• Tidak ada hasil yang ditemukan

Noor Hudallah

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 166-168)

Abstrak

Konsep otonomi daerah sering diidentikkan dengan pemberian kekuasan dan kebebasan pada suatu unit, dalam hal ini pemerintah daerah. "Pemberlakuan otonomi daerah menyebabkan turunnya kualitas pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan turunnya peringkat pendidikan Indonesia dalam skala global" (Republika, 2011). Hal menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan.

Terkait dengan tantangan global, perencanaan dan pengembangan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus tepat sehingga baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan mampu menjawab tantangan global secara benar.

Banyak permasalahan-permasalahan yang masih membentang dihadapan kita dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan di daerah. Tantangan-tantangan yang ada menyebar di semua bagian, mulai dari guru dan sekolah sebagai bagian pelaksana pendidikan hingga pada pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan, sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan pada skala wilayah pemerintahan daerah.

Pada perencanaan dan pengembangan tenaga pendidik, yang harus paling diperhatikan adalah pola rekrutmennya. Prinsip- prinsip yang harus diperhatikan dalam perekrutan CPNS tenaga pendidik adalah: adil; bermakna, efektif; efisien; objektif; transparan; dan akuntabel.

Tantangan lain dalam hal rekrutmen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan adalah masalah besarnya pembiayaan. Pasal 49 Sisdiknas memberi beban yang sangat berat bagi pemerintah, dimana pemerintah (pusat maupun daerah) harus mengalokasikan minimal 20% anggarannya untuk keperluan sektor pendidikan di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dimana persoalan utama yang berkaitan dengan target anggaran pendidikan sebesar 20 persen adalah masalah kemampuan finansial (affordability) pemerintah setempat.

Kata kunci: otonomi daerah, perencanaan, pengembangan, pembiayaan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

131 A. Pendahuluan

Kata “Otonomi Daerah”, seolah menjadi barang yang begitu penting untuk diperhatikan, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kebijakan di bidang pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan di daerah yang berbeda semakin bervariasi karena kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing kepala daerah. Di era otonomi daerah, Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pengelolaan sektor pendidikan di semua jenjang di luar pendidikan tinggi (SD/MI, SMP/MTs, serta SMA/SMK/MA). Dari sisi substansi, Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas hampir segala bidang yang terkait dengan sektor pendidikan (kecuali kurikulum dan penetapan standar yang menjadi kewenangan Pusat).

Sepuluh tahun lebih pasca pemberlakuan otonomi daerah, kualitas pendidikan secara nasional mengalami penurunan, kata Anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Dundjunan (Republika, 2011). "Pemberlakuan otonomi daerah menyebabkan turunnya kualitas pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan turunnya peringkat pendidikan Indonesia dalam skala global".

Rendahnya mutu pendidikan tidak dipengaruhi faktor tunggal. Ada sejumlah variabel yang saling terkait dan berhubungan. Salah satunya adalah desentralisasi pendidikan. Karena itu perlu dilakukan kajian menyeluruh untuk mengatasi berbagai hambatan yang menyebabkan penurunan mutu pendidikan.

Secara prinsip, tidak ada masalah dengan konsep desentralisasi pendidikan, karena ada banyak harapan perbaikan dan peningkatan mutu yang bisa dikejar, tetapi mengingat banyaknya hambatan dan persoalan yang berkembang, desentralisasi pendidikan perlu dikaji ulang, agar bisa dilakukan perbaikan demi kemajuan pendidikan ke depan. Perlu adanya pembagian tugas dan peran yang jelas antara kewenangan pusat dengan daerah di bidang pendidikan. Desentralisasi perlu disempurnakan dengan mengadopsi hal-hal positif dari konsep sentralisasi.

Kondisi umum sektor pendidikan di Indonesia ditandai oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga saat ini tenaga kerja Indonesia mayoritas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Prospek peningkatan kualitas SDM di masa yang akan datang pun terlihat suram, karena rata-rata angka partisipasi pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi juga masih relatif rendah.

Dalam kondisi demikian itulah otonomi daerah (termasuk di dalamnya sektor pendidikan)

dilaksanakan. Di era otonomi daerah, urusan pendidikan dari tingkat TK hingga SLTA menjadi tanggung jawab daerah, hanya perguruan tinggi yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Dengan demikian, jelas bahwa masa depan pendidikan akan sangat tergantung pada kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola sektor pendidikan.

B. Tantangan Global Pendidik

Persoalan rendahnya kompetensi lulusan pendidikan, salah satunya disebabkan oleh sistem pendidikan yang masih berorientasi pada “supply

drivend”, dimana lembaga pendidikan dalam

proses mencetak lulusannya belum berorientasi pada kebutuhan pengguna “demand drivend”. Pada pada era global seperti sekarang ini, apalagi dengan terlaksananya MEA 2015 dimana kompetisi semakin ketat dan keras, dunia pendidikan seharusnya mampu menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi keahlian yang tinggi dan mampu bersaing di era global.

Dalam era global, salah satu kata kunci keberhasilan pendidikan adalah terbentuknya anak didik dengan daya saing tinggi. Salah satu faktor penentu dalam daya saing adalah produktivitas, dimana produktivitas itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai aspek, dan yang paling menonjol adalah aspek kompetensi. Jika seorang anak didik mempunyai kompetensi yang tinggi dibidang keahliannya maka dipastikan produktivitasnya juga tinggi. Sebaliknya jika kompetensi bidang keahliannya rendah maka dipastikan produktivitasnya juga rendah. Kompetensi itu sendiri adalah kemampuan melakukan pekerjaan tertentu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap (Hertoto Basuki, 2005: 2). Tentu saja hal tersebut tidak akan bisa terwujud jika pendidiknya (guru) juga tidak kompeten di bidangnya dan tidak profesional dalam mengelola proses belajar mengajar.

Jika pendidik (guru) yang mengajar tidak kompeten dan profesional maka akan berpengaruh kepada rendahnya kualitas anak didik/lulusan yang dihasilkan, karena pendidik (guru) yang tidak kompeten dan profesional tidak akan mampu mengelola proses belajar mengajar dengan baik.

Gambaran bagaimana pada era globalisasi yang tercakup di dalamnya ancaman dan peluang, pendidik (guru) harus memiliki standardisasi kompetensi dan sertifikasi keahlian bidang tertentu tergambar pada gambar di bawah ini.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

132 Gambar 1. Ancaman dan Peluang Pendidik (guru) di Era Global

Dari gambar tersebut bisa dipahami bahwa sistem pendidikan yang ada akan berhasil, menghasilkan lulusan sesuai dengan tuntutan pasar (demand drivend) jika sistem pendidikannya sudah berbasiskan kompetensi. Hal tersebut saat ini sudah diupayakan oleh pemerintah karena kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum yang berbasiskan kompetensi. Tetapi perlu disadari bahwa kompetensi lulusan hanya bisa terwujud apabila dalam proses pelaksanaannya, pendidikan yang berlangsung didasarkan pada standardisasi dan sertifikasi keahlian yang dituntut oleh pasar, terutama pasar bebas sesuai dengan tuntutan saat ini.

Proses pendidikan dengan sistem standardisasi dan sertifikasi hanya bisa terlaksana dengan baik jika pendidik (guru) yang mengajar

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 166-168)