• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

2.2. Perkembangan pelaksanaan APBN sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 1. Kebijaksanaan pokok di bidang APBN

2.2.2. Penerimaan dalam negeri

2.2.2.2. Penerimaan perpajakan

2.2.2.2.1. Pajak penghasilan (PPh)

Selama pelaksanaan pembangunan jangka panjang I (PJP I), penerimaan pajak penghasilan (PPh) yang meliputi pajak penghasilan badan dan pajak penghasilan perseorangan, mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 27,7 persen per tahun, yaitu dari sebesar Rp 41,7 miliar dalam tahun pertama Repelita I (1969/1970) menjadi sebesar Rp 14.758,9 miliar dalam tahun terakhir Repelita V (1993/1994). Selanjutnya, dalam tahun pertama Repelita VI yang merupakan tahap awal dari pembangunan jangka panjang II (PJP II), realisasi penerimaan PPh mengalami peningkatan sebesar 27,1 persen, yaitu menjadi sebesar Rp 18.764,1 miliar. Sedangkan dalam tahun anggaran 1995/1996, realisasi penerimaan PPh mencapai Rp 20.520,0 miliar atau 9,4 persen lebih tinggi dari tahun sebe1umnya.

Harga Harga 1969 April 1,67 1992 Juli 20,59 1970 April 1,67 Agustus 20,18 1971 April 2,21 September 19,62 Oktober 19,7 November 19,44 1973 April 3,73 Desember 18,71 1974 April 11,7 Januari 1975 April 12,6 Februari 1976 April 12,8 Maret 18,36 1977 April 13,55 April 18,8 1978 April 13,55 Mei 18,61 Juni 18,26 Juli 17,19 1980 April 29,5 Agustus 17,23 1981 April 35 September 16,64 1982 April 35 Oktober 16,75 1983 April 29,53 November 15,69 1984 April 29,53 Desember 14,14 1985 April 28,53 1994 Januari 14,7 Februari 14,91 Maret 14,18 April 10,66 April 14,75 Agustus 9,83 Mei 15,52 Desember 13,07 Juni 16,39 1987 Januari 15,39 Juli 17,48 April 17,57 Agustus 17,61 Agustus 18,76 September 16,31 Desember 16,93 Oktober 16,18 1988 Januari 17,22 November 16,27 Maret 15,45 Desember 16,11 April 17,56 1995 Januari 16,96 Oktober 13,2 Februari 17,84 Desember 12,5 Maret 17,79 1989 Januari 15 April 18,08 April 17,93 Mei 18,23 Mei 18,36 Juni 17,24 September 16,7 Juli 16,02 Desember 17,8 Agustus 16,22 September 16,31 Oktober 16,05 April 17,23 November 16,65 Juli 14,47 Desember 18,02 Oktober 34,88 1996 Januari 18,98 Desember 28,64 Februari 18,56 1991 Januari 25,1 Maret 18,97 April 17,05 April 19,21 Agustus 18,64 Mei 18,86 Desember 20,06 Juni 19,05 1992 Juari 18,1 Juli 19,45 Februari 17,64 Agustus 19,33 Maret 17,13 September 20,92 April 17,23 Oktober 23,04 Mei 17,96 November 22,47 **) Juni 19,29 Desember 22,78 Tahun

HARGA EKSPOR MINYAK MENTAH INDONESIA, 1969 – 1996 *) (dalam US$ per barel)

Tabel II.2 1972 April 2,96 1993 B:U 1979 April 15,65 1986 Januari 25,13 1990 Januari 18,96 Tahun

*) Sebelum April 1989 adalah harga minyak jenis Migas (SLC), dan sejak Apri1 1989 adaIah harga rata-rata minyak Indonesia (ICP).

Dengan kondisi tersebut di atas, sumbangan penerimaan pajak penghasilan terhadap penerimaan perpajakan juga terus mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 24,1 persen pada awal PJP I menjadi sebesar 40,3 persen pada tahun terakhir PJP 1. Hal yang menggembirakan dari perkembangan penerimaaan pajak penghasilan adalah kenyataan bahwa pajak penghasilan sebagai pajak langsung secara bertahap mengalami kenaikan hingga pada tahun anggaran 1991/1992 telah melampaui peranan dari pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai pajak tidak langsung. Meningkatnya penerimaan pajak penghasilan ini juga terlihat dari peranan penerimaan pajak penghasilan dalam penerimaan perpajakan yang terus berkembang dalam tahun-tahun selanjutnya, sehingga dalam tahun anggaran 1995/1996 penerimaan pajak penghasilan menyumbang sebesar 42,4 persen dari penerimaan perpajakan.

Peningkatan penerimaan pajak penghasilan yang cukup menggembirakan tersebut, tidak terlepas dari adanya reformasi perpajakan tahun 1984. Salah satu hal mendasar yang diatur dalam kebijaksanaan tersebut adalah mengenai perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment menjadi self assessment. Dengan sistem ini wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung sendiri kewajiban pajaknya kepada negara. Dalam pada itu, untuk menyempurnakan ketentuan di bidang pajak penghasilan ini, dalam tahun 1994 telah diundangkan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dengan berlakunya undang-undang ini tarif pajak penghasilan telah diubah.

Sementara itu dalam rangka mencapai tingkat penerimaan yang semakin besar terus dilakukan upaya intensifikasi pemungutan pajak dan ekstensifikasi wajib pajak. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut telah diambil berbagai langkah pelaksanaan baik melalui peraturan pemerintah (PP) maupun keputusan Menteri Keuangan. Dalam tahun anggaran 1996/1997 telah dikeluarkan PP Nomor 27 Tahun 1996 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Di samping itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392 Tahun 1996 dan Nomor 393 Tahun 1996, yang mengatur mengenai pengenaan tarif pajak penghasilan sebesar 5 persen dari jumlah bruto atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416 Tahun 1996 diatur bahwa atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang bergerak di bidang usaha pelayaran dipungut pajak penghasilan sebesar 1,2 persen dari jumlah peredaran bruto atau nilai

pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri. Sedangkan atas wajib pajak perusahaan pelayaran dan atau penerbangan luar negeri, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417 Tahun 1996 dipungut pajak penghasilan sebesar 2,64 persen dari jumlah peredaran bruto atau semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atan nilai uang yang diterima atau diperoleh. Kemudian, dalam hubungannya dengan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507 Tahun 1996 ditetapkan bahwa selisih antara nilai pasar wajar dengan nilai buku fiskal aktiva tetap yang dinilai kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian, dikenakan pajak penghasilan sebesar 10 persen.

Selain daripada itu, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394 Tahun 1996 juga ditetapkan berbagai peraturan mengenai pajak penghasilan pasal 23. Dalam keputusan tersebut diatur bahwa bagi wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT) dalam hal kepemilikan tanah dan atau bangunan yang disewakan merupakan milik wajib pajak badan dalam negeri atau BUT, dipungut pajak penghasilan sebesar 6 persen bersifat final. Sedangkan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dipungut pajak sebesar 10 persen dan bersifat final. Di samping itu, pajak penghasilan sebesar 10 persen final juga dipungut dari wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap dalam hal kepemilikan tanah dan atau bangunan yang disewakan merupakan milik wajib pajak orang pribadi.

Di samping kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, di bidang pajak penghasilan juga telah diambil kebijaksanaan untuk membantu upaya pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Dalam hal ini, bagi bantuan atau sumbangan, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah yang diterima oleh pengusaha kecil tidak termasuk sebagai objet pajak, sepanjang antara pemberi dengan penerima hibah tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan. Kemudian, dari penghasilan perusahaan modal ventura yang salah satu sasarannya adalah pengembangan usaha kecil yang berpotensi, bukan merupakan objek pajak. Penghasilan perusahaan modal ventura dalam hal ini adalah bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. Selanjutnya, pengusaha kecil orang pribadi tidak wajib menyelenggarakan pembukuan sepanjang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 600 juta. Masih dalam kaitannya dengan koperasi, pajak penghasilan pasal 23 tidak dipotong atas pembagian hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan atas bunga simpanan kecil yang dibayar oleh koperasi kepada anggotanya maksimal Rp 144.000 setiap

bulannya.

Selanjutnya berbagai upaya telah diambil untuk mencapai target penerimaan pajak penghasilan. Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan melalui usaha peningkatan penyuluhan dan pelayanan kepada wajib pajak (WP), peningkatan pengawasan administratif khususnya terhadap WP besar/potensial, peningkatan efisiensi kerja melalui sistem informasi perpajakan (SIP), rekonsiliasi data dari pihak ketiga dengan SPT wajib pajak, dan penelitian, pemeriksaan sederhana dan pemeriksaan lengkap serta penyidikan pajak yang lebih efektif.

Hasil dari pelaksanaan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas antara lain terlihat dari makin luasnya objek pemungutan pajak, meningkatnya kepatuhan wajib pajak, meningkatnya efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap wajib pajak, dan meningkatnya mutu pelayanan kepada wajib pajak. Selanjutnya, perkembangan yang dicapai dalam lembaga perpajakan tersebut telah berhasil mempercepat meningkatnya penerimaan pajak penghasilan yang disebabkan oleh berkembangnya kondisi ekonomi dunia, yang antara lain berupa berkembangnya dunia usaha dan meningkatnya penghasilan masyarakat dan dunia usaha. Sebagaimana diketahui, dalam tahun anggaran 1996/1997 penerimaan pajak penghasilan dianggarkan sebesar Rp 23.708,0 miliar, atau 15,5 persen lebih tinggi dari perkiraan realisasi tahun sebelumnya. Dalam kaitannya dengan penerimaan perpajakan secara keseluruhan, penerimaan pajak penghasilan dalam tahun tersebut menyumbang sebesar 42,3 persen bagi penerimaan perpajakan.

2.2.2.2.2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang