• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prof Rusdi, Ph.D Universitas Negeri Padang

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 126-133)

Abstark

Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) memiliki peranan sangat strategis dalam mempersiapkan calon guru profesional dan berkualitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, LPTK wajib berkualitas tinggi. Makalah ini membahas dual hal pokok. Pertama, tulisan ini memaparkan model institusi pendidikan guru dari beberapa negara sebagai perbandingan untuk standarisasi dan peningkatan kualitas LPTK. Di Malaysia, misalnya, untuk mempersiapkan calon guru sekolah rendah (sekolah dasar), calon guru mengikuti pendidikan pada Institut Pendidikan Guru (IPG) yang langsung ditangani oleh pemerintah pusat. Setiap negeri (provinsi) memiliki satu (IPG) dengan standar sarana prasarana, sistem rekrutmen mahasiswa, dan pembelajaran ditetapkan pemerintah pusat. Institusi pendidkan tinggi swasta tidak diizinkan untuk menyelenggarakan pendidikan untuk calon guru pada sekolah rendah. Penerimaan calon mahasiswa sangat ketat. Jumlah calon mahasiswa yang diterima memperhitungkan secara cermat jumlah kebutuhan guru pada sekolah rendah pada empat tahun berikutnya. Sehingga lulusan IPG langsung bekerja sebagai guru pemula di sekolah rendah. Kedua, makalah ini merekomendasikan langkah strategis untuk standarisasi dan peningkatan mutu LPTK agar dapat mempersiapkan calon guru bermutu dan profesional. Salah satu rekomendasi yang dikemukakan adalah jumlah LPTK yang saat ini berjumlah 421 (41 LPTK Negeri dan 380 LPTK swasta) harus dilakukan evaluasi komprehensif menggunakan standar mutu tinggi. LPTK yang tidak memenuhi standar harus ditutup. Seleksi super ketat harus diberlakukan untuk izin penyelenggaraan LPTK baru.

Kata kunci: standarisasi LPTK, institusi pendidikan guru, guru professional

Pendahuluan

Pendidikan kunci kemajuan individu, keluarga, dan bangsa. Indikator kemajuan suatu bangsa diukur dari tingkat pendidikan, kuantitas dan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Akindutire dan Ekundayo (2012:429) bahwa “Education can be regarded as the key that unlocks the development of personal and national potential and all kinds of rights and

powers.” Atas pertimbangan tersebut,

pendidikan harus menjadi prioritas pembangunan.

Untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu melibatkan banyak faktor. Azhar (2009) mengemukakan permasalahan pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling kait mengakit yang mungkin bersumber dari faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya. Diantara banyak faktor penentu tersebut, menrut hemat penulis, terdapat tiga faktor utama yang sangat menentukan: pendidik, fasilitas pendukung pembelajaran, dan kurikulum. Faktor pendidik sangat menentukan kualitas pendidikan pada setiap jenjang pendidikan. Jika peserta didik pada setiap jenjang pendidikan di seluruh Indonesia sudah berkualitas baik, maka baik

pulalah kualitas pendidikan Indonesia. Akindutere dan Ekundayo (2012:429) mengemukakan “The success of an educational enterprise particularly, in terms of quality, depends to a very large extent , on the regular supply of teachers in adequate quantity and quality.” Keprihatinan berbagai pihak saat ini adalah rendahnya mutu tenaga pendidik pada semua jenjang pendidikan. Meskipun belum ada penelitian yang dilakukan secara nasional terkait penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, tetapi berbagai pihak cenderung mengaanggap salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya mutu tenaga pendidik. Sebagian besar tenaga pendidik belum dianggap profesional. Mungkin atas dasar tersebut, berbagai kebijakan pemerintah telah dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu tenaga pendidik.

Untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik, pemerintah telah melakukan beberapa kebijakan yang diharapkan mampu meningkatkan mutu tenaga pendidik. Diantara kebijakan yang sudah dilakukan adalah, pertama, memberikan perluasan mandat (wider-mandate) kepada institusi ex-IKIP untuk membuka program studi baru. Hal ini dimaksudkan agar kualitas pembelajaran yang bermuara kepada mutu lulusan program studi kependidikan dapat ditingkatkan terutama dari segi bidang keilmuan. Perluasan mandat ini diberikan padata tahun 1998 dan sejak saat intu secara

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

91 bertahap institusi yang menyiapkan tenaga

pendidik, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) berubah nama menjadi universitas. Sayangnya, setelah delapan belas tahun perluasan mandat dijalankan, belum ada evaluasi komprehensif yang dilakukan secara nasional untuk mengetahui apakah perluasan mandat tersebut sudah dapat meningkatkan mutu lulusan program studi kependidikan. Jangan jangan yang terjadi malah sebaliknya, perluasan mandat semakin mengaburkan misi utama institusi untuk menyiapkan tenaga pendidik bermutu.

Kedua, pemerintah juga sudah menjalankan ketentuan untuk mensyaratkan setiap tenaga pendidik wajib memiliki jenjang pendidikan formal strata satu atau sarjana. Ketiga, setiap guru juga diwajibkan memiliki setifikat pendidik. Kebijakan yang sedang dijalankan pada tahun 2016 ini adalah bagi guru diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2006-2015 yang belum memiliki sertifikat pendidik diharuskan memngikuti ujian kompetensi guru. Bagi guru yang tidak mendapatkan nilai delapan atau lebih diharuskan mengikuti pelatihan kompetensi melalui tatap muka atau media jaringan online. Setelah mengikuti pelatihan kompetensi, guru kembali mengikuti ujian kompetensi. Jika nilai yang didapatkan sama atau lebih dari delapan, maka sertifikat pendidik diberikan. Guru memang disibukkan untuk mengikuti berbagai pelatihan dan ujian untuk mendapatkan sertifikat pendidik sebagai pertanda guru profesional. Dengan kebijakan ini, berbagai pihak juga mengemukakan kekhawatiran akan semakin rendahnya mutu pendidikan karena semakin berkurangnya perhatian guru kepada peserta didik karena guru sibuk mengembangkan kompetensi dirinya sendiri yang berdampak semakin menurunnya perhatian kepada peserta didik. Apakah ujian kompetensi bagi guru yang sudah diangkat sebagai Aparat Sipil Negara untuk mendapatkan sertifikat pendidik merupakan solusi yang sudah dianggap terbaik? Pandangan yang beragam juga muncul. Sebagian berpendapat bagi guru yang sudah berstatus ASN yang dianggap masih belum profesional, cukup diberikan pelatihan dan selesai pelatihan mereka diberikan sertifikat pendidik.

Makalah ini memfokuskan pembahasan terhadap tiga hal pokok. Pertama, sistem pendidikan untuk menyiapkan tenaga pendidik dari beberapa negara sebagai pembanding akan disajikan. Kedua, pembahasan akan memaparkan kondisi LPTK saat ini, Ketiga, makalah akan mengajukan saran untuk meningkatkan mutu Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan sebagai institusi pencetak tenaga pendidik.

Sistem Pendidikan Tenaga Pendidik pada Beberapa Negara

Untuk mengetahui sistem penyiapan tenaga pendidik di negara lain, di bawah ini digambarkan sistem penyiapan tenaga pendidik pada tiga negara: Malaysia, Perancis, dan Thailand. Meskipun setiap negara memiliki cara sendiri menyiapkan tenaga pendidik, tetapi tujuan yang ingin dicapai sama yaitu mengahsilkan tenaga pendidik bermutu.

Malaysia

Pada tahun 2013, pemerintah Malaysia menggabungkan dua kementerian yang membidangi pendidikan. Sebelumnya, terdapat dua kementerian yang menangani bidang pendidikan, yaitu Kementerian Pengajian Tinggi dan Kementerian Pelajaran. Kementerian Pengajian Tinggi mengurus perguruan tinggi dan Kementerian Pelajaran mengurus pendidikan dasar dan menengah. Mulai tahun 2013 hanya ada satu kementerian yaitu Kementerian Pendidikan Malaysia. Salah satu alas an pengabungan adalah untuk memudahkan koordinasi lembaga yang menangani bidang pendidikan.

Pemerintah Kerajaan Malaysia menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama pembangunan. Komitmen ini tercermin dari besarnya anggaran belanja negara yang diuntukkan untuk bidang pendidikan. Rusdi (2014) mengemukakan pemerintah Malaysia sejak tahun 1996 sudah mengalokasikan anggaran belanja pendidikan sebesar 20% dari anggaran belanja negara. Bahkan pada tahun 2012, anggaran untuk bidang pendidikan mencapai 21,55% dari anggaran belanja negara. Sesuai dengan visi pemerintah Malaysia 2020 untuk menjadi negara maju, Jamil,

dkk (2012:87) mengemukakan “As Malaysia

pursues its vision 2020, access to quality education, human quality development and educationally competitive Malaysian schools ranks among its most important challenges. Hence, to ensure that its intentions are not derailed, the Ministry of Education has a crucial role to play in the

professional development of teachers.” Untuk

mencapai status negara maju, Malaysia mengembangkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan bermutu. Terdapat dua institusi pendidikan yang bertangung jawab untuk menyiapkan tenaga pendidik di Malaysia. Institusi pertama dikenal dengan nama Institut Pendidikan

Guru (Institutes of Teacher Education) yang

bertanggung jawab untuk menyiapkan calon guru sekolah dasar. Institusi kedua bernama Universiti

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

92 Pendidikan Sultan Idris yang bertanggung

jawab menyiapkan calon guru sekolah menengah. Calon guru sekolah menengah juga disipakan pada beberapa fakultas pendidikan pada perguraun tinggi yang ditunjuk. Institut Pendidikan Guru (IPG) mirip dengan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Indonesia. Setiap negeri di Malaysia memiliki paling tidak satu IPG. Saat ini, terdapat 27 IPG yang tersebar di wilayah Malaysia. IPG langsung dibawah koordinasi Kementerian Pendidikan Malaysia yang dipimpin oleh seorang rektor membawahi semua IPG yang ada. Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dibiayai penuh oleh pemerintah Malaysia. Jumlah calon mahasiswa yang akan diterima ditentukan dengan perhitungan yang sangat cermat terhadap kebutuhan guru sekolah dasar pada negeri atau provinsi tertentu dimana IPG berada. Perhitungan juga mempertimbangkan jumlah guru yang akan pensiun periode empat tahun yang akan datang dan jumlah sekolah baru yang mungkin berdiri pada empat tahun yang akan datang. Misalnya untuk IPG negeri Johor Bahru, penerimaan jumlah mahasiswa tahun 2016 didasari kepada jumlah guru SD yang akan pensiun di negeri Johor Bahru tahun 2020. Juga diperhitungan tambahan guru baru pada tahun 2020 jika ada sekolah dasar baru didirikan. Misalnya, guru yang akan pensiun pada tahun 2020 sebanyak 120 orang dan prediksi tambahan guru baru untuk sekolah baru 30 orang, maka IPG Johor Bahru akan menerima calon mahasiswa baru tahun 2016 lebih kurang 150 orang. Seleksi masuk IPG sangat ketat.

Pendidikan untuk calon guru sekolah dasar selama empat tahun setara dengan jenjang strata satu (sarjana). Kurikulum pendidikan IPG dirancang inklusif menggabungkan bidang keilmuan (content knowledge), pengetahuan tentang pengajaran (knowledge on teaching and learning), dan pedagogi. Enam bulan sebelum menamatkan pendidikan, mahasiswa calon guru sudah diberi tahu kemungkinan sekolah tempat bertugas sebagai guru pemula setelah menamatkan pendidikan. Setelah menamatkan pendidikan, calon guru ditempatkan pada sekolah yang sudah ditentukan sebagai guru pemula. Selanjutnya, guru yang sudah diangkat akan mengikuti berbagai bentuk pelatihan berkelanjutan (Continous Professional

Development/CPD) yang dirancang oleh

kementerian pendidikan untuk meningkatkan mutu dan professional guru. Institusi pendidikan swasta tidak diizinkan untuk menyiapkan tenaga pendidik untuk sekolah dasar.

Untuk guru sekolah menengah, calon guru disiapkan oleh Universitas Pendidikan

Sultan Idris (UPSI) dan Fakultas Pendidikan pada Universitas Negeri yang diberi izin untuk menyiapkan tenaga pendidik. UPSI mirip fungsinya dengan Universitas ex-IKIP di Indonesia. Pendidikan ditempuh selama empat tahun dengan kualifikasi pendidikan setara strata satu (sarjana). Kurikulum pendidikan disiapkan calon guru memiliki pengetahuan bidang keilmuan (content

knowledge), pengetahuan tentang pengajaran

(knowledge on teaching and learning), dan

pedagogi. Dengan paket kombinasi kurikulum tersebut, calon guru sudah dianggap siap sebagai guru pemula di sekolah menengah. Setelah menjadi guru, selanjutnya guru akan mengikuti pelatihan pengembangan profesi secara berkelanjutan yang dirancang oleh kementerian pendidikan.

Perancis

Sistem pendidikan di Perancis bersifat sentralistis atau terpusat, begitu pula dengan pengelolaan guru. Akhlus (2014) mengemukakan semua hal yang terkait dengan guru baik berupa pengadaan, pengajian, penempatan, pendidikan dan pengembangan karir guru diatur secara nasional. Semua guru di Perancis berpendidikan formal master (S2) untuk mengajar pada semua jenjang pendidikan (setara TK, SD, SMP, SMA, SMK). Semua guru baik yang mengajar di sekolah negeri atau swasta merupakan pewagai pemerintah atau apararat sipil negara. Pemerintah Perancis memandang pendidikan sangat penting dan atas dasar itu barangkali semua hal terkait pendidikan diatur oleh pemerintah secara terpusat.

Pendidikan guru di Perancis dilakukan pada tingkat pascasarjana atau strata dua. Mahasiswa yang diterima pada pendidikan guru berasal dari lulusan sarjana (S1) dari berbagai bidang studi. Rekrutmen pendidikan calon guru pada jenjang S2 diawali dari seleksi perekrutan calon guru secara nasional oleh pemerintah Perancis. Seleksi rekrutmen ini dilaksanakan biasanya setiap dua tahun sekali. Calon yang mengikuti seleksi adalah lulusan licence atau sarjana (S1) dari berbagai disiplin ilmu. Jumlah yang diterima diperhitungkan dengan cermat kebutuhan guru periode dua tahun berikutnya secara nasional untuk setiap mata pelajaran. Ada dua bentuk ujian yang dilakukan pemerintah Perancis untuk menjaring calon guru: ujian kelayakan dan ujian penerimaan. Ujian kelayakan dilakukan untuk menjaring calon guru dari lulusan sarjana (S1) untuk didik pada jenjang S2 selama dua tahun. Pada ujian kelayakan berbagai aspek dinilai tidak saja aspek akademik tapi juga aspek kepribadian. Ujian penerimaan dilakukan setelah mengikuti pendidikan program studi master (S2) untuk menjadi guru sepenuhnya.

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

93 Setelah lulus ujian kelayakan, calon

guru akan mengikuti pendidikan S2 yang dikhususkan untuk menyiapkan calon guru menjadi guru bermutu dan profesional. Semua mahasiswa calon guru mendapatkan beasiswa dari pemerintah dan pembiayaan pendidikan juga ditanggung pemerintah. Pendidikan pada S2 berlangsung selama dua tahun. Pada tahun pertama, calon guru mempelajari pendidikan bersifat umum di perguruan tinggi keguruan,

Ecoles Superieures du Professorat de

l’Education (ESPE) atau di Institut Universitas Persiapan Guru, Instituts Universitaires de Formation des Maitres (IUFM). Setelah tamat tahun pertama pada pendidikan master, calon guru mendapat gelar Master 1 Premier degre’e

Professeur des e’coles atau gelar master

pertama guru.Setelah lulus Master 1, calon guru melanjutkan pendidikan master untuk tahun kedua. Pada program master tahun kedua ini kurikulum pendidikan difokuskan kepada pengajaran bidang studi yang akan diajar di sekolah nanti.

Untuk guru TK dan SD, setelah tamat Master 1, tidak ada mata kuliah lain yang diikuti kecuali praktek mengajar dan magang di sekolah. Untuk guru setara SMP, SMA, SMK calaon guru mendalami mata pelajaran yang akan diajarkan nanti. Setelah menyelesaikan pendidikan master tahun kedua, Master 2, calon guru mengikuti seleksi penerimaan guru yang diselenggrakan oleh pemerintah. Seleksi yang diikuti bernama Concours de rcrutement de professeur des e’coles atau ujian penerimaan guru.

Setelah lulus seleksi, baru status guru muda didapatkan dan ditempatkan oleh pemerintah sesuai formasi dan pilihan. Setiap guru juga bersedia untuk ditempatkan di seluruh pelosok Perancis. Para guru muda adalah aparat sipil negara Perancis. Selanjutnya, penilain, pengawasan, dan pembinaan karir guru diserahka kepada inspektur yang ada di sekolah. Penilaian inspektur akan merekomendasikan guru muda untuk menjadi guru penuh.

Thailand

Pemerintah Thailand juga memberikan perhatian sangat serius untuk meningkatkan mutu guru. Yunardi (2014) mengemukakan mulai tahun 2005, pemerintah kerajaan Thailand menjalankan kebijakan baru yaitu pendidikan formal guru yang sebelumnya hanya empat tahun, setara strata satu (S1) di Indonesia ditambah satu tahun lagi menjadi lima tahun. Tidak saja memperpanjang waktu perkuliahan, pemerintah juga menawarkan beasiswa kepada lulusan seolah menengah untuk memilih karir

sebagai guru. Hal ini dilakukan agar lulusan terbaik sekolah menengah atas memilih perguruan tinggi keguruan. Setelah dilakukan evaluasi dan dianggap berhasil, maka pemerintah menetapkan pendidikan guru selama lima tahun dengan rincian pilahan kegiatan akademik: 3,5 tahun kuliah dan 1,5 tahun praktik lapangan di sekolah.

Kondisi Institusi LPTK

Sebelum diberlakukannya kebijakan perluasan wewenang (wider mandate) kepada IKIP yang dimulai pada tahun 1998, IKIP menjadi institusi yang mengemban tugas khusus menyiapkan tenaga pendidik terutama untuk jenjang pendidikan menengah. Fungsi IKIP semakin diperluas dengan dileburnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan tugas penyiapan tenaga pendidik untuk pendidikan dasar diemban oleh IKIP. Mutu guru yang dihasilkan oleh IKIP sampai akhir tahun 90-an tidak banyak menjadi sorotan publik, mungkin, karena mutu guru yang dihasilkan dianggap sudah baik. Lagi-lagi belum ada penelitian secara komprehensif bersakala nasional untuk membandingkan mutu guru pada saat IKIP sebagai institusi pencetak guru dengan mutu guru setalah IKIP tidak lagi menjadi satu-satunya institusi pencetak guru. Mungkin, mutu guru yang dihasilkan IKIP dianggap lebih baik dari mutu guru yang dihasilkan oleh institusi LPTK setelah IKIP. Argumen ini ditandai dengan fakta pada tahun 70- an, pemerintah kerajaan Malaysia mempercayai lulusan IKIP untuk mengajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Juga, pada tahun 70-an dan 80-an cukup banyak warga negara Malaysia dan Brunei Darussalam melanjutkan pendidikan di IKIP yang tersebar di Indonesia. Saat ini mungkin tidak ada lulusan LPTK Indonesia yang mengajar di Malaysia. Juga, saat ini mungkin hanya satau atau beberapa orang saja warga negara Malaysia yang melanjutkan pendidikan di LPTK Indonesia.

Institusi LPTK pencetak tenaga pendidik saat ini, data dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendididikan Tinggi, terdapat 421 institusi dengan rincian 41 institusi LPTK negeri dan 380 institusi LPTK swasta. Pada tahun 80-an hanya terdapat lebih kurang 10 institusi LPTK yeng mempersiapkan tenaga pendidik untuk sekolah menengah dan pada tahun 2016, jumlahnya menjadi 421 institusi. Banyak petanyaan yang dimunculkan terkait mutu institusi LPTK yang jumlahnya fantastis tersebut, karena mutu calon guru berada pada institusi ini. Pertanyaan yang mungkin diajukan adalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah mutu calon mahasiswa yang direkrut oleh LPTK yang jumlahnya sangat besar tersebut?; 2) Bagaimakah mutu dan ketersediaan fasilitas pembelajaran?; 3) Bagaimakah mutu tenaga

Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016

94 pendidik pada institusi LPTK tersebut? Pada

makalah ini hanya akan dibahas mutu calon mahasiswa LPTK.

Mutu calon mahasiswa yang melanjutkan pendidikan pada institusi LPTK, terutama pada LPTK swasta yang jumlahnya 380 institusi, mungkin lebih rendah dibandingkan dengan mutu calon mahasiswa yang melanjutkan pendidikan pada program studi non-kependidikan. Calon mahasiswa terbaik cenderung memilih program studi non- kependidikan pada perguruan tinggi terbaik juga. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Azhar (2009:6) seperti kutipan ini “Dilihat dari sudut lembaga penghasil guru yaitu LPTK, ternyata masukan mahasiswanya adalah mereka yang mutunya memang rendah. Selain itu, LPTK tidak banyak diminati oleh lulusan sekolah menengah, hal ini terlihat dari LPTK merupakan pilihan terakhir setelah tidak diterima pada program studi non-

kependidikan.” Suyono (2005) juga

mengemukakan hal yang sama, lulusan terbaik sekolah menengah atas akan memilih program studi favorit seperti kedokteran, farmasi, pertambangan, akuntansi dan lain-lain pada perguruan tinggi terbaik.

Sebagian, mungkin calon mahasiswa terbaik pada level dua, memilih program studi kependidikan pada LPTK negeri. Jika mahasiswa tidak diterima pada penjaringan calon mahasiswa pada perguruan tinggi negeri, mahasiswa yang tidak lulus akan memilih perguruan tinggi swasta. Juga terdapat kecenderungan, mahasiswa yang tidak diterima pada perguruan tinggi negeri, mereka lebih cenderung memilih program studi non- kependidikan pada perguruan tinggi swasta. Sisanya, barangkali karena belum ada penelitian yang menelusuri kecenderungan ini, akan memilih melanjutkan pendidikan pada LPTK swasta. Kecenderungan yang terjadi pada LPTK swasta adalah menerima mahasiswa berapapun yang mendaftar. Bahkan, terdapat temuan, jumlah yang diterima lebih banyak dari yang mendaftar.

Sebuah ilustrasi, pada tahun penerimaaan tertentu, program studi Pendidikan Bahasa Inggris, pada Universitas Negeri Padang hanya menerima 45 orang mahasiswa dengan seleksi yang sangat ketat. Pada penerimaan tahun yang sama, institusi LPTK swasta A menerima 450 mahasiswa program studi pendidikan Bahasa Inggris, LPTK swasta B menerima 250 mahasiswa, LPTK swasta C menerima 200 mahasiswa, LPTK swasta D menerima 150 mahasiswa, dan institusi LPTK swasta lainnya dengan jumlah penerimaan yang beragam. Jika diakumulasi, misalnya akan

didapatkan angka LPTK negeri menerima 45 calon mahasiswa pendidikan Bahasa Inggris dan pada tahun penenrimaan yang sama LPTK swasta mungkin menerima 1500 orang mahasiswa program studi pendidikan Bahasa Inggris. Empat atau lima tahun berikutnya, mungkin LPTK negeri akan menamatkan 40 orang lulusan sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. LPTK swasta diprediksi akan menamatkan 1400 orang sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Tanpa mengurangi keberadaan instutusi LPTK swasta, dengan melihat kepada input calon mahasiswa, mutu dosen, dan fasilitas pembelajaran, LPTK negeri diasumsikan akan menghasikan calon guru yang lebih berkualitas secara umum dibandingkan calon guru yang dihasilkan LPTK swasta. Hal yang sama terjadi setiap tahun. Setiap tahun LPTK swasta meluluskan calon tenaga pendidik dengan jumlah yang banyak dari LPTK negeri. Jika dibandingkan pada keadaan tahun 70- an dan 80-an sebagian besar calon guru untuk sekolah menengah hanya dihasilkan oleh LPTK negeri. Pada periode tersebut mutu guru tidak menjadi keresahan publik.

LPTK dan pemerintah tidak menyepakati berbagai hal strategis terkait jumlah penerimaan calon mahasiswa yang akan diterima dan program studi kependidikan yang akan dibuka atau ditutup. Hal senada juga menjadi keprihatinan Azhar (2009) yang mengungkapkan kerisauan karena LPTK dalam menerima mahasiswa tidak mempertimbangkan kebutuhan guru yang diperlukan baik pada tingkat daerah dan nasional. Apa yang dilakukan oleh Malaysia dalam menerima calon mahasiswa calon guru pada institusi pendidikan guru menarik untuk dijadikan acuan dimana penerimaan mahasiswa calon guru sangat memperhitungkan kebutuhan guru pada masa empat tahun yang akan datang.

Model penyiapan tenaga pendidik yang tidak inklusif dalam satu paket pengembangan perlu dikaji ulang, terutama dipisahkannya paket pendidikan profesi guru. Pola yang akan dikembangkan baik lulusan dari program studi kependidikan dan non-kependidikan akan mengikuti pendidikan lanjutan terpisah untuk mendapatkan sertifikat pendidik melalui pendidikan profesi guru yang mungkin dirancang selama dua semester. Model ini mungkin dianggap baik untuk sementara karena sudah begitu rumitnya dan banyak lulusan calon guru dari berbagai instutusi pendidikan yang kualitasnya dipertanyakan. Penulis berpendapat setelah institusi pendidikan dibatasi

Dalam dokumen MODEL PERKULIAHAN INOVATIF UNTUK CALON G (Halaman 126-133)