• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONETER DAN PERKREDITAN

3.6. Pasar uang dan suku bunga

Sejalan dengan semakin meningkatnya perkembangan dunia usaha, Pemerintah terus menciptakan kondisi yang dapat mengembangkan aktivitas pasar uang dalam pemberian jasa atas transaksi rupiah dan valuta asing. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah itu antara lain adalah penyempurnaan sistem transaksi pelelangan SBI, pengaturan perdagangan surat berharga komersial dan pengoperasian perusahaan pemeringkat efek, fleksibilitas nilai tukar, dan penyempurnaan mekanisme perdagangan di pasar valuta asing, serta kerjasama bilateral dengan otoritas moneter negara tetangga.

Dalam sistem pelelangan SBI, sejak tahun 1993 Bank Indonesia telah mengubah sistem pelelangan SBI dalam operasi pasar terbuka yaitu dari sistem cut off rate (COR) menjadi sistem stop out rate (SOR). Selanjutnya, Bank Indonesia sejak tahun 1994 telah menyempurnakan ketentuan mengenai transaksi SBI dengan memperluas transaksi secara repo (repurchase agreement).

Penerbitan surat berharga komersial (commercial paper) yang merupakan salah satu alternatif pembiayaan bagi dunia usaha akhir-akhir ini semakin marak. Sehubungan dengan hal tersebut, dan mengingat keterlibatan perbankan Indonesia sangat besar baik dalam jasa penerbitan maupun perdagangan surat berharga komersial, maka untuk mengurangi kemungkinan risiko yang ditanggung bank sesuai dengan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia pada tanggal 11 November 1995 mengeluarkan ketentuan mengenai penerbitan dan perdagangan surat berharga komersial melalui bank umum di Indonesia. Ketentuan tersebut diarahkan pula untuk menyeragamkan pengaturan pelaksanaan transaksi bagi pasar uang dan sebagai upaya perlindungan bagi investor. Di samping itu, Bank Indonesia juga telah menerbitkan ketentuan mengenai penyempurnaan kolektibilitas surat berharga, yang antara lain dimaksudkan untuk menyesuaikan kriteria penggolongan kolektibilitas dengan ketentuan mengenai persyaratan penerbitan dan perdagangan surat berharga komersial.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) sebagai satu-satunya lembaga rating yang telah memperoleh izin dari Bapepam telah melakukan rating pada perusahaan penerbitan dan penjamin surat berharga. Banyaknya perusahaan penerbit yang memiliki rating akan memudahkan para investor dalam memperoleh informasi mengenai kualifikasi investasi atas surat berharga komersial yang diperdagangkan di pasar uang. Dengan diketahuinya peringkat

surat berharga komersial tersebut, maka kepercayaan para investor akan lebih meningkat, sehingga transaksi di pasar uang akan semakin terdorong.

Jumlah nilai nominal surat berharga komersial yang telah diterbitkan sejak bulan Agustus 1995 sampai bulan Juli 1996 telah mencapai sekitar Rp 14,9 triliun, yang meliputi surat berharga komersial dalam rupiah senilai Rp 5,7 triliun dan dalam dolar Amerika Serikat senilai Rp 9,2 triliun. Dengan memperhitungkan surat berharga komersial yang telah jatuh tempo, maka pada awal Agustus 1996 posisi surat berharga komersial adalah sekitar Rp 3,6 triliun.

Pengaturan fleksibilitas nilai tukar rupiah telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui pelebaran spread kurs jual-beli kurs konversi Bank Indonesia. Kebijaksanaan itu telah disempurnakan beberapa kali, yaitu pada bulan September 1992 dari Rp 6 menjadi Rp 10, pada tanggal 3 Januari 1994 dari Rp 10 menjadi Rp 20, pada tanggal 5 September 1994 dari Rp 20 menjadi Rp 30, dan pada bulan Juni 1995 dari sebesar Rp 33 menjadi Rp 44. Kebijaksanaan tersebut selain untuk mendorong perkembangan pasar valuta asing antarbank, juga dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, di samping kebijaksanaan kurs konversi, sejak Januari 1996 Bank Indonesia telah pula menerapkan penggunaan batas kurs intervensi (intervention band). Perbedaan antara batas atas dan batas bawah kurs intervensi ditetapkan sebesar Rp 66. Pada bulan Juni 1996, perbedaan antara batas atas dan batas bawah kurs intervensi tersebut dilebarkan kembali menjadi Rp 118 dan sejak September 1996 menjadi Rp 192. Langkah tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dorongan masuknya arus modal dari luar negeri terutama yang berjangka pendek, dan untuk mengurangi tekanan-tekanan pada nilai tukar rupiah.

Penyempurnaan pengaturan mekanisme perdagangan di pasar valuta asing dilakukan antara lain dengan meniadakan fasilitas swap investasi sejak 17 Juli 1995, dimana pada tahun-tahun sebelumnya fasilitas tersebut disediakan oleh Bank Indonesia. Namun untuk transaksi swap antara Bank Indonesia dengan bank, tetap masih dapat dilakukan sepanjang Bank Indonesia memandang perlu.

Pasar valuta asing di dalam negeri saat ini juga ditandai oleh semakin meluasnya penggunaan transaksi derivatif oleh bank-bank dan peserta pasar lainnya. Tujuan penggunaan transaksi derivatif antara lain untuk menghindari risiko assets maupun liabilities (hedging), terutama yang timbul sebagai akibat perubahaan nilai tukar dan suku bunga, spekulasi untuk

memperoleh keuntungan, dan dalam rangka pendanaan (funding). Penggunaan transaksi derivatif untuk tujuan tersebut di satu sisi dapat memberikan manfaat, namun di sisi lain, juga dapat menimbulkan risiko kerugian yang cukup besar baik bagi perbankan maupun peserta pasar lainnya. Pada bulan Desember 1995, Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai transaksi derivatif guna menciptakan iklim perbankan dan pasar finansial yang sehat. Ketentuan tersebut dimaksud untuk membatasi risiko dan memberikan pedoman minimum bagi pelaksanaan transaksi derivatif oleh bank.

Dalam rangka memelihara stabilitas moneter, terutama untuk menghadapi spekulasi pembelian valuta asing, Bank Indonesia telah melakukan kerjasama bilateral dengan otoritas moneter Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Australia, dan Philipina melalui transaksi repurchase agreement (repo) surat-surat berharga. Selain itu, kerjasama tersebut juga mencakup tukar menukar informasi dan kerjasama dalam pengelolaan moneter dan nilai tukar.

3.6.1. Pinjaman antar bank

Peningkatan transaksi pinjaman antarbank yang terjadi selama tahun 1996 telah meningkatkan nilai transaksi di pasar uang antarbank di Jakarta. Selama periode Januari-Oktober 1996, nilai transaksi di pasar uang antarbank di Jakarta mencapai jumlah sebesar Rp 383.402 miliar. Dibandingkan dengan nilai transaksi dalam periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 152.197 miliar, maka dalam tahun 1996 telah terjadi kenaikan nilai transaksi sebesar Rp 231.205 miliar, atau 152 persen. Peningkatan volume transaksi dana antarbank yang cukup besar tersebut antara lain disebabkan oleh bertambahnya kebutuhan likuiditas bank-bank sehubungan dengan diberlakukannya ketentuan baru mengenai cadangan wajib minimum, dari sebesar 2 persen dirubah menjadi giro wajib minimum sebesar 3 persen. Sementara itu, suku bunga rata-rata tertimbang pinjaman antarbank dalam periode yang sama telah menunjukkan kenaikan dari 12,82 persen dalam bulan Januari 1996 menjadi 14,84 persen dalam bulan Oktober 1996. Perkembangan nilai transaksi dan tingkat bunga di pasar uang antarbank dapat dilihat dalam Tabel III.13

3.6.2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Penerbitan sertifIkat Bank Indonesia dalam periode Januari-Oktober 1996 mencapai jumlah sebesar Rp 95.681 miliar, atau meningkat sebesar 28,23 persen dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 1995 sebesar Rp 74.615 miliar. Dengan memperhitungkan pelunasan SBI yang telah jatuh waktu dan tidak diperpanjang lagi, termasuk SBI milik asing sebesar Rp 94.560 miliar, maka posisi SBI pada akhir Oktober 1996 menjadi sebesar Rp 12.971 miliar yang berarti meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 10.335 miliar.

3.6.3. Surat berharga pasar uang (SBPU)

Surat berharga pasar uang adalah merupakan salah satu piranti moneter dalam operasi pasar terbuka, berfungsi juga untuk menjaga likuiditas perbankan terutama dalam hubungannya dengan ekspansi kredit perbankan, dan sebagai sarana dalam mengatur jumlah uang beredar. Dalam periode Januari-Oktober 1996, Bank Indonesia telah melakukan pembelian SBPU sejumlah Rp 105.111 miliar, atau menurun sebesar 12,03 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 1995 yang mencapai sebesar Rp 119.487 miliar. Relatif rendahnya penjualan SBPU oleh bank-bank menunjukkan kecenderungan menurunnya pemanfaatan dana SBPU oleh bank-bank dalam upaya memenuhi kebutuhan likuiditas rupiah dalam jangka pendek. Dengan memperhitungkan penebusan SBPU dalam bulan Januari 1996 sampai dengan bulan Oktober 1996 sebesar Rp 109.091 miliar, maka pada akhir Oktober 1996 posisi SBPU mencapai sebesar Rp 225 miliar.

3.6.4. Sertifikat deposito

Dana sertifikat deposito yang dihimpun bank pemerintah, bank asing, dan bank swasta nasional, merupakan suatu alternatif penanarnan dana yang semakin menarik. Hal ini tercermin pada perkembangan dana sertifikat deposito yang semakin pesat dari waktu ke waktu. Selama periode Januari-Oktober 1996 sertifikat deposito telah mengalami peningkatan dari sebesar Rp7.765 miliar pada akhir Desember 1995menjadi sejumlah Rp 12.949 miliar pada akhir Oktober 1996 atau meningkat sebesar 66,76 persen, yang berarti lebih rendah bila dibandingkan dengan peningkatan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 235,4 persen. Bertambahnya dana sertifikat deposito dalam periode Januari-Oktober 1996 terutama disebabkan oleh meningkatnya dana sertifikat deposito yang dihimpun oleh bank-bank swasta nasional sebesar 78,7 persen. Sedangkan dana sertifikat deposito yang dihimpun oleh bank asing dan bank pemerintah dalam

periode yang sama mengalami peningkatan masing-masing sebesar 94,5 persen dan 45,4 persen. Perkembangan dana sertifikat deposito dapat dilihat dalam Tabel III.14.

Nilai transaksi Suku bungs

Mas a rata-rata tertimbang

( persen per tahun )

1984 8.055 9,95 1985 8.055 9,95 1986 8.022 13,79 1987 9.323 14,5 1988 12.491 14,93 1989 22.906 12,4 1990 38.905 14,93 1991 48.420 15,32 1992 57.808 12,09 1993 90.107 8,72 1994 110.990 8,87 1995 189.259 13,67 Januari - Maret 33.451 12,79 April- Juni 40.278 15,14 Juli - September 57.297 13,07 Oktober - Desember 58.233 13,66 1996 Januari 23.296 12,82 Pebruari 19.253 13,3 Maret 20.010 12,39 Januari - Maret 63.219 12,84 April 38.019 15,23 Mei 42.169 14,86 Juni 43.644 13,93 April- Juni 123.832 14,67 Juli 50.863 14,37 Agustus 53.921 15,1 September 43.574 14,81 Juli - September 148.358 14,76 Oktober 47.993 14,84 Tabel III.13

NILAI TRANSAKSI DAN TINGKAT BUNGA PASAR UANG ANTARBANK DI JAKARTA, 1984 -1996

( Millar rupiah )

3.6.5. Suku bunga

Sejalan dengan relatif terkendalinya jumlah uang beredar dan laju inflasi, Pemerintah berupaya untuk menurunkan spread tingkat bunga deposito dan kredit. Dalam kaitan ini, Bank

Indonesia telah menempuh berbagai kebijaksanaan yang diarahkan untuk menekan biaya intermediasi dan memperkecil risiko kredit macet. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan mempercepat penyelesaian konsolidasi bank-bank, menyempurnakan rambu-rambu kehati--hatian pengelolaan bank, serta meningkatkan profesionalisme para bankir. Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan spread tingkat bunga deposito dan kredit perbankan semakin kecil.

Suku bunga SBI relatif stabil dalam tahun 1996, demikian pula suku bunga deposito. Upaya efisiensi yang dilakukan oleh perbankan tampaknya telah menunjukkan hasil, yang tercermin dari menurunnya tingkat bunga kredit modal kerja dari 19,29 persen dalam bulan Januari 1996 menjadi 19,21 persen dalam bulan Oktober 1996. Namun untuk bunga kredit investasi masih sedikit mengalami peningkatan dari 16,21 persen dalam bulan Januari 1996 menjadi 16,48 persen dalam bulan Oktober 1996.

Suku bunga pasar uang antarbank berdasarkan rata-rata tertimbang dalam perkembangannya telah mengalami peningkatan dari 12,82 persen dalam bulan Januari 1996 meningkat menjadi sebesar 14,84 persen dalam bulan Oktober 1996.

Tingkat diskonto sertifikat Bank Indonesia dan surat berharga pasar uang selama JanuariOktober 1996 relatif stabil. Sedangkan untuk suku bunga deposito ( 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan) sedikit meningkat masing-masing dari 16,90 persen, 16,52 persen, dan 15,63 persen dalam bulan Januari 1996 menjadi 16,92 persen, 16,84 persen, dan 15,90 persen dalam bulan Oktober 1996. Sementara itu, untuk suku bunga deposito berjangka. 3 bulan sedikit menurun dari 17,20 persen dalam bulan Januari 1996 menjadi 17,18 persen dalam bulan Oktober 1996.

Searah dengan semakin efisiennya perbankan maka spread antara bunga deposito dan kredit perbankan semakin mengecil, sehingga suku bunga pinjaman untuk kredit modal kerja telah mengalami penurunan dari 19,29 persen dalam bulan Januari 19% menjadi 19,21 persen dalam bulan Oktober 1996. Perkembangan suku bunga dalam negeri dapat dilihat dalam Tabel III.15.

3.7. Lembaga Perbankan