• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KECERDASAN SPIRITUAL

E. Penelitian Peranan Hidup Doa dalam Meningkatkan

4. Pembahasan Hasil Penelitian

a. Kekuatan, Hal-hal Baik yang Ada dalam Diri Para Suster

Dari hasil penelitian sepuluh responden, penulis menemukan ada kekuatan atau hal-hal baik yang dimiliki oleh para suster dalam memelihara hidup doa dan sungguh berperanan dalam meningkatkan kecerdasan spiritualnya. Tentu saja hidup doa berpengaruh juga dalam meningkatkan Kecerdasan intelektual (IQ),

Kecerdasan Emosi (EQ) dan Kecerdasan Sosial (SI) para suster. Sebagaimana dikatakan oleh Zohar dan Marshall bahwa, Kecerdasan Spiritual (SQ) mengarahkan pusat otak, mengintegrasikan semua intelligensi, menjadikan kita manusia yang penuh, intelektual, emosional dan spiritual.

Kekuatan yang dimiliki oleh para suster dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu; kekuatan yang datang dari dalam diri dan kekuatan yang datang dari luar diri. Kedua hal tersebut dijelaskan demikian:

1) Dari dalam diri (intern)

Pengalaman akan kasih Allah, pengalaman dicintai Allah tanpa syarat, pengalaman pengampunan tanpa syarat yang dialami para suster dalam doa (doa-doa harian, rekoleksi, retret) sungguh menjadi kekuatan yang mendalam. Hal ini juga nampak dalam ketekunan, kesetiaan (memprioritaskan waktu untuk berdoa, kontemplasi, refleksi, discernment). Para suster juga mengalami imannya semakin dikuatkan, harapan diperteguh dan percaya bahwa Tuhan senantiasa menyertai mereka. Meskipun para suster mengalami jatuh bangun dalam membangun kesetiaan dan ketekunan untuk terus-menerus berdiskresi dan belajar bersikap tegas dengan diri sendirijuga menjadi kekuatan dalam membina hidup rohaninya. Hidup yang reflektif juga memampukan para suster untuk dapat memaknai setiap peristiwa hidup yang dialaminya. Misalnya pengalaman ditolak, tidak diterima, disakiti menumbuhkan semangat pengampunan dalam diri para suster. Pengalaman pertobatan juga dibangun terus menerus dalam kehidupannya sehari-hari. Menjadi lebih tenang dan dewasa ketika menghadapi masalah dan selalu

berpikir positif tentang orang lain juga menjadi kekuatan para suster. Pengalaman mengirim komuni setiap sore kepada para pasien di rumah sakit juga menjadi kekuatan karena perjumpaan dengan para pasien yang sakit mengingatkan dan menyadarkan para suster akan kerapuhan dan ketakberdayaan sebagai manusia. Peristiwa apapun yang dialami, para suster mampu memaknainya dengan melihat sisi baik misalnya dari pengalaman kegagalan atau kesulitan yang dihadapinya. Hal ini nampak bahwa para suster mulai tumbuh dalam kecerdasan spiritualnya melalui pengalaman kesehariannya.

Dengan demikian para suster semakin rendah hati mengandalkan Allah dalam hidupnya. Ketekunan dan kesetiaan dalam mengolah hidup, refleksi, diskresi terus-menerus semakin menolong para suster untuk pemurnian diri dalam membangun hidup panggilannya sesuai dengan kharisma Bunda Elisabeth, Bunda Pendiri kongregasi.

2) Dari luar diri (ekstern)

Kekuatan atau hal-hal baik yang mendukung hidup doa para suster yunior dalam membangun hidup rohaninya adalah; Kebutuhan hidup rohani terpenuhi oleh kongregasi melalui komunitas, misalnya: doa-doa harian, rekoleksi, retret, ekaristi setiap hari dan penerimaan sakramen-sakramen lainnya. Suasana komunitas yang mendukung (jadwal doa yang teratur) juga para suster yang selalu peduli dengan hidup rohani para suster yunior dengan selalu mengingatkan ketika lalai dalam doa. Membaca bacaan rohani juga menjadi salah satu kekuatan dalam memelihara hidup doanya.

Pengalaman perjumpaan dengan mereka yang dilayani terlebih para pasien, (orang sakit) menjadikan kekuatan para suster karena di sana para suster mengalami bagaimana ikut ambil bagian dalam penderitaan Yesus yang telah mencintainya. Hal ini juga menunjukkan bahwa para suster memiliki indikasi tumbuh dalam kecerdasan spiritual dimana para suster memiliki sikap belarasa, memiliki sikap empati, perhatian pada sesama suster sekomunitas maupun dalam perutusannya sebagimana telah diwariskan oleh Pendiri Kongregasi “Berbelarasa kepada mereka yang mengalami kesesakan hidup”.

Tantangan dan kesulitan dalam perutusan dan karya juga menjadi kekuatan para suster karena menyadari ketakberdayaan, ketidakmampuan sebagai manusia dan hanya mengandalkan Allah dalam hidupnya. Kesadaran diri akan ketakberdayaan dan hanya mengandalkan Allah menunjukkan bahwa para suster memiliki kecerdasan spiritual, dimana para suster memiliki kesadaran diri yang mendalam akan apa yang diyakini dan yang bernilai bagi dirinya serta yang menggerakkannya yakni Allah sendiri.

b. Kelemahan/Kesulitan

Meskipun para suster yunior memiliki kekuatan atau hal-hal baik yang berkaitan dengan hidup doa dan yang berkaitan dengan Kecerdasan Spiritualnya, tidak terlepas pula bahwa para suster juga memiliki kelemahan atau kesulitan didalam membangun dan memelihara hidup doanya. Kelemahan atau kesulitan tersebut datang dari dalam diri para suster juga dari luar diri para suster.

1) Dari dalam diri (Intern)

Kesulitan yang dialami dari dalam diri para suster dalam memelihara hidup doa, mempengaruhi penghayatan hidupnya sehari-hari, terlebih menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan secara spiritual. Para suster mengalami bahwa ketika afeksi tidak terolah dengan baik (menuruti rasa malas, bosan, capek) doa hanya menjadi sebuah rutinitas. Para suster juga mengalami ketika menuruti rasa malas, bosan, pelariannya nonton TV atau internet dengan dunia mayanya dan bisa bertahan dalam waktu yang lama ketimbang duduk di ruang doa. Selain itu kesulitan yang dialami adalah management waktu yang disadari belum baik sehingga tidak memiliki keberanian untuk bersikap tegas dengan diri sendiridalam membuat pilihan dan mengambil keputusan. Dampaknya adalah menyibukkan diri dengan karya/studi dan mengabaikan doa. Akhirnya menjadi pribadi yang tidak setia dengan komitmen yang telah dibangun di awal hidup panggilannya.

Hal ini juga menunjukkan bahwa ketika para suster yunior tidak mampu mengolah afeksinya, para suster menjadi tidak cerdas secara spiritual, karena indikasi bahwa seseorang memiliki kecerdasan spiritual adalah bahwa dia mampu mengembangkan emosinya menjadi pribadi yang lebih dewasa termasuk dalam membuat pilihan yang tidak hanya menuruti rasa senang semata.

Darminta, SJ dalam tulisannya “Pengalaman dan Pergulatan Selama Masa Yunior” mengatakan bahwa ketika seseorang semakin paham atau mengenali situasi hati dan hidup afektifnya akan tahu bagaimana mengarahkan hal-hal yang baik dan positif. Hidup afektif inilah yang memampukan seseorang

untuk menentukan pilihan yang baik atau buruk dalam bertindak. Dengan demikian para suster ditantang untuk mengolah hati dan afeksi sehingga mampu pula membuat suatu pilihan yang tepat dalam kehidupan sehari-hari (Darminta, 1994: 6).

2) Dari luar diri (ekstern)

Selain kesulitan yang dirasakan datang dari dalam diri, para suster juga mengalami kesulitan yang bersumber dari luar dirinya. Para suster mengalami bahwa beban tugas studi dan karya yang menyita waktu, misalnya; banyak tugas kuliah, kuliah sampai pkl. 18.00 sehingga waktu berdoa menjadi tidak efektif. Hal lain yang dialami menghadapi pribadi-pribadi yang sulit, baik di komunitas maupun di tempat karya. Tugas-tugas intern komunitas dan kongregasi yang membutuhkan waktu dan tenaga sementara tuntutan yang sama dari tugas studi dan karya.

Selain itu para suster mengalami ketidak mampuan menghadapi keprihatinan dalam komunitas maupun karya. Pengalaman ini disadari bahwa ketika para suster hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri dan bukan mengandalkan penyelenggaraan Tuhan, apapun yang dilakukan menjadi tak bernilai dihadapan Allah. Dengan demikian, para suster diajak untuk semakin memiliki komitmen diri, memiliki kedisiplinan, efisien dan efektif dalam menjalankan tugas yang telah dipercayakan kongregasi dengan penuh tanggungjawab.

c. Peluang

Ketika penulis mencermati data yang diperoleh dari para suster yunior, penulis berpendapat bahwa meskipun para suster yunior mengalami kesulitan dalam memelihara hidup rohani secara khusus hidup doa, para suster masih memiliki peluang, ruang gerak untuk memelihara dan mengembangkan hidup doanya, sehingga doa menjadi sungguh berperanan dalam meningkatkan kecerdasan spiritualnya. Hal ini dikuatkan dengan penemuan bahwa para suster juga memiliki kekuatan atau hal-hal baik yang terus-menerus dikembangkan.

Peluang atau ruang gerak bagi para suster dalam memelihara hidup doanya adalah; tersedia waktu berdoa yang baik oleh masing-masing komunitas, mengikuti perayaan Ekaristi setiap pagi dan perayaan sakramen lainnya. Retret tahunan, rekoleksi komunitas, pertemuan khusus para suster yunior yang sudah terjaduwal dengan baik. Pembinaan-pembinaan khusus misalny; untuk para suster yunior dalam satu angkatan dengan materi yang beragam sesuai kebutuhan yang sudah terprogram dengan baik dan selama ini sudah diupayakan untuk dilaksanakan.

Waktu doa pribadi sangat dimungkinkan karena setiap pribadi dengan bebas dapat mengatur sesuai dengan kebutuhan. Artinya bahwa para suster yunior dapat memanfaatkan kesempatan waktu doa pribadi dengan lebih intensif.Selain itu suasana komunitas yang sangat mendukung artinya bahwa keterlibatan para suster yunior dalam komunitas disesuaikan dengan ketersediaan waktunya. Bahkan tugas-tugas tersebut dibuat secara bergilir sehingga tidak memberatkan tugas utama para suster yunior, baik yang studi maupun yang di karya.

Selain bentuk doa pribadi yang telah diakrabi selama ini penulis mengajak para suster untuk senantiasa dapat melatih diri melalui doa-doa yang sudah dilaksanakan baik doa-doa pribadi maupun doa-doa bersama dalam komunitas dalam meningkatkan kecerdasan spiritualnya. Hal ini sangat dimungkinkan karena doa-doa yang telah dihidupi selama ini baik doa pribadi maupun doa bersama sangat mendukung perkembangan kehidupan rohaninya. Banyak peluang yang dapat diusahakan oleh para suster. Hal yang penting adalah para suster dituntut untuk memiliki komitmen diri dalam kedisiplinan waktu, kesetiaan dan ketekunan, memiliki daya juang yang kuat dan hidup reflektif yang tinggi. Dengan demikian akan membantu tumbuh kembangnya kecerdasan spiritual para suster yang juga akan berpengaruh pada tumbuh kembangnya kecerdasan yang lainnya.

d. Harapan ke Depan

Setelah melihat peluang yang dapat dilakukan oleh para suster yunior, penulis mempunyai harapan besar bahwa para suster dimampukan untuk dapat memelihara hidup doanya secara intensif sehingga mampu pula meningkatkan kecerdasan spiritual terlebih dalam penghayatan hidupnya sehari-hari sebagai suster yunior CB. Artinya bahwa doa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas, namun doa yang sungguh diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman hidup doa yang telah dihidupi oleh para suster selama ini meskipun mengalami jatuh-bangun memberi harapan besar bahwa kesulitan apapun dapat diatasi dengan membangun kerinduan terus menerus keintimitas relasi dengan Allah.

Selain itu para suster juga diharapkan mampu membudayakan penghayatan kehadiran Allah melalui doa-doa yang secara pribadi dihidupi dan diakrabi. Misalnya doa tembak, doa hening, doa nama, doa pasrah, doa penyadaran diri serta meditasi/kontemplasi yang telah menjadi milik dan dihidupi setiap harinya.

Kesadaran bahwa budaya refleksi dan diskresi menjadi hal yang penting dalam membangun hidup rohani maka, diharapkan agar para suster dengan kesetiaan terus-menerus menghidupi dan mengembangkannya dalam hidup kesehariannya. Para suster juga menyadari bahwa, tanpa hidup doa para suster tidak mampu berbuat apa-apa, studi dan karya menjadi rutinitas yang membosankan. Dengan kesadaran tersebut yang menjadi salah satu indikasi tumbuhnya kecerdasan spiritual yaitu kesadaran diri yang mendalam, para suster diharapkan memiliki komitmen yang kuat, sehingga kesulitan apapun yang dijumpai tidak melemahkan semangat dalam membangun relasi dengan Tuhan.

Kesadaran akan ketidakmampuan diri di hadapan Allah menjadikan para suster juga senantiasa bersikap rendah hati dan mengandalkan kekuatan Allah dalam seluruh pergulatan hidupnya. Para suster juga menyadari bahwa dengan menjalin relasi yang mendalam dengan Tuhan dalam doa, memampukan mereka untuk dapat berdiskresi dengan baik. Artinya bahwa dengan membangun relasi dengan Allah dimampukan untuk masuk dalam kedalaman hati dimana Allah bertahkta. Para suster juga semakin peka dengan gerakan Roh dalam hatinya sehingga mampu dalam mengambil keputusan dan melaksanakannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa para suster sedang bertumbuh dalam kecerdasan spiritual,

karena menjadi lebih peka dengan gerakan Roh sehingga dengan sungguh pula menghayati panggilannya sebagai suster CB.

Upaya yang dilakukan para suster, dilain pihak menyadari bahwa untuk mencapai kecerdasan spiritual, melewati pengalaman keseharian (kecerdasan emosi, kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial) yang kodrati yang mengalami tranformasi nilai menuju yang adikodrati. Kesadaran ini dapat ditemukan ketika para suster senantiasa berefleksi dan berdiskresi setiap saat, apapun pengalaman yang dijumpai.

Dengan upaya terus-menerus membangun hidup doa, para suster mengalami bahwa mereka semakin bertumbuh dan berkembang dalam hidup doa yang sungguh berperanan dalam meningkatkan kecerdasan spiritualnya. Artinya bahwa para suster mengalami bahwa mereka semakin tumbuh dan berkembang dalam hidup doa juga kecerdasan spiritualnya, meskipun selalu ada hambatan dan tantangan yang tak dapat dielakkan. Para suster juga menyadari bahwa tidak mudah dalam membangun hidup rohani, namun kedisiplinan diri, memiliki komitmen dan daya juang yang tinggi menjadi hal yang sangat penting bagi para suster ketika dihadapkan pada realitas. Kepercayaan yang kuat akan cinta dan rahmat Allah dalam hidupnya mengajak para suster untuk terus menerus bertekun dalam membangun hidup rohaninya.