• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Ruang

Dalam dokumen Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I (Halaman 95-99)

BAB VII ASPEK-ASPEK YANG MEMBERIKAN PELUANG

7.1.2 Pelaksanaan Ruang

Aspek pelaksanaan merupakan salah satu aspek penting dalam suatu rencana di samping aspek-aspek lainnya. Pelaksanaan ruang juga dapat dipahami sebagai perwujudan tata ruang yang berarti kegiatan di lapangan untuk menetapkan bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang. Selain itu, aspek pelaksanaan juga merupakan suatu tolak ukur untuk menilai bahwa suatu rencana tersebut dapat dipahami dan diterapkan.

Bentuk kegiatan pelaksanaan penataan ruang antara lain juga berbentuk kegiatan pematokan di lapangan untuk menunjukkan batas-batas ruang terkait pemanfaatan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perwujudan tata ruang belum tampak adanya wujud kegiatan serta bangunan-bangunan di lapangan sebab yang ditata baru alokasi tempat-tempat yang akan diisi dengan kegiatan serta sarana dan prasarananya yang diperlukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak RDM (Dinas Penataan Ruang Kota Bogor):

‘pelaksanaan ruang itu juga dapat dikatakan sebagai perwujudan tata ruang, yang dalam prosesnya ditetapkan peruntukkan bagian-bagian ruangnya. Nah, kalau perwujudan tata ruang itu masih belum terlihat bentuk kegiatannya. Yah, yang ditata baru tempat-tempat yang akan diisi saja’.

Terkait dengan kewajiban pemerintah dalam penataan ruang, maka pemerintah wajib mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat dan mendengarkan masukan, saran atau keberatan yang diajukan masyarakat atas rencana tata ruang tersebut. Agar masukan, saran, dan keberatan masyarakat itu bersifat rasional dan beralasan, pemerintah juga wajib menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran, pengertian, dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan latihan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan perencanaan tata ruang terdapat upaya pembinaan ruang, yakni dalam rangka memantapkan pelaksanaan penataan ruang.

Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Bogor adalah dalam dua bentuk. Pertama, sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan untuk memberikan dan meyebarluaskan informasi terkait dengan rencana penataan ruang yang ditetapkan di tiap-tiap pembangunan perwilayahan Kota Bogor. Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Penataan Ruang dirasa belum efektif dan kurang menyentuh masyarakat luas. Hal ini dipahami karena sosialisasi yang dilakukan hanya kepada kepada segelintir staf kelurahan di masing-masing perwilayahan dan dilakukan di keramaian umum (pusat perbelanjaan atau mall). Adapun sosialisasi yang dilakukan di pusat perbelanjaan atau mall dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 5 Sosialisasi Rencana Tata Ruang Wilayah di Pusat Perbelanjaan (mal)

Sumber: Dinas Penataan Ruang (2007)

Sosialisasi yang dilakukan kepada staf kelurahan, kurang mengena dan tidak menimbulkan motivasi untuk menyebarkan informasi mengenai RTRW dan RDTRK kepada masarakat lain (terutama petani). Sementara itu, sosialisasi yang dilakukan di keramaian umum seperti di pusat perbelanjaan atau mal dirasa kurang efektif. Hal ini karena, fokus masyarakat yang datang ke pusat perbelanjaan atau mall adalah belanja sehingga informasi di luar itu kurang atau bahkan tidak terperhatikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa responden:

‘ Sosialisasi yang dilakukan tentang RTRW kurang menarik, dan sulit dipahami oleh masyarakat terutama para petani. Jadi, percuma saja ngasih tahu kepada mereka’. (Bapak UJG, Perangkat Kelurahan Mulyaharja)

‘Dinas Penataan Ruang kurang menekankan keharusan bagi peserta sosialisasi untuk menyampaikan mengenai RTRW kepada berbagai pihak. Serta tidak ada ketentuan sanksi yang diberikan bagi peserta jika tidak menyampaikan informasi tersebut’.(Bapak BEN, Perangkat Kelurahan Mulyaharja)

Kedua, menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan. Pembinaan dalam bentuk ini belum dilakukan oleh pihak pelaksana. Mereka beralasan, program pembinaan ini dirasa belum bersifat mendesak, yakni tidak perlu segera dilaksanakan. Sejauh ini, meskipun program tersebut tidak dilaksanakan tidak membawa dampak yang besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Bapak RDM (Dinas Penataan Ruang Kota Bogor):

‘..Dinas Penataan Ruang belum merasa perlu untuk melakukan kegiatan penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan terkait dengan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. Karena, belum mendesak untuk dilakukan’.

Seharusnya, mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terutama petani melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan adalah penting. Hal ini dapat membantu para petani untuk mempertahankan lahan pertanian mereka. Paling tidak bila kegiatan penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan dilakukan, para petani mendapatkan informasi akurat terkait dengan

RTRW dan RDTRK. Sehingga dengan sendirinya, dapat mengetahui mekanisme apa yang dapat dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian mereka jika ada pihak yang ingin memaksa untuk membeli lahan dengan bentuk penggunaan tertentu seperti pembangunan dan pengembangan kompleks perumahan baru.

Pelaksanaan penataan ruang Kota Bogor yang dapat disoroti secara spesifik adalah mengacu pada ketersediaan dana pembangunan. Sumber pembiayaan pelaksanaan penataan ruang berasal dari pemerintah daerah Kota Bogor, swasta, dan masyarakat. Dari ketiga sumber pembiayaan ini dana terbesar bagi pembiayaan pembangunan berasal dari pemerintah. Meskipun begitu, sumber pembiayaan yang terbesar terkait dengan pembangunan dan pengembangan kawasan perumahan adalah dari pihak swasta. Aturan yang menjelaskan diperbolehkannya sumber pembiayaan pembangunan dan pengembangan kota oleh PT. A sebagai swasta, memberikan peluang bagi PT. A untuk melakukan kapitalisme besar-besaran. Dengan alasan ikut serta dalam upaya pelaksanaan penataan ruang, PT. A mendapatkan keleluasaan untuk melakukan akumulasi modal dan meningkatkan surplus ekonomi. Akibatnya, lahan pertanian tergasak menjadi kompleks perumahan baru yang dibangun oleh PT. A.

Adapun kekuatan lain yang membantu PT. A dalam menjalankan pembangunan dan pengembangan kompleks perumahan baru, yakni adanya Peraturan Pemerintah Nomor 80/1999. Peraturan tersebut menjelaskan tentang kawasan siap bangun. Selain itu, diperkuat pula oleh kebijakan strategi nasional perumahan dan permukiman (KSNPP) yang menjelaskan bahwa perumahan dan permukiman tidak dapat terpisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkan, terkait dengan penyediaan prasarana dan sarana (utilitas umum). Alokasi ruang terbesar yang ada di Kampung Cibereum Sunting disetujui dalam pelaksanaannya untuk dimanfaatkan sebagai kawasan usaha PT. A yang bersangkutan, yakni pembangunan dan pengembangan kompleks perumahan. Hal ini sesuai dengan fakta yang didapat peneliti di lapangan, bahwa di Kampung Cibereum Sunting hampir sebagian besar lahan pertaniannya berubah menjadi kompleks perumahan. Terlihat di sini bahwa pelaksanaan penataan ruang di Kampung Cibereum Sunting yang telah diatur dalam RTRW dan RDTRK dilakukan oleh pihak swasta (PT. A). Pada intinya, bukan hanya RTRW dan RDTRK-nya saja diperuntukkan sebagai

wilayah permukiman melainkan sudah terlaksana pembangunan kompleks perumahan elit di wilayah tersebut.

Dalam dokumen Oleh: LUISITA FILOSOFIANTI I (Halaman 95-99)