• Tidak ada hasil yang ditemukan

STANDARISASI KELEMBAGAAN LPTK MENUJU PENGUATAN PROFESIONALISME GURU

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 49-54)

Husain Syam

husainsyam@unm.ac.id

Rektor Universitas Negeri Makassar

Abstrak

Problem utama permasalahan guru di Indonesia saat ini adalah (a) belum semua LPTK terstandar, (b) disparitas kualitas, (c) kelebihan jumlah lulusan LPTK, khususnya lulusan guru, dan (d) sebagian besar belum memiliki sekolah laboratorium dan sistem kemitraan sekolah mitra. Standarisasi kelembagaan LPTK merupakan problem yang sangat mendesak untuk dikembangkan sekaligus distandarisasi terkait dengan standar-standar perguruan tinggi berdasarkan Permenristek Dikti No.44 Tahun 2015. Standarisasi kelembagaan LPTK sebagai upaya untuk membina dan mengawasi kualitas pendidikan akademik guru dan pendidikan profesi guru. Terciptanya kualitas LPTK akan menghasilkan guru yang profesional sehingga pengelolaan LPTK akuntabel dan kapabel.

Kata Kunci: Standarisasi, LPTK, Profesionalisme guru

A. Pendahuluan

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) telah menjadi perguruan tinggi pilihan favorit di kalangan masyarakat, para lulusan SMA/SMK/MA. Daya tarik LPTK semakin tinggi dengan pemberian status sosial dan ekonomi bagi tenaga pendidik atau guru dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di mata masyarakat, profesi guru dipandang memiliki status sosial yang terhormat, apalagi dengan adanya pemberian tunjangan sertifikasi yang terbilang cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan. Untuk mengantisipasi membanjirnya usulan pendirian LPTK baru, pemerintah diharapkan mengeluarkan moratorium dan regulasi sehingga LPTK tidak mengalami stagnasi dan titik jenuh. Selain itu, pemerintah perlu membuat standar operasional penyelenggaraan LPTK sebagai acuan yang sama bagi semua LPTK baik negeri maupun swasta. Dengan standarisasi LPTK, pemerintah dapat mengawasi dan membina LPTK. Pengawasan dan pembinaan LPTK sebagai bagian dari upaya mencetak guru yang profesional.

Demikian juga halnya dengan standarisasi kelembagaan LPTK yang konvensional perlu dilakukan terobosan pengembangan model pendidikan profesi guru (PPG) untuk mengantisipasi disparitas kualitas pendidikan guru (Mukernas Kemenristek Dikti Tahun 2016). Oleh karena itu, selain moratorium kehadiran LPTK baru, perlu juga dilakukan revitalisasi kelembagaan, khususnya

pengembangan model PPG yang menjadi ujung tombak peningkatan kualitas lulusan guru profesional.

B. Kondisi LPTK di Indonesia

Undang-Undang N0.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I. Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat (14) menyatakan bahwa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada jalur pendidikan formal bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan. Selanjutnya, dalam PP No.74 Tentang

Guru, Pasal 4 dinyatakan bahwa … program

pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

Menurut Sunaryo Kartadinata (2013), lembaga yang berwenang menghasilkan tenaga pendidik atau guru: 1. Lembaga pendidikan tinggi yang secara legal

dan formal diberi kewenangan untuk maksud tersebut.

2. Lembaga pendidikan tinggi yang memiliki fakultas, jurusan, dan prodi yang diberi mandat untuk maksud tersebut.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

14 3. Lembaga pendidikan tinggi yang memiliki

statuta dengan tegas dan mandat untuk melaksanakan maksud tersebut.

4. Lembaga pendidikan tinggi yang dimaksud diberi tugas sebagai lembaga pendidikan tinggi tenaga kependidikan.

Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat enam bentuk LPTK di Indonesia, yaitu:

1. Universitas mantan IKIP Negeri. 2. FKIP pada Universitas Negeri. 3. FKIP Universitas Terbuka. 4. IKIP Swasta.

5. FKIP pada Universitas Swasta. 6. STKIP Swasta.

Keberadaan LPTK sebagai penyedia guru di Indonesia terdiri atas: (a) Eks IKIP Negeri sebanyak 12, (b) FKIP Universitas Negeri sebanyak 28, (c) UT sebanyak 1, dan (4) Perguruan Tinggi Swasta sebanyak 380. Dilihat dari komposisi jumlah LPTK di Indonesia tersebut, menunjukkan bahwa jumlah LPTK swasta sangat dominan dibandingkan LPTK pemerintah (negara). Selanjutnya, apabila dilihat dari sisi persentase PTN yang relatif memenuhi standar nasional perguruan tinggi (SNPT) hanya sekitar 12,77%. Selain itu, kalau dilihat dari sisi akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) (Sutrisno, 2016) untuk eks IKIP Negeri yang mendapat Akreditasi A sekitar 16,66%. Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan LPTK sangat ironis. Karena itu, perlu dilakukan terobosan peningkatan LPTK, khususnya untuk penyedia guru revitalisasi kelembagaan LPTK perlu segera dilakukan.

Pemerintah perlu membatasi pembukaan LPTK baru dan mengevaluasi yang telah berjalan. Karena itu mekanisme pembukaan LPTK baru perlu ditinjau ulang. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan moratorium pembukaan baru LPTK sehingga pembinaan terhadap LPTK dapat dioptimalkan. Selain itu, dapat mengatasi kejenuhan pengguna dan melimpahnya jumlah pengangguran dari latar belakang pendidikan keguruan.

C. Profil Guru Profesional

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Anis Baswedan guru pembelajar merupakan guru yang meneguhkan ikhtiarnya untuk terus belajar dan mengembangkan diri, (Indrawan, 2015). Berdasarkan

pernyataan tersebut, tanggung jawab peningkatan kompentensi dan profesionalitas guru bukanlah tugas pemerintah saja namun guru itu sendiri harus memiliki kesadaran yang penuh bahwa ia harus mengembangkan diri sebagai bagian dari tugasnya sebagai seorang guru.

Terdapat tiga komponen guru sebagai seorang pembelajar, yaitu pertama learning about self atau mempelajari motivasi diri untuk memilih profesi menjadi guru. Mengidentifikasi motivasi, niat, dan kesungguhan menjadi guru merupakan hal yang pertama dan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru. Motivasi, niat, dan kesungguhan yang kuat dari seorang guru akan menimbulkan hasrat (desire) untuk belajar sebagai guru yang profesional serta mampu mendidik, mengajar, dan mengembangkan diri siswa menjadi siswa yang berkompeten dan mampu menemukan bakat yang ia miliki.

Komponen yang kedua, yaitu learning about others (belajar dari rekan sejawat, guru, masyarakat). Menjadi seorang guru bukan berarti ia telah mencapai titik tertinggi dalam pengetahuan. Seorang guru justru harus terus memahami bahwa orang lain mengetahui apa yang mungkin ia tidak ketahui. Mempelajari sesuatu yang baru dari orang lain akan meningkatkan pengetahuan guru dan meningkatkan hubungan sosialnya sehingga dapat mengembangkan diri lebih jauh.

Komponen yang ketiga, yaitu learning about profession (belajar mengenai tugas, fungsi, dan tanggung jawab profesi). Mempelajari mengenai profesinya merupakan hal yang penting untuk dapat memahami apa sebenarnya yang harus dilakukan dengan profesi guru yang saat ini menjadi pekerjaannya. Memahami profesi guru dapat melalui keterlibatan guru dalam asosiasi profesi guru yang secara rutin mempelajari hal-hal baru dan mendiskusikan bagaimana cara yang efektif dalam menjalani profesi guru. Menjadi guru harus sangat menyadari akan pentingya literatur, ide, dan gagasan yang mampu memberikan dampak positif terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. D. Standarisasi Kelembagaan LPTK

Di samping standarisasi yang sudah dilegitimasi secara kelembagaan oleh SNPT, perlu ada terobosan pengembangan kelembagaan LPTK sebagai

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

15 penguatan profesionalisme guru, dipandang perlu

menetapkan standarisasi sebagai acuan normatif dalam pembinaan pendidikan akademik guru dan pendidikan profesi guru bagi LPTK. Berikut penjelasan singkat standarisasi kelembagaan LPTK. 1. Standarisasi Tata Kelola Kelembagaan

LPTK sebagai lembaga pendidikan calon penyedia guru profesional harus menerapkan tata kelola kelembagaan LPTK yang akuntabel dan sistem manajemen modern. Dalam standar ini, aspek tata kelola kelembagaan meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam mengelola calon guru sekaligus menjamin kualitas guru terukur dan dapat menunjukkan berbagai kompetensi yang ditetapkan. Penguatan visi, misi, dan tujuan pendirian dan penyelenggaraan pendidikan tenaga kependidikan. Dalam standar ini, setiap LPTK mesti mengelola kelembagaan LPTK yang akuntabel, transparan, dan kompeten serta mengusung visi, misi, dan tujuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional serta UU Guru dan Dosen. Falsafah, dasar, dan landasan kependidikan dan pembelajaran harus menjadi ruh dan semangat penyelenggaraan LPTK. Pengelolaan LPTK hendaknya menganut TQM

(Total Quality Management) dan

memperhatikan RAISE (Relevance, Academic Atmosphere, Interval Management, Suitanbility, Efficiency).

2. Standarisasi Kurikulum

Sinkronisasi kurikulum pendidikan tenaga kependidikan yang berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dalam standar ini, perlu ada penyeragaman substansi kurikulum seluruh LPTK sehingga terdapat kesamaan konsep dan pemahaman terhadap ilmu pedagogik. Selain itu, kurikulum LPTK harus sinkron dan sinergi dengan KKNI. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kerja yang menyandingkan, menyetarakan, mengintegrasikan sektor pendidikan dan pelatihan serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan jabatan kerja di berbagai sektor. LPTK mengelola pendidikan akademik dan sebagian kecil pendidikan profesi. Dengan demikian, kurikulum LPTK terdiri dari kurikulum jalur akademik dan kurikulum jalur profesi. Kurikulum jalur akademik ditempuh oleh mahasiswa program S1 pendidikan untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan, dan jalur profesi menempuh kurikulum profesi kependidikan untuk memperoleh gelar guru profesional (Gr). Kedua kurikulum tersebut harus disesuaikan dengan sikap, pengetahuan, dan pengalaman yang harus dimiliki sebagai capaian pembelajaran dan hasil keluaran yang diharapkan. Baik pendidikan jalur akademik maupun pendidikan jalur profesi, hasil keluaran yang diharapkan adalah menjadi guru profesional. Pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran yang berwawasan masa depan. Kurikulum perlu dikembangkan berdasarkan KKNI yang berdasarkan azas kebutuhan lapangan dan persyaratan minimal kemampuan sebelum menjadi guru profesional. 3. Standarisasi Pendidikan Profesi Guru

Pengelolaan program pendidikan profesi guru. Dalam standar ini, pengelolaan pendidikan profesi guru (PPG) harus terlaksana secara baik. Standar pengelolaan PPG, baik PPG dalam jabatan maupun PPG SM3T, PPG S1 PGSD Berasrama, PPG SMK Kolaboratif, PPG Basic

Science, atau PPG Terintegrasi (PPGT)

ditetapkan pemerintah dengan menunjuk dan memberi kewenangan kepada LPTK yang memenuhi syarat. Prosedur rekruitmen peserta dan instruktur harus ketat sehingga penyelenggaraan PPG berjalan dengan optimal. Lulusan PPG diharapkan dapat menjadi model guru profesional. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara tenaga pendidik mesti memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui PPG. Dengan demikian, pemerintah dapat mengontrol dan membina guru profesional.

4. Standarisasi Mutu Akademik dan Pembelajaran

Peningkatan mutu akademik dan pembelajaran. Dalam standar ini, perlu ditetapkan acuan pengelolaan akademik dan pembelajaran. Karena itu, penetapan mata ajar dan implementasi dalam pembelajaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Pembelajaran berbasis e-learning menjadi fokus perhatian. Selain itu, strategi dan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Silabus dan Rencana Pembelajaran telah disiapkan. Proses pembelajaran lebih ditekankan pada latihan, bukan pada ceramah.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

16 Penyiapan SDM yang profesional dan bermutu.

Dalam standar ini, instruktur yang direkruit dari dosen program studi harus memiliki komitmen dan loyalitas untuk mengampu mata ajar. Instruktur harus menjalankan tugas secara profesional. Pengelola PPG, selain mengacu pada standar instruktur yang telah ditetapkan pemerintah, perlu pula menetapkan standar khusus untuk menyeleksi instruktur yang berkualitas. Syarat instruktur yang berlatar belakang ilmu kependidikan atau ilmu murni tetapi telah memiliki sertifikat PEKERTI sudah tepat.

6. Standarisasi Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Dalam standar ini, LPTK harus menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran. Ketersediaan perpustakaan konvensional, e-library, ruang praktik mengajar (peer-teaching), ruang workshop, dan ruang kuliah yang memenuhi standar. Ruang kuliah harus representatif yang dilengkapi dengan perangkat LCD, AC, jaringan internet WIFI, dan sistem penerangan ruangan. Ruang kuliah yang representatif dapat membangkitkan semangat dan motivasi belajar peserta diklat. Demikian pula pengadaan dan fasilitasi keberadaan sekolah laboratorium dan sekolah mitra. Keberadaan sekolah laboratorium atau sekolah mitra menjadi instrumen penting dalam mengoptimalkan performansi guru yang kelak menjadi pembaharu dan pencerah di lapangan pendidikan. Keberadaan sekolah laboratorium atau sekolah mitra menjadi sangat strategis dalam memberikan dukungan utama dalam mencetak guru yang profesional.

7. Standarisasi Sistem Penjaminan Mutu Penguatan sistem penjaminan mutu internal dan eksternal yang khas LPTK. Sistem penjaminan menjadi aspek penting dalam menerapkan quality assurance dalam lembaga pendidikan. Dalam standar ini, LPTK harus melibatkan lembaga penjaminan mutu internal untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) program pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Keberadaan lembaga penjaminan mutu di tingkat universitas, badan penjaminan mutu di tingkat fakultas, dan gugus penjaminan mutu di tingkat jurusan/prodi sangat penting dan strategis dalam mengawasi dan mengendalikan

mutu penyelengaraaan program pendidikan akademik dan pendidikan profesi.

8. Standarisasi Akreditasi LPTK

Dalam standar ini, diperlukan pengawasan mutu secara eksternal dari pemerintah dengan mengoptimalkan tugas dan perannya sebagai penjaminan mutu LPTK, seperti BAN-PT, Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), dan pemerintah. Selain itu, pengawasan mutu terhadap pendirian LPTK baru diperlukan suatu konsorsium LPTK Negeri mantan IKIP. Konsorsium ini akan menentukan suatu standarisasi kelembagaan LPTK sehingga dapat mengatasi kelebihan kapasitas jumlah LPTK. Konsorsium juga perlu menetapkan kebijakan peninjauan terhadap pendirian LPTK baru dan mengevaluasi LPTK swasta yang telah berjalan. Kedelapan standarisasi kelembagaan LPTK tidak akan berjalan efektif, jika tidak didukung oleh kebijakan dalam rekruitmen pengadaan tenaga guru untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Kebijakan pemerintah yang terbatas mengangkat PNS setelah mengikuti program SM3T dipandang tidak adil dan proporsional dengan mengabaikan peluang bagi lulusan pendidikan akademik jenjang strata satu. Karena itu, pemerintah semestinya memberi peluang yang sama bagi lulusan LPTK, baik program PPG-Reguler maupun program PPG-SM3T.

E. Simpulan dan Rekomendasi

Disadari bahwa LPTK sudah telah menjadi perguruan tinggi favorit. Minat lulusan SMA/SMK/MA untuk melanjutkan pendidikan ke LPTK, dari tahun ke tahun menunjukkan grafik meningkat. Peningkatan minat yang tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas LPTK akan menjerumuskan LPTK sebagai pencetak guru. Guru yang tidak profesional dan bermutu dapat berdampak pada penurunan kualitas pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, pemerintah segera mengambil langkah kongkret untuk menata dan membina LPTK yang terus tumbuh bagai jamur di musim hujan.

Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan moratorium pendirian LPTK. Pendirian LPTK yang tidak terkendali akan menyebabkan penurunan kualitas kelembagaan LPTK. Pada akhirnya, lulusan LPTK semakin membludak sementara daya tampung

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

17 pekerjaan sebagai tenaga pendidik sangatlah terbatas.

Pembinaan terhadap LPTK terus diintensifkan, terutama LPTK yang belum terakreditasi atau terakreditasi C. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk menutup izin operasional LPTK yang tidak standar pengelolaannya.

F. Pustaka

Indrawan, A. 2015. Anies: Guru Indonesia adalah Pembelajar, diakses dari :

http//www.republika.co.id/berita/pendi dikan/eduaction/15/11/25/nydkxi365- anies-guru-indonesia-adalah-

pembelajar.

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

Permenristek Dikti No.44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sunaryo Kartadinata. 2013. Grand Design LPTK: Standarissi Kelembagaan LPTK Untuk Penyiapan Guru Masa Depan. Disampaiak pada Seminar dan Lokakarya Menyiapkan Guru Masa Depan Jakarta, 3-4 Juli 2013

Sutrisno Wibawa. 2016. Pengembangan LPTK dan PPG. Makalah disampaikan dalam Mukernas Kemristekdikti, 2 Januari 2016.

---. 2016. Rakornas Asosiasi LPTK. Makalah disampaikan dalam Mukernas Kemristekdikti, 2 Januari 2016. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

Wahyudi. 2016. Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam

Mempromosikan Guru Pembelajar Profesionalisme Guru. Prosiding Seminar Naional Pendidikan.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

18

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 49-54)