• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENS

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 168-173)

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

133 pendidik maupun tenaga kependidikan mampu

menjawab tantangan global secara tepat.

C. Pendidik (Guru) dan Orientasi Pendidikan Pada awal Desember-2005, angin segar berhembus memberikan harapan pada pendidik (guru) dan dosen seiring dengan disyahkannya Undang-undang Guru dan Dosen oleh DPR RI. Banyak harapan ditimpakan pada undang-undang tersebut. Pendidik (guru) dan juga dosen berharap apa yang dijanjikan oleh undang-undang tersebut, terkait dengan kesejahteraan bisa dirasakan dengan nyaman.

Seiring dengan disyahkannya undang- undang tersebut, tentunya DPR juga pemerintah berharap banyak agar kesejahteraan pendidik (guru) dan dosen akan semakin meningkat, dan selanjutnya akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi mereka untuk mengajar/mendidik tanpa dipusingkan oleh pemenuhan kesejahteraan baik untuk pribadi maupun keluarga.

Perhatian DPR dan pemerintah terhadap kesejahteraan pendidik (guru) dan dosen tersebut, harus diimbangi dengan profesionalitas pendidik (guru) dan dosen sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tersebut. Pendidik (guru), minimal harus berkualifikasi pendidikan Sarjana (S-1) bahkan diharapkan bisa S-2 dan S-3. Dengan demikian persoalan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara bertahap akan semakin teratasi dan semakin meningkat pula kualitas lulusan yang dihasilkan untuk bisa bersaing di pasar global.

Jika beberapa tahun yang lalu di medio tahun tujuh puluhan, Malaysia banyak mengirimkan mahasiswanya ke Indonesia untuk belajar dan menimba ilmu di perguruan-perguruan tinggi ternama Indonesia, saat ini justru sebaliknya, kita yang berguru ke Malaysia untuk menimba ilmu. Ironis memang jika dirasakan, Malaysia yang dulu secara umum di bawah Indonesia untuk kualitas pendidikannya, justru sebaliknya sekarang Malaysia menjadi salah satu negara tujuan untuk studi lanjut S-2 maupun S-3.

Seiring dengan semakin meningkatnya kesejahteraan yang nantinya bisa dirasakan oleh para guru maupun dosen, diharapkan orientasi pendidikan untuk menciptakan anak didik yang berkualitas secara akademik maupun mental, akan semakin tertata dan terprogram dengan baik.

Tujuan pendidikan, sebagaimana tersurat pada Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut hendaknya betul-betul menjadi orientasi

semua pendidik, diantaranya guru dan dosen dalam proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya.

Pendidikan harus merupakan kegiatan alamiah di semua masyarakat. Pendidikan merupkan proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang mengalami pertumbuhan ke dalam kolektivitas, membina perkembangan kekuatan dan mempengaruhi pelaksanaan pilihan individu terhadap kekuatan-kekuatan itu menurut cara-cara yang dipandang dapat memenuhi kelangsungan hidupnya dan kesejahteraan kolektif kelompok di mana ia berfungsi (Goble, 1983: 13).

Prinsip ini yang sekarang kurang diperhatikan oleh pendidik (guru). Pendidik (guru) tidak mengarahkan anak didiknya agar mereka mampu membangun diri sendiri sekaligus membangun kebersamaan kolektivitas dengan temannya sesama siswa maupun dengan orang tua dan masyarakat lingkungannya. Untuk itu diperlukan kesadaran bersama agar pendidik (guru) juga masyarakat lingkungan mampu mengarahkan anak didik sebagai pribadi yang utuh sebagai bentuk integrasi antara dirinya sendiri dan masyarakat lingkungannya.

C. Permasalahan-permasalahan pada Tenaga Pendidik

Banyak permasalahan-permasalahan yang masih membentang dihadapan kita dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan di daerah. Tantangan-tantangan yang ada menyebar di semua bagian, mulai dari guru dan sekolah sebagai bagian pelaksana pendidikan hingga pada pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan, sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan pada skala wilayah pemerintahan daerah.

Setidaknya ada dua permasalahan utama yang perlu dicermati dalam perencanaan dan pengembangan pendidik (guru) dan tenaga kependidikan saat ini, yaitu:

1. Permasalahan pada Pendidik

2. Permasalahan pada Dinas Pendidikan

Permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait dengan pendidik (guru), diantaranya adalah:

1.

Jumlah pendidik (guru) di kota-kota besar berlebih. Jumlah kebutuhan pendidik (guru) di sekolah dapat dihitung dengan cara: rombel dikalikan beban kurikulum/minggu dibagi tugas mengajar 24 jam. Pada kenyataannya, terjadi kelebihan jumlah pendidik (guru) di sekolah-sekolah di kota-kota besar.

2.

Banyak pendidik (guru) sebagai istri dari suami pejabat yang berpindah-pindah, dimana guru tersebut tidak mengajar atau

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

134 jumlah jam mengajarnya kurang dari 24

jam;

3.

Banyak pendidik (guru) PNS yang mengajar kurang dari 24 jam/minggu, bahkan banyak pendidik (guru) yang mengajar hanya 9 jam/minggu. Hal ini berakibat pada rasio pendidik (guru) murid tidak seimbang. Meskipun pada tahun- tahun terakhir berusaha diatasi dengan penambahan jam mengajar dengan cara mengajar di sekolah lain.

4.

Di sisi lain banyak terjadi kekurangan guru negeri di sekolah negeri sehingga banyak diangkat guru honorer di sekolah tersebut.

5.

Banyak pendidik (guru) honor yang tidak memenuhi syarat dan tidak mengajar 24 jam/minggu minta diangkat PNS.

Di Dinas Pendidikan, permasalahan yang dihadapi pemerintah terkait dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diantaranya adalah:

1.

Banyak formasi pendidik (guru) untuk PNS yang dialihkan untuk formasi non pendidik (guru);

2.

Formasi pendidik (guru), tidak sesuai dengan spesifikasi pendidik (guru) yang dibutuhkan;

3.

Formasi pendidik (guru), awalnya digunakan untuk pendidik (guru) namun setelah menjadi pendidik (guru) pindah ke struktural;

4.

Pendidik (guru) menjadi sasaran empuk dalam kegiatan Pilkada karena guru dan keluarganya relatif banyak dibanding kelompok masyarakat yang lain. Banyak guru yang tergoda bahkan termakan oleh janji-janji calon kepala daerah, namun setelah calon tersebut menjadi kepala daerah terpilih, pendidik (guru) tersebut tidak diperhatikan. Hal ini yang merusak suasana akademik di sekolah;

5.

Banyak pendidik (guru) yang pindah di eksekutif pemerintahan ataupun di legislatif (DPRD), sehingga terjadi kekosongan/kekurangan guru.

D. Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Pendidik

D.1. Prinsip-prinsip Rekrutmen Tenaga

Pendidik

Pada perencanaan dan pengembangan tenaga pendidik (guru), yang harus paling diperhatikan adalah pola rekrutmennya. Prinsip- prinsip yang harus diperhatikan dalam perekrutan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) bagi tenaga pendidik adalah (Dirjen Dikdas, 2012):

1. Adil; Dimaksudkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan perekrutan

CPNS tenaga pendidik (guru) harus dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan tidak membeda-bedakan agama, suku, ras, dan latar belakang sosial budaya peserta sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Bermakna; Dimaksudkan bahwa perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan perekrutan CPNS tenaga pendidik (guru) harus bermakna bagi pemangku kepentingan, dan diperolehnya CPNS CPNS tenaga pendidik yang profesional.

3. Efektif; Dalam hal ini, perekrutan CPNS tenaga

pendidik (guru) dilakukan dengan cara-cara yang tepat dan berhasil guna.

4. Efisien; Dimaksudkan perekrutan CPNS tenaga

pendidik (guru) dilakukan dengan menggunakan sumber daya secara minimun dengan hasil yang optimum.

5. Objektif; Artinya pelaksanaan perekrutan CPNS

tenaga pendidik (guru) didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, serta tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

6. Transparan; Berarti proses perekrutan CPNS

tenaga pendidik (guru) yang memungkinkan para pihak lain yang memerlukan, memperoleh akses informasi perekrutan. Prosedur, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan perekrutan CPNS pendidik (guru) SMPN dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

7. Akuntabel; Dimaksudkan hasil perekrutan

CPNS tenaga pendidik (guru) dapat dipertanggungjawabkan.

D.2. Arah Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Pendidik

Perencanaan dan pengembangan tenaga pendidik (guru) diarahkan untuk menciptakan sistem perekrutan tenaga pendidik (guru) berbasis kebutuhan berkelanjutan yang digambarkan:

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

135 Gambar 2. Sistem Perekrutan Tenaga Pendidik Berbasis Kebutuhan Berkelanjutan

E. Penutup

Melihat tantangan dan dinamika permasalahan dalam perencanaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan dilihat dari sisi kondisi, perencanaan maupun pembiayaannya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Harus dipahami seperti apa tantangan yang dihadapi oleh pendidik (guru) di era global saat ini sehingga bisa dirumuskan dengan tepat apa permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan dan pengembangan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan. 2. Dalam hal perencanaan dan pengembangan

tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan harus diupayakan seminimal mungkin kemungkinan adanya intervensi atau campur tangan dari pemerintah daerah dengan mengembangkan pola rekrutmen yang transparan dan akuntabel.

3. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus mempunyai arah yang jelas dalam rekutmen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan rencana dan pengembangannya.

F. Daftar Pustaka

Achmad Dasuki. 2009. Reformasi Guru Tantangan dan Harapan Masa Depan. Download 15-Januari-2009. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar. 2012. Pedoman Perekrutan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar: Sistem Perekrutan Guru SMP/MTs. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Goble, Norman M. 1983. Perubahan Peranan Guru. Jakarta: Gunung Agung.

Hertoto Basuki. 2005. Peran BKSP dalam Program Standardisasi dan Sertifikasi Profesi. Makalah Seminar Nasional Peningkatan Kompetensi SDM untuk Menyongsong Persaingan Global Standar Mutu Industri. Semarang: KADIN Jateng. Penyiapan Program, Pedoman Perangkat (2) Proses Pemenuhan Kebutuhan Tenaga Pendidik Perbaikan Mutu (7) Pelaksanaan Perekrutan (4) Monitoring dan Evaluasi (5) Rekomendasi Tindak Lanjut (6) Sosialisasi/ Publikasi (3) Penyiapan Dasar Hukum (1)

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

136 http://www.kompas.co.id/Amich Alhumam.

Pembangunan Pendidikan dalam Konteks Desentralisasi. Kompas:11- September-2000.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umu m/11/11/30/lvheiq-kualitas-

pendidikan-turun-garagara-otonomi-

daerah. Republika Online: 4-

September 2012.

Nanang Fattah. 2000. Ekonomi Pembiayaan Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional Republik Indonesaia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Shiddiq Al-Jawi. Pembiayaan Pendidikan

Dalam Islam. Download 20 November 2007.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun2016

137

HUBUNGAN NILAI RAPOR DAN UJIAN NASIONAL DENGAN NILAI

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 168-173)