk63

61Ibid. Hal. 56

62Ibid. Hal. 60

63 Bambang Sugiharto, 2013. “Musik dan Misterinya” dalam buku Untuk Apa Seni? Hal.

283.

. Sugiharto menerangkan bahwa, Style musik itu berubah-ubah dari zaman ke zaman, meskipun batas perubahan itu tidak selalu sangat jelas, tidak mendadak dan tegas. Selanjutnya dijelaskan, bahwa Stylememang bisa menunjuk gaya pribadi seseorang komposer, sekelompok komposer, atau suatu negara, tapi bisa juga menunjuk pada periode-periode

tertentu. Menurut periode stilistiknya musik-seni di Barat dapat dibagi ke dalam kategori sebagai berikut64

1. Abad Pertengahan (450-1450) :

2. Renaisanse (1450-1600) 3. Barok (1600-1750) 4. Klasik (1750-1820) 5. Romantik (1820-1900) 6. Modern (1900-1950) 7. Kontemporer (1950- )

2.8. Musik Diatonis di Sekolah-Sekolah

Pelajaran musik di sekolah-sekolah umum di Indonesia wajib diisi dengan materi pembelajaran lagu-lagu nasional yang juga kita kenal sebagai lagu-lagu wajib nasional. Sejak Sekolah Dasar, bahkan Taman Kanak-Kanak, hingga Sekolah Menengah Tingkat Atas anak-anak Indonesia secara tidak langsung sudah fasih menyanyikan lagu-lagu yang berdasarkan sistem nada diatonis. Selain dari pelajaran musik di sekolah, anak-anak Indonesia juga terbiasa dengan musik-musik populer Indonesia dan Barat (Amerika) yang juga didominasi oleh sistem nada diatonis.

PaEni (2009) menuliskan, bahwa di sekolah-sekolah pelajaran menyanyi masuk ke dalam kurikulum, dan isinya adalah menyanyi dalam sistem nada

64Ibid. hal. 283. Silakan periksa halaman 283-304.

c

diatonik65

Sebagai sebuah karya musik, lagu kebangsaan kita Indonesia Raya diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman melalui aturan nada yang umum dikenal di seluruh dunia. Aturan nada yang dikenal di seluruh dunia ini disebut diatonis (Remy Sylado, 1983:8)

. PaEni berpendapat bahwa orientasi musik anak sekolahan adalah ‘ke Barat’. Bersama dengan sistem nada diatonik tersebut diperkenalkan pula instrumen-instrumen musik dari Eropa seperti biola, piano, gitar, dan sebagainya.

Sekali dalam hidup, kita tentu pernah mengalami peristiwa musik.

Setidak-tidaknya setiap upacara bendera khususnya pada hari kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus semua murid Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi, kantor-kantor pemerintahan, dan organisasi-organisasi sosial politik serta seluruh rakyat Indonesia, secara langsung atau pun tidak, tentunya pernah menyanyikan lagu Indonesia Raya.

66. Sylado mengatakan bahwa perkataan diatonis dipetik dari bahasa Latin, diatonicus, maksudnya nada-nada yang terdiri dari tujuh jenis bunyi yang ditulis di atas garis titi, yaitu do re mi fa sol la si67

2.9. Tetrachord Diatonis dalam Lagu-Lagu Tradisional Minangkabau .

Karawitan Minangkabau yang berasal dari Darek (Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, Luhak Lima Puluh Kota) juga memiliki sistem tangga nada yang mirip dengan konsep diatonis seperti yang dikemukakan dalam kajian sejarah

65 Mukhlis PaEni, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan Seni Media. Hal. 102.

66 Remy Sylado, 1983. Apresiasi Musik. Hal. 8

67Remy Sylado, Ibid. hal.8

musik68

a. Lagu Malereang Tabiang:

. Lagu tradisional Minangkabau berikut ini memenuhi konsep dasar tangga nada diatonis:

Gambar 14. Notasi lagu Malereang Tabiang dari Agam (Bukittinggi)

b. Lagu Duo-duo:

Gambar 15. Notasi Lagu Duo Duo dari Muara Labuh

c. Lagu Tak Tong Tong:

Gambar 16. Notasi lagu Tak Tong Tong dari Darek

d. Lagu Simarantang:

68 Periksa Karl Edmund Prier sj, 2006. Sejarah Musik jilid 1.

cii

Notasi 17. Lagu Simarantang dari Kabaupaten 50 Kota

2.10. Musik Diatonis di Indonesia (Awal Penyebaran)

Triyono Bramantyo dalam bukunya Disseminasi Musik Barat Di Timur mengungkap bagaimana penyebaran musik Barat di Indonesia dan Jepang. Buku ini sebenarnya merupakan sebuah desertasi yang berjudul Studi Historis Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang lewat aktivitas misionaris pada kbad ke16. Tesis ini diselesaikan oleh Triyono Bramantyo di Universitas Osaka, Jepang pada bulan Desember 1996. Buku ini merupakan studi komparatif tentang sejarah penyebaran musik Barat di Indonesia dan Jepang pada abad keenam belas khususnya dari Serikat Yesus.

Fransisco Xaverius (1506-1552) menyadari bahwa orang Indonesia dan Jepang memiliki kegemaran dalam musik. Xaverius sudah mempersiapkan katekismus69

69Katekismus: kitab pelajaran agam Kristen dalam bentuk daftar tanya jawab (Bramantyo, 2004:46).

dalam bahasa Melayu untuk misinya di Maluku, Indonesia dan bahasa Jepang untuk misinya di Kyushu, Jepang. Termasuk dalam katekismus tersebut adalah lagu-lagu Gregorian yang untuk pertama kalinya diperkenalkan di

Indonesia dan di Jepang sebagai benih dari musik Barat70

Francisco Xafier tiba di Ambon pada tanggal 4 Pebruari1546. Dia sudah mempersiapkan katekismus dalam bahasa Melayu yang dipahami oleh masyarakat Maluku. Katekismus itu meliputi Credo, Deklarasi, Pater noster, Ave Maria, dan Salve Regina

. Selain lagu-lagu Gregorian juga disebarkan lagu-lagu sekular, khususnya oleh saudagar dan pelaut Portugis. Disebutkan bahwa musik keroncong mendapat pengaruh dari musik sado, salah satu jenis musik rakyat Portugis.

71

Francisco Xafier tinggal di Ambon sampai Juni 1546 sambil berkarya di antara umat Kristen di Morotai dan mengajari anak-anak bernyanyi Credo. Dia melanjutkan tugasnya dengan harapan bahwa seluruh Ambon akan menjadi Kristen. Dia merubah kepercayaan banyak penduduk dan mengajar agama Kristen pada anak-anak dan mengenalkan doa-doa malam untuk orang-orang sekarat dan pendosa

(Jacobs dalam Bramantyo, 2004:46). Peristiwa ini menandai karya Jesuit di Maluku.

72

Dari Ambon, Xavier dikirim ke Ternate dan bertugas di sana hingga September 1546. Di ambon dia menulis katekismus bersajak dalam bahasa Portugis dan mendirikan Misericordia

(Jacobs dalam Bramantyo, 2004:46).

73

70 Triyono Bramantyo,2004. Hal. viii.

71 Bramantyo, Ibid. hal. 46. Periksa buku Disseminasi Musik Barat Di Timur.

72Bramantyo, Ibid. hal. 46.

73 Misericordia: suatu lembaga amal yang didirikanpada tahun 1498 di Portugal.

di Ternate. Dari Ternate, Xavier mengunjungi umat Kristen di Moro. Dia menghabiskan waktunya tidak hanya untuk kegiatan pengajaran agama tetapi juga untuk mengajar anak-anak. Setelah menghabiskan beberapa waktu di Moro, dia berlayar kembali ke Ternate dan

civ

bertugas di sana hingga April 1547, sebelum meninggalkan Ambon lagi guna berlayar kembali ke Malaka dan India74

Selama tinggal di Maluku, Xavier (beserta para Jesuit lainnya) menyadari bahwa apa yang benar-benar dia lakukan untuk menarik umat Kristen pribumi bukan hanya lewat ajarannya saja tetapi berbagai macam seperti upacara-upacara, cahaya lilin, musik ritual gereja (Wicki dalam Bramantyo, 2004:47). Dapat kita pahami bahwa salah satu usaha Xavier dalam menyebarkan ajaran Kristen—selain ajaran—adalah melalui musik khususnya musik ritual gereja. Salah satu trik jitu yang dilakukan oleh Xavier adalah memadukan kecintaan musik pribumi dengan ritual Katolik. Dengan cara seperti ini akan membuat orang Maluku semakin familiar dengan musik diatonis. Andaya (dalam Bramantyo, 2004:47) menggambarkan sebuah contoh dengan menyatakan bahwa “daerah terbuka di Ternate dan di rumah-rumah, para wanita dan anak-anak sepanjang waktu menyanyi Creed (Syahadat), Bapa Kami (Pater Noster), Salam Maria (Ave Maria), Pengakuan (Confiteor), dan doa-doa lain, Firman-firman, dan karya-karya kerahiman”

(Bramantyo, 2004:47).

75

2.11. Musik Diatonis di Minangkabau (Peran Sekolah Belanda) .

Penyebaran musik diatonis di Minangkabau tidak melalui misi Kristen seperti halnya di Maluku dan Flores. Belanda berusaha agar hanya mencampuri lalu lintas perdagangan dan tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan setempat

74Bramantyo, Ibid. hal. 47. Untuk lebih lengkapnya silakan buka

75Bramantyo, Ibid. hal. 47.

dan kehidupan sehari-hari orang Asia (Denys Lombart, 2005:95)76

Graves menuliskan, bahwa setelah menaklukkan Sumatera Barat pada tahun 1837, Belanda membutuhkan penduduk setempat, yang memiliki keterampilan teknis dasar – membaca, menulis, dan pengetahuan berhitung secukupnya – untuk mengisi struktur birokrasi pemerintah kolonial yang semakin luas

. Selanjutnya Lombard menuliskan, selain tidak terpikir untuk mengekspor agama mereka, orang-orang Belanda juga sama sekali tidak berusaha menyebarluaskan bahasa mereka.

77. Kesempatan-kesempatan tersebut diisi oleh golongan menengah. Golongan inilah yang yang memberikan tanggapan kreatif terhadap kehadiran kekuatan kolonial dan peluang-peluang baru yang ditawarkannya untuk memperoleh kekayaan, prestise, kekuasaan, dan kedudukan. Graves (2007:xii) mengatakan, bahwa golongan menegah ini sangat menyadari bahwa jalan terbaik untuk maju adalah terdapat dalam upaya adaptasi mereka dengan pemerintah kolonial78

Dengan pernyataan Graves di atas dapat kita pahami bahwa ada segolongan orang Minangkabau yang telah memiliki pemikiran bahwa jalan terbaik untuk maju adalah dengan cara beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan

“Barat” dalam hal ini kekuasaan kolonial Belanda. Ini berarti bahwa mempelajari bahasa Belanda, membaca, menulis, berhitung, berperilaku beradab, berkesehatan dan untuk itu mereka harus belajar keterampilan dan teknik-teknik baru yang menjadi prasyarat masuk lapangan kerja baru.

76Denys Lombard, 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya, jilid 1 Batas-batas Pembaratan. Hal.

95.

77 Elisabeth E. Graves, 2007. Asal-Usul Elite Minangkabau Modern: Respon Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX /XX. Hal. x.

78 Elisabeth E. Graves, Ibid. hal. xii.

cvi

yang baik, dan – poin berikut ini menjadi bagian penting bagi tulisan penulis – mempelajari aspek-aspek lain dari gaya hidup dan budaya Eropa. Poin terakhir yang berupa gaya hidup dan budaya Eropa tentulah di dalamnya juga termuat hal kesenian yang di dalamnya terdapat musik Barat atau musik diatonis.

Selain untuk kepentingan Belanda dalam urusan perdagangan dan administrasi, pendirian Nagari School merupakan akses bagi orang muda Minangkabau untuk mengenal kebudayaan dan musik Barat (diatonis) secara khusus, karena di Sekolah Nagari musik Barat diperkenalkan, salah satunya, melalui nyanyian atau pelajaran musik.

Sekolah Normal School/”Sekolah Radja” Bukittinggi (dalam bahasa Belanda disebut Kweekschool) didirikan lewat dekrit pemerintah pada tanggal 1 April 1856. Kweekschool menyajikan lebih banyak pelajaran dari pada Sekolah Nagari yang hanya mengajarkan keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Kurikulum di Sekolah Radja diarahkan pada semua mata pelajaran – bahasa Belanda, bahasa Melayu, menulis indah, berhitung, geometri, sejarah dan geografi Hindia Belanda, sejarah Belanda, ilmu alam, survei, menggambar, keahlian membuat draf, teknik-teknik pertanian, pedagogi (ilmu mendidik), menyanyi, dan pendidikan jasmani (Graves, 2007:222)79

Sebuah pemikiran yang masih bersifat sangat umum muncul dari kalangan menengah Minangkabau dalam rangka mencapai kemajuan. Seperti telah dituliskan di atas, golongan ini sangat yakin bahwa kemajuan pada masa itu hanya bisa dicapai dengan jalan beradaptasi dengan pemerintah kolonial. Beradaptasi di

.

79 Elisabeth E. Graves, Ibid. hal. 222.

sisni dalam arti menyesuaikan diri di mana orang Minang dari golongan menegah ini merasa nyaman diperlakukan secara profesional atas keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya. Penulis berkesimpulan bahwa adaptasi yang dilakukan oleh orang Minangkabau lebih kepada tuntutan atas kesetaraan hak-hak hidup, sosial, dan ekonomi.

Jika persoalan adaptasi ini kita tarik ke ranah budaya, sesuai dengan konsep adaptasi, bahwahal yang menghambat atau mengendala suatu teknologi yang sederhana ternyata sering ditanggulangi atau malah diubah menjadi peluang oleh budaya yang memilki sistem lebih maju dalam hal ini kebudayaan Barat (Eropa).

Salah satu putra Minangkabau yang menyelesaikan studi di Kweekschooladalah Mohammad Sjafei. Ia adalah seorang tokoh pendidikan nasional Indonesia yang juga mencintai seni musik. Melalui asuhannya berkembang pula bakat musik dua anak didiknya di INS Kayu Tanam. Mereka adalah dua bersaudara Boestanoel Arifin Adam dan Irsyad Adam.

2.12. Peran Beberapa Tokoh dalam Memperkenalkan Musik Diatonis Di

2.12. Peran Beberapa Tokoh dalam Memperkenalkan Musik Diatonis Di