• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seiring dengan kebutuhan deversifikasi produk pada lembaga keuangan syariah, bentuk-bentuk musyarakah klasik yang sudah ada, oleh para ulama/pakar dikembangkan dan diformulasikan lagi sehingga terus sejalan dengan kebutuhan perkembangan kegiatan umat manusia. Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu bentuk musyarakah kontemporer adalah musyarakah mutanaqishah (decreasing musyarakah). Sebagaimana dikemukakan oleh Nuruddin, bahwa dilihat dari sudut kesinambungan pembiayaan (istimrariyah al-tamwil), musyarakah terbagi menjadi tiga macam, yaitu pembiayaan untuk satu kali transaksi, pembiayaan musyarakah permanen, dan pembiayaan musyarakah

mutanaqishah.227 Berikut ini akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan musyarakah

mutanaqishah tersebut.

a. Pengertian Musyarakah Mutanaqishah

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, yang dimaksud dengan Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak

lainnya. 228 Pengertian lain dari Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah

musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad

mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.229

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Musyarakah Mutanaqisah merupakan produk turunan dari musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang, dimana kepemilikan salah satu pihak terhadap barang secara bertahap akan berkurang sedangkan

226

Ahmed Ali Abdalla, Musharakah:General Rules and Application in Islamic Banks, dalam Abdul Monir Yakob dan Hamiza Ibrahim (Edt), Islamic Financial Services and Products, Kuala Lumpur, IKIM, 1999, h. 7-12

227 Nuruddin Abdul Karim al-Kawamilah, Musyarakah al-Mutanaqishah wa Tathbiqatuha al-Mu’ashirah, Yordan: ar al-Nafa’is, 2008, h. 133.

228

Fatwa DSN NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 tanggal 14 Nopember 2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, 229 PSAK No.106 tentang Musyarakah.

pihak lainnya bertambah hak kepemilikannya, dan terjadinya perpindahan porsi kepemilikan kepada salah satu pihak melalui mekanisme pembayaran.

b. Dasar Hukum dan Pendapat Para Ulama

Dasar hukum dari musyarakah mutanaqishah ini adalah sama seperti musyarakah di atas, hal ini mengingat pada dasarnya akad ini bagian dari musyarakah. Namun terdapat beberapa pendapat para ulama yang perlu dikemukakan di sini sehubungan dengan musyarakah mutanaqishah, di antaranya sbb:

1) Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni dikemukakan bahwa “ apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi/bagian dari syarik lainnya,

maka hukumnya boleh karena sebenarnya ia membeli milik pihak lain”.230

2) Menurut Wahbah al-Zuhaili bahwa musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena – sebagaimana ijarah muntahiya bittamlik- bersandar pada janji dari bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank harga porsi bank tersebut. Selanjutnya, menurut Wahbah, di saat berlangsung, musyarakah mutanaqisha tersebut dipandang sebagai syirkah ‘inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan bank mendelegasikan kepada nasabah mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah, bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini

dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad syirkah.231

c. Mekanisme Pelaksanaan Musyarakah Mutanaqishah

Sehubungan dengan mekanisme Musyarakah Mutanaqishah, dalam fatwa Dewan Syariah Nasional di atas telah diuraikan yaitu sebagai berikut:

1) Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah / Syirkah dan Bai’ (jual-beli).

2) Dalam Musyarakah Mutanaqisah, hak dan kewajiban para mitra di antaranya adalah: a). Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad;

b). Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad;

230

Ibn Qudamah, al-Mughni, Bairut: dar al-Fikr, t.th, Juz V, h. 173 231 Wahbah Zuhaili, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, h.436-437

c). Menanggung kerugian sesuai proporsi modal;

d). Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya;

e). Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilaksanakan sesuai kesepakatan;

f). Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah);

g). Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain;

h). Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati;

i). Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik;

j). Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad;

k). Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

d. Pelaksanaan Musyarakah Mutanaqishah pada LK

Akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) ini oleh LKS dan bank syariah banyak digunakan sebagai alternatif dalam pembiayaan perumahan dan/atau proyek-proyek yang dalam pembiayaan tersebut memerlukan jangka waktu relatif lama. Dari ketentuan DSN yang menyatakan bahwa “Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati”, dapat disimpulkan bahwa prinsip ijarah ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dalam transaksi MMQ.

Dengan pilihan menggunakan prinsip ijarah dalam MMQ tersebut, menurut hemat penulis dapat menjadi dasar penyesuaian besarnya imbalan yang diterima bank karena adanya perubahan harga pasar sewa terhadap objek sewa misalnya rumah dan perubahan porsi kepemilikan bank atas rumah tersebut.

Namun demikian, perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaannya, karena tujuan pokok dari pembiayaan MMQ adalah memberikan kemudahan bagi nasabah untuk dapat memiliki objek sewa misalnya rumah tinggal, maka sebaiknya dalam Akad Pembiayaan KPR iB-MMQ Wal Ijarah dicantumkan klausula yang menegaskan bahwa terhadap jumlah imbalan sewa/ujrah, bank dapat melakukan peninjauan secara periodik, dan bank memberitahuan peninjauan tersebut kepada nasabah serta tanpa persetujuan bank, rumah tidak boleh disewakan (diijarahkan) kepada “pihak lain”, melainkan semata-mata ijarah kepada nasabah.

BAB XIII MUDHARABAH

1. Pengertian

Mudharabah berasalah dari kata dharb artinya memukul atau lebih tepatnya proses seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan usaha. Secara terminology, mudharabah adalah:

Pemilik harta (modal) menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal tersebut dan laba dibagi di antara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.

Secara teknis mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional dari jumlah modal,

yaitu oleh pemilik modal ( ). Kerugian yang timbul

disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

2. Dasar Hukum

Secara umum dasar hukum mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha, sebagaimana berikut :

a. Menurut Al-Quran.

Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (QS. Al-Muzammil/73:20).

Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah (QS. Al-Jumuah/62: 10).

Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu (QS. Al-Baqarah/2: 198).

b. Menurut hadis.

Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung-jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani).

Dari Shalih bin Shuhaib ra bahwa rasulullah saw bersabda : tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan, jual beli secara tangguh, muqharadhah/mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR. Ibn Majah)