• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidi"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER-SUSTER

CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Paulina Sartipa NIM: 081124034

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Paulina Sartipa NIM: 081124034

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini saya persembahkan kepada para Suster Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih

Santo Carolus Borromeus

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani perutusan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

(6)

v

“Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya,

(7)
(8)
(9)

viii

Para suster yunior Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus wilayah Daerah Istimewah Yogyakarta adalah generasi penerus kongregasi yang sedang berproses membina diri semakin masuk dalam tubuh kongregasi dengan segala keprihatinannya. Sebagai suster yunior yang sedang berproses membina diri belum memahami kecerdasan spiritual secara lebih mendalam, sehingga kesulitan dan tantangan yang dialami dalam menghayati hidup panggilan dan perutusannya, belum disikapi secara cerdas pula. Melihat keprihatinan ini maka, para suster yunior CB membutuhkan doa sebagai kekuatan yang menggerakkan dan mendayainya untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam menghayati hidup panggilan dan perutusannya. Berdasarkan keprihatinan tersebut penulis tergerak memilih judul skripsi: PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DIY.

Hidup doa ialah kebiasaan rutin menyediakan waktu untuk menjalin relasi dengan Tuhan melalui doa-doa harian, yang dilakukan dengan kesadaran dan kepercayaan yang mendalam akan belas kasih dan cinta Allah yang menjadi dasar, kekuatan, daya, spirit yang menggerakkan dan mengarahkan manusia pada kepenuhan hidup dalam Tuhan. Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang menjadi bagian dari diri manusia yang paling dalam yaitu hati nurani yang memampukan manusia memaknai seluruh hidupnya dengan lebih baik.

(10)

ix

The junior sisters of CB in the region of DIY is the next generation of the congregation who are in the process of developing themselves into the body of the congregation with its concerns. As a junior sister who is developing they has not understood yet about spiritual intelligence deeply, so that the difficulties and challenges that are experienced in their vocation and mission, has not beer responded intelligently yet. Furthermore, seeing this concern the CB junior sisters need prayer as their strength that moves and empower them to improve the spiritual intelligence in living out their vocation and mission. Based on this concerns the writter chose the title of this writing: THE ROLE OF PRAYER LIFE TO INCREASE INTELLIGENCE SPIRITUAL OF THE JUNIOR SISTERS IN THE CONGREGATION OF SISTERS OF CHARITY OF SAINT CHARLES BORROMEO IN THE REGION OF DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Prayer life is a habit to have time to establish a relationship with God through daily prayers, which is performed with consciousness and a deep trust of the compassion and love of God which becomes the fundamental, strength, power, spirit that drives and directs people to the fullness of life in God. While spiritual intelligence is the intelligence of the soul as part of the inner selfs that is a human conscience that enables human to make the meaning of his life better.

(11)

x

Syukur dan terimakasih kepada Allah yang telah melimpahkan berkat-Nya yang melimpah dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis juga bersyukur atas cinta dan perhatian dari berbagai pihak dalam bentuk dukungan, membimbing dengan penuh kerelaan dan kesabaran, masukan dan kritikan yang membangun dan dukungan doa-doa sehingga penulis dengan kesabaran dan ketekunan pula dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI SUSTER-SUSTER CINTA KASIH SANTO

CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA.

Penulis menyadari dan mengakui dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, namun berkat dukungan dari berbagai pihak maka penulis dengan penuh keyakinan mempersembahkan yang terbaik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

(12)

xi

wali, yang telah menyediakan diri dan waktu dengan penuh pengertian untuk membimbing dan memberikan masukan mengenai penulisan skripsi ini.

3. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen penguji III, yang telah memberikan perhatian, bimbingan, dukungan dan semangat dalam mempertanggungjawab skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unuversitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung dan mendidik penulis selama belajar sampai selesai penulisan skripsi ini. 5. Sr. Carolina, CB beserta Staf Dewan Pimpinan Provinsi Kongregasi

Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan perutusan studi sampai selesai penyusunan skripsi ini.

6. Sr. Yesina, CB selaku Kepala Kantor Yayasan Tarakanita Wilayah Yogyakarta, pendamping suster studi dan pendamping suster yunior yang dengan kesabaran dan kesetiaan mendukung dan memfasilitasi penulis selama menjalani perutusan studi sampai selesai penyusunan skripsi ini.

7. Sr. Elsa Maryudah, CB, selaku Ketua Yayasan Tarakanita Pusat, yang telah memfasilitasi penulis selama menjalani perutusan studi.

(13)
(14)

xiii

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

MOTTO………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK ……… viii

ABSTRACT ……….... ix

KATA PENGANTAR ……….. x

DAFTAR ISI ………. xvi

DAFTAR SINGKATAN ……….. xxi

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

F. Sistematika Penulisan ……….. 8

(15)

xiv

d. Berbagai Isi Doa ………... 32

B. Spiritualitas Doa dalam Kongregasi ……… 35

1. Konstitusi CB ………. 35

2. Kisah Pendiri Kongregasi Elisabet Gruyters (EG) ……… 36

3. Senantiasa Hati Kami Mendambakan Allah ………. 39

C. Keadaan Praksis Hidup Doa Para Suster CB Wilayah DIY…. 42 D. Keadaan Praksis Hidup Doa Para Suster Yunior Wilayah DIY ………... 45

1. Aspek Rohani ………. 46

2. Pembinaan Terus-menerus ………. 55

E. Pentingnya Bimbingan Hidup Doa Masa Yunior ……… 56

BAB III. KECERDASAN SPIRITUAL ………... 63

A. Macam-macam Kecerdasan ………. 63

1. Kecerdasan Spiritual (SQ) ………. 63

2. Kecerdasan Intelektual (IQ) ……….. 66

3. Kecerdasan Sosial (SI) ………... 67

4. Kecerdasan Emosional (EQ) ……… 69

B. Perkembangan dan Pertumbuhan Kecerdasan Spiritual …….. 72

C. HubunganTimbal Balik Antara Doa dan Kecerdasan Spiritual ………... 79

D. Perkembangan Hidup Doa dan Kecerdasan Spiritual Pendiri ……….. 82

E. Penelitian Peranan Hidup Doa dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual para Yuster Yunior CB Wilayah DIY……… 87

1. Pendahuluan ………... 87

a. Latar Belakang ………. 87

b. Permasalahan Penelitian ……….. 88

c. Tujuan Penelitian ……… 89

(16)

xv

b. Tempat dan Responden Penelitian ………... 91

c. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data………...……… 91

d. Teknik Analisa Data ………. 92

e. Keabsahan Data ……… 93

3. Laporan Hasil Penelitian ……… 93

4. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 101

a. Kekuatan, Hal-hal Baik yang Ada dalam Diri Para Suster ……… 101

b. Kelemahan / Kesulitan ………. 104

c. Peluang ………. 106

d. Harapan ke depan ………. 108

5. Kesimpulan Umum ……… 110

BAB IV. PENCERMATAN KRITIS TERHADAP PERANAN HIDUP DOA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR CB WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ………... 115

A. Pencermatan Kritis ……… 116

1. Hal-hal yang Sudah Baik yang Perlu Dikembangkan…. 116 2. Hal-hal yang Masih Kurang dan Perlu Dikritisi Kembali……… 119

B. Dampak Hidup Doa ……….. 122

1. Penghayatan Hidup Sehari-hari ……… 122

2. Kecerdasan Spiritual ………... 124

C. Berhadapan dengan Warisan Spiritualitas Bunda Pendiri…. 126 1. Keprihatinan Allah ….……… 126

2. Salib ……… 127

(17)

xvi

DIY………. 133

1. Pendampingan Masa Yuniorat ……… 133

2. Pendampingan yang Menjadi Kekhasan CB …………... 138

3. Pendampingan Meningkatkan Kecerdasan Spiritual ….. 144

a. Kemampuan Discernment – Hati Berpikir ………… 144

b. Pertumbuhan Intuisi Rohani – Mata – kekuatan …... 146

c. Pertumbuhan Rasa Rohani – Hukum Kehidupan …. 148 d. Keningan .………... 152

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 155

A. Kesimpulan ………. 155

B. Saran ……… 157

DAFTAR PUSTAKA ………... 160

LAMPIRAN ……….. 163

Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian………. (1)

Lampiran 2: Pertanyaan Wawancara dengan Para Suster Yunior CB Wilayah DIY……….. (8)

Lampiran 3: Data Hasil Wawancara Para Suster Yunior CB Wilayah DIY ……….. (9)

Lampiran 4: Data Pelaksanaan Hidup Doa komunitas Para Suster CB Wilayah DIY ……… (39)

(18)

xvii A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan

kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Lain

CB : Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus. Direk : Direktorium Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus

dalam Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus (2004), Konstitusi beserta Direktorium, suatu manuskrip yang diterbitkan

oleh Dewan Pimpinan Umum Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus di Maastricht, Februari 1989, hal. 71 – 111.

DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta. Dkk : Dan kawan-kawan.

EG : Elisabeth Gruyters. Dewan Pimpinan Umum. (1987). Elisabeth Gruyters: Pendiri Sebuah Tarekat. Yogyakarta: Kanisius.

EQ : Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional).

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

(19)

xviii

Konst : Konstitusi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus dalam Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus (2004). Konstitusi beserta Direktorium, suatu manuskrip yang diterbitkan

oleh Dewan Pimpinan Umum Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus di Maastricht, Februari 1989, hal. 7 – 67.

KP : Kapitel Provinsi 2011, kumpulan hasil-hasil kapitel dalam

Kapitel Provinsi, suatu manuskrip yang diterbitkan oleh Pertemuan Kapitel Suster CB yang berlangsung tanggal 28 Februari – 6 Maret 2011 dan 30 September – 9 Oktober 2011 di Yogyakarta.

KUKP : Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005, kumpulan hasil-hasil

kapitel dalam Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi, suatu manuskrip yang diterbitkan oleh Pertemuan Kapitel Suster CB

yang berlangsung tanggal 16 Juli – 6 Agustus 2005 di Yogyakarta.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia.

No : Nomor.

SI : Social Intelligence (Kecerdasan sosial).

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman ini menjalani hidup sebagai seorang religius tidaklah mudah. Hidup religius adalah hidup yang dibaktikan untuk mengabdikan diri demi

Kerajaan Allah dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injil. Seorang religius mengarahkan hidupnya pada Tuhan dengan menghayati nilai-nilai Injil dan

disemangati oleh spiritualitas pendiri kongregasi, sehingga mampu memberi kesaksian hidup tentang Kerajaan Allah itu. Kesaksian hidup ini harus disadari terus-menerus, terlebih hidup di zaman ini yang sangat mengedepankan

pandangan bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup (hedonisme). Selain itu pandangan masyarakat modern yang menganggap

barang-barang duniawi sebagai ukuran kebahagiaan dan kesenangan (konsumerisme) yang disertai gaya hidup sekular yang merupakan tawaran yang sangat menarik (KUKP, 2005: 20).

Gaya hidup dan pandangan-pandangan ini menggerus nilai-nilai moral dan agama sehingga mempengaruhi pola hidup dan perilaku masyarakat. Ada

kecenderungan manusia untuk mengejar kekuasaan dan kekayaan, bahkan mempunyai pandangan bahwa keberhasilan hidup seseorang diukur dari tingginya posisi jabatan dan banyaknya materi yang diperoleh. Hal tersebut tidak menutup

(21)

seperti yang digambarkan di atas, sehingga akan kehilangan identitas sebagai orang yang terpanggil untuk memiliki dan mencintai Tuhan seutuhnya. Para

religius yang terjerumus dalam hidup duniawi akan kehilangan orientasi hidup yang menuntunnya ke dalam panggilan hidup sebagai religius yang lebih

berkualitas hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan melemahnya rasa religius yang tertanam dalam dirinya. Orang tidak lagi merasa berdosa terhadap Allah sehingga kesadaran dan usaha untuk pertobatan pun tidak nyata dalam kehidupannya.

Dengan demikian diharapkan bahwa para religius memiliki kecakapan dan kepekaan hati untuk mengembangkan rasa religiositas sehingga dimampukan

pula menemukan Allah yang menjadi sumber kekuatan dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi dengan kepercayaan dan dengan harapan yang kuat pula akan Allah yang menyertai, Allah yang menyelamatkan (Darminta, 1981a: 14).

Dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan cita-cita hidup religius, dibutuhkan ‘rasa religius’ yang kuat sehingga kesadaran dalam usaha

pertobatan terus-menerus sungguh diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pertobatan ini akan memampukan para suster untuk senantiasa memiliki kecakapan hati dan dengan keberanian mau bertumbuh dan berkembang

kecerdasan spiritualnya. Hal ini tampak dalam kecakapan dan keberanian mengakui dirinya dalam keadaan berdosa di hadapan Allah dan sesama,

kecakapan dan keberanian untuk membawa pengampunan pada dirinya dan sesama serta kecakapan dan keberanian untuk berdoa terus-menerus. Selain itu memiliki kecakapan dan keberanian untuk berbuat amal serta kebaikan secara

(22)

diri secara benar di hadapan Allah dan sesama, karena manusia menyadari ketakberdayaan diri maka dengan segala kerendahan hati membutuhkan Tuhan

dan sesama. Sikap hati inilah yang sungguh dibutuhkan untuk melihat mana yang sesuai atau tidak sesuai dengan hakikat hidup religius, nilai-nilai Injili dan

spiritualitas Kongregasi. Proses penyadaran ini berlangsung terus-menerus dalam menjalani dan menghayati hidupnya. Para religius juga diharapkan untuk terus-menerus menyadari betapa pentingnya menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan,

sehingga pengalaman relasi yang mendalam dengan Tuhan tersebut menjadi penggerak seluruh pola pikir, pilihan dan tindakan serta segala konsekuensinya.

Dengan demikian para religius mencapai kepenuhan hidup sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna dan berkualitas (KUKP, 2005: 73-75).

Manusia memiliki tiga dimensi yaitu; akal budi, tubuh dan jiwa.

Masing-masing dimensi tersebut memiliki kecerdasan yang bisa membantu manusia untuk menyelesaikan persoalan di dalam hidupnya. Akal budi merupakan wilayah

kecerdasan intelektual atau Intelligence Quotient (IQ) yang juga membantu manusia untuk berpikir secara rasional dan logis. Tubuh atau fisik menjadi basis kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) yang membantu manusia untuk

lebih menyadari, mengenali, mengelola emosinya sehingga mampu mengolah emosinya secara lebih cerdas. Sedangkan dimensi jiwa memiliki wilayah

kecerdasan yang disebut kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) yang membantu manusia untuk memaknai seluruh peristiwa hidup yang dialami untuk mencapai kepenuhan hidupnya. Dengan demikian kecerdasan spiritual sangat

(23)

menjadikan hidup ini menjadi lebih bermakna. Kecerdasan spiritual memampukan kita untuk lebih fleksibel dalam mengembangkan hidup karena

mengerti secara mendalam dan luas dan memberikan kebahagiaan. Kecerdasan spiritual membantu seseorang untuk lebih konsisten dengan pilihan hidup,

menjadi lebih dewasa dan juga menguatkan kemampuan berpikir. Dengan demikian seorang religius semakin dewasa dan bijak menghadapi tantangan dan pergumulan dalam mewujudkan nilai-nilai dan cita-cita hidup religius (Suparno,

2013: 25-28).

Kongregasi CB memiliki tahap-tahap pembinaan yang meliputi; masa

Postulat, masa Novisiat, masa Yunior dan masa bina lanjut. Penulisan ini, peneliti lebih fokus pada masa pembinaan Yunior yang diharapkan agar para suster yunior mampu mengembangkan aspek kecerdasan intelektual atau

Intelligence Quotient (IQ), kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ), kecerdasan sosial atau Sosial Intelligence (SI) dan kecerdasan spiritual atau

Spiritual Quotient (SQ). Berdasarkan pengalaman sebagai suster CB, program-program pada tahap Yunior tampak jelas bahwa isi dari program-program Yunior tidak hanya mengembangkan intelektual saja tetapi juga mengembangkan kemampuan

emosional dan spiritual. Namun dari pengalaman saya berpendapat bahwa meskipun ketiga kecerdasan tersebut diberi tempat untuk berkembang, namun

aspek spiritual hendaknya diberi porsi yang lebih besar dalam program pembinaan. Ketika aspek kecerdasan spiritual diberi porsi yang lebih besar, diharapkan hal itu akan membawa dampak bagi para suster yunior CB, semakin

(24)

memiliki hati yang berbelarasa, empati, merasa aman dan bahagia serta mampu memaknai seluruh pristiwa hidup baik yang menyenangkan maupun kegagalan

yang dialaminya. Memiliki motivasi yang tinggi untuk merealisasikan nilai-nilai Spiritualitas Bunda Elisabeth sebagai Pendiri Kongregasi.

Kenyataan yang dialami oleh para suster Yunior, tidaklah mudah untuk mencapai kebahagiaan dan kedalaman hidup dalam hidup panggilannya. Misalnya pengalaman yang penulis jumpai sebagai suster Yunior yang studi

kurang memberi prioritas waktu untuk berdoa, berefleksi, merenung dan berkomunikasi dengan diri dan Tuhan karena sudah capek, lelah kuliah sampai

sore, banyak tugas dari dosen dan kegiatan intern kongregasi dan komunitas yang banyak menyita waktu untuk mengerjakannya. Sebagai suster yunior yang sudah berkarya merasa “overload” dalam bekerja sehingga merasa capek, banyak tugas,

lelah, ngantuk sehingga kurang maksimal memberi waktunya untuk berelasi dengan Tuhan dalam doa.

Dengan melihat realitas ini, sangat penting dikembangkan kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ) bagi perkembangan diri para suster Yunior CB yang sudah tentu dibangun atas dasar hidup doa yang kuat atau yang

mendalam. Melihat realitas ini pula, para suster Yunior CB wilayah Yogyakarta sangat membutuhkan hidup doa yang merupakan jiwa serta dasar, faktor yang

(25)

hidupnya dengan lebih sungguh di hadapan Allah, baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman kegagalan.

Kesetiaan dan ketekunan menjalin relasi dengan Allah lewat hidup doa akan membuahkan sikap-sikap; bijaksana, penuh cinta, merasa aman dan bahagia.

Hal ini tampak juga dalam sikap hidupnya yang membawa dan menghidupi nilai-nilai, kerendahan hati, selalu mempunyai semangat atau tidak lekas putus asa, mempunyai kemauan untuk maju dan mengembangkan diri, melihat sesama

secara positif, mampu memberi makna pada penderitaan yang dialaminya. Mampu berkomunikasi dan menjalin relasi dengan baik terhadap sesama baik dalam hidup

bersama maupun dalam dunia kerja, memiliki emosi yang matang dan stabil sehingga bisa menghadapi konflik dengan bijaksana, mempunyai rasa tanggung jawab terhadap hal-hal yang dipercayakan kepadanya, memiliki kebebasan dan

kemandirian dalam hidup. Sikap-sikap tersebut menunjukkan bahwa dengan hidup doa, seseorang dimampukan untuk mendengarkan sapaan Allah sehingga

dimampukan pula untuk memilih dan melakukan kehendak Allah dalam hidupnya. Dengan demikian kecerdasan spiritual akan tumbuh dan berkembang aktif dalam diri seseorang kalau ia mampu mendengarkan suara dan kehendak

Allah dalam keheningan batinnya.

Setelah melihat dan menjumpai situasi di atas penulis terdorong untuk

(26)

Para Suster Yunior Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut dan pada akhirnya menjadi titik awal dari penulisan ini. Adapun masalah yang dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud dengan hidup doa?

2. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual?

3. Bagaimana peranan hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster Yunior CB wilayah DIY?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk menguraikan pengertian hidup doa.

2. Untuk menguraikan pengertian kecerdasan spiritual.

3. Untuk mengetahui peranan hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan

(27)

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Kongregasi CB

Memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para suster Yunior

dalam mengolah diri, agar menjadi pribadi suster CB yang memiliki kedalaman hidup doa dan kecerdasan spiritual dalam membangun hidup panggilan dan perutusannya.

2. Bagi para Formator dan pimpinan komunitas

Memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para formator dan pimpinan komunitas, agar dalam pendampingan para suster yunior dapat dibantu semakin memahami dan memiliki semangat dan spiritualitas Bunda

Pendiri yang menggerakan dan mendayai setiap pribadi dalam menghayati hidup panggilan yang lebih berkualitas.

3. Bagi Penulis

Memperdalam pemahaman dan mengolah diri menjadi pribadi yang memiliki

(28)

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui wawancara, observasi dan studi dokumen untuk memperoleh

gambaran mengenai peranan hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior CB wilayah DIY.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini maka penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan sebagai berikut:

Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisanan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan tentang hidup doa yang meliputi: pengertian hidup doa, spiritualitas doa dan doa. Kedua menguraikan tentang spirtualitas doa dalam kongregasi yang meliputi: Konstitusi CB, Kisah pendiri kongregasi Elisabeth

Gruyters (EG) dan Senantiasa hati kami mendambakan Allah. Ketiga menguraikan tentang Keadaan praksis hidup doa para suster CB wilayah DIY.

(29)

Bab III menguraikan tentang kecerdasan spiritual yang terdiri dari pertama, menguraikan tentang macam-macam kecerdasan yang meliputi:

kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi. Kedua menguraikan tentang perkembangan dan pertumbuhan kecerdasan

spiritual, ketiga menguraikan tentang hubungan timbal balik antara doa dan kecerdasan spiritual, keempat menguraikan tentang perkembangan hidup doa dan kecerdasan spiritual pendiri. Kelima menguraikan tentang hasil penelitian dan

pembahasan penelitian.

Bab IV menguraikan tentang pencermatan kritis terhadap peranan hidup

doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior wilayah DIY yang terdiri dari: pertama, Pencermatan kritis yang meliputi: hal-hal yang sudah baik yang perlu dikembangkan dan hal-hal yang masih kurang dan perlu dikritisi

kembali. Kedua, dampak hidup doa yang meliputi: dampak hidup doa terhadap penghayatan hidup sehari-hari dan dampak hidup doa terhadap kecerdasan

spiritual. Ketiga, menguraikan tentang hidup doa dan kecerdasan spiritual berhadapan dengan warisan spiritualitas bunda pendiri yang meliputi: Keprihatinan Allah, Salib dan Hati tergerak dan bergerak. Keempat menguraikan

tentang pendampingan hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior CB wilayah DIY yang meliputi: pendampingan masa yuniorat,

pendampingan yang menjadi kekhasan CB, dan Pendampingan meningkatkan Kecerdasan Spiritual.

Bab V berisikan kesimpulan dari penulis dan saran bagi para suster yunior

(30)

11 BAB II

HIDUP DOA PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI

SUSTER-SUSTER CINTA KASIH SANTO CAROLUS BORROMEUS WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Bab II ini berupa kajian pustaka, yang akan penulis uraikan dalam empat bagian. Pertama, mengenai Hidup Doa yang meliputi: Pengertian Hidup Doa,

Spiritualitas Doa dan Doa. Kedua, mengenai Spiritualitas Doa dalam Kongregasi yang terdapat dalam Konstitusi Kongregasi, Kisah Pendiri Kongregasi dan

beberapa buku sumber lainnya. Ketiga, mengenai gambaran umum Praksis Hidup Doa Para Suster CB. Keempat, tentang Keadaan Praksis Hidup Doa Para Suster Yunior CB Wilayah DIY dan kelima, Pentingnya Bimbingan Hidup Doa Masa

Yunior.

A. Hidup Doa

1. Pengertian Hidup Doa

Konstitusi dan Direktorium Kongregasi CB menguraikan bahwa yang dimaksud dengan hidup doa ialah waktu yang dikhususkan setiap hari untuk

(31)

Harjawiyata (1977: 15) menegaskan bahwa hidup doa ialah mengupayakan waktu dan kesempatan untuk terus menerus berdoa setiap hari, supaya hidup

rohani terperhatikan dan terpelihara dengan baik. Jika hidup rohani kita baik, tentu saja hidup kita sepanjang hari juga baik. Tanpa doa seseorang tak dapat

menemukan jalan menuju Allah, tidak dapat mengerti tentang kebenaran, tidak dapat menemukan Kristus yang hadir dalam hatinya dan tidak dapat mengalami persatuan yang membahagiakan bersama Allah.

Philomena Agudo (1988: 177) mengatakan bahwa hidup doa berarti kebiasaan rutin berdoa yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran karena percaya

akan cinta dan belas kasih Tuhan.

Sedangkan Darminta (2006a: 92) mengatakan bahwa hidup dan hidup doa merupakan warna hidup jiwa atau batin seseorang yang akan terungkap dalam

bahasa perbuatan (Yak 2:1-26). Ada hubungan antara hidup doa dan hidup iman, yang tidak hanya ditentukan oleh kekhusukkan dalam berdoa, tetapi tindakan

konkrit apa yang dilakukan sebagai buah dari hidup doa, sebagaimana terdapat dalam Mat 25:34-36 apakah kita dengan keberanian mau memberi segelas air pada mereka yang haus, makanan kepada mereka yang lapar? Hal ini mau

mengatakan bahwa, doa tidak hanya dalam sebuah rutinitas, formal di ruang doa, namun doa yang sungguh hidup dalam sikap dan tindakan konkrit. Doa sungguh

berbuah dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, hidup doa adalah waktu yang dikhususkan setiap hari untuk menjalin relasi dengan Tuhan dalam menjaga

(32)

bimbingan Roh Kudus serta menimba kekuatan dari-Nya. Hidup doa yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran karena percaya akan cinta dan belas kasih

Tuhan merupakan warna hidup jiwa atau batin seseorang yang terungkap dalam bahasa perbuatan di dalam kehidupan sehari-hari.

2. Spiritualitas Doa

Hidup doa perlu dibangun secara terus menerus, karena dengan hidup doa

manusia mampu membawa gerak perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Hidup yang dijiwai oleh doa, tentu saja berdampak pada sikap-sikap yang sesuai dengan

nilai-nilai yang dikehendaki Allah. Dengan demikian hidupnya menjadi bagian dari doanya dan doa menjadi kekuatan dalam hidupnya, sehingga mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama dengan orang lain, maupun

dalam karya atau pekerjaan yang dilakukannya (Darminta, 1997b: 22-28).

Hidup doa atau hidup rohani menjadi pembangkit, penyemangat atau

spirit, serta pemandu hidup manusia di dalam rahasia-rahasia Tuhan. Hidup doa atau hidup rohani berdampak pada pengangkatan kualitas hidup dari nilai-nilai dunia ke nilai-nilai surgawi. Dengan hidup doa manusia semakin digerakkan dan

diarahkan pada kepenuhan hidup dalam Tuhan. Doa memiliki tiga ciri utama yaitu: mendengarkan, mengalami, mengambil sikap. Tiga ciri utama ini

merupakan kegiatan yang memiliki kekuatan, untuk mengolah hidup di dalam Tuhan lewat doa (Darminta, 1997a: 31-43). Ketiga ciri tersebut dapat dijadikan spiritualitas doa seseorang yang meliputi mendengar, mengalami dan mengambil

(33)

a. Mendengarkan

Bila seseorang hendak berdoa, terlebih dahulu mengusahakan dan

membangun keheningan. Keheningan dapat diusahakan dengan cara penyadaran tubuh, nafas atau lingkungan. Penyadaran ini bertujuan untuk membangun

kepekaan rohani, sehingga orang tidak hanya mampu mendengarkan dan menemui apa yang terjadi dalam dirinya, namun mampu mendengarkan suara batin terdalam yang datang dari Allah menyapa manusia. Kemampuan

mendengarkan yang dimiliki manusia, memampukannya melihat arah hidup yang sebenarnya karena manusia juga memiliki hati mistik. Hal inilah yang menjadi

kekuatan dasyat untuk mengarungi dan bergulat dalam hidup. Dengan demikian keheningan mempunyai peranan yang sangat penting, supaya hati kita mampu mendengarkan kehendak Allah, dan dapat melaksanakannya dalam kehidupan

sehari-hari (Darminta, 1997a: 31-32).

b. Mengalami

Dalam doa manusia diajak untuk mengalami kasih Allah yang menyembuhkan dan memberi kekuatan. Maka manusia yang memiliki daya dalam

jiwa dan batinnya, diajak untuk menghadirkan dan menghidupkan segala pengalaman serta peristiwa hidup yang tersimpan dalam batinnya. Hal inilah yang

disebut dengan fantasi. Dalam fantasi manusia mampu mengangan-angankan sesuatu yang akan datang, karena manusia sedang berjalan menuju masa depan. Fantasi ini sebagai daya kekuatan, untuk mengalami baik yang telah lalu maupun

(34)

menghimpun kekuatan hidup, dan menawarkan pilihan-pilihan konkret dalam hidup. Fantasi berpijak pada kenyataan hidup, baik yang lalu, sekarang dan yang

akan datang, dan dalam fantasi manusia, Allah berkarya (Darminta, 1997a: 35-39).

Dengan demikian, fantasi menjadi sarana bagi manusia untuk sungguh mengalami kasih Allah, yang memberikan kekuatan hidup, memberikan kesembuhan, mengolah hidup dan menumbuhkan rasa religius sehingga

melahirkan sikap hormat terhadap hidup.

c. Mengambil sikap

Sikap dasar hidup yang diperlukan ialah kepercayaan terhadap diri sendiri, lingkungan serta sesama. Dari sikap dasar ini manusia diajak mengadakan

loncatan kepercayaan, yaitu percaya dan masuk untuk menyerahkan kepada realitas misterinya dalam Tuhan, atau realitas mistiknya yaitu hidup bersatu

dengan Allah. Seperti yang telah kita lihat sebelumnya bahwa, dengan keheningan manusia menjadi sadar serta peka mendengarkan suara Tuhan, dan melalui fantasi menusia mengalami kasih Allah yang memberikan kekuatan.

Kedua hal inilah yang membantu manusia, untuk mengambil serta membangun sikap yang lebih benar dan kuat dalam hidupnya. Lewat doa manusia diajak untuk

membangun diri dan kepribadian dalam Tuhan.

Dengan demikian maka, hidup doa yang membangkitkan, menumbuhkan dan mengembangkan sikap kita dalam bertindak, merupakan hal yang tak dapat

(35)

kekuatan bagi kita untuk membuat sebuah pilihan, serta langkah yang semakin sesuai dengan kehendak Allah (Darminta, 1997a: 40-43).

Doa menggerakan manusia untuk semakin terbuka akan anugerah Allah yang mengutuhkan, meningkatkan dan mengangkat hidup manusia. Dengan kata

lain doa menggerakan dan mengarahkan manusia kepada kepenuhan hidup di dalam Tuhan. Hal ini dapat terjadi jika manusia senantiasa membangun kerinduan yang terus-menerus dalam relasi atau doanya kepada Allah, sehingga menjadi

pembangkit, mengarahkan hidupnya kearah yang lebih luhur, utuh dan luas dalam rahasia Tuhan (Darminta, 1997a: 45).

Berdoa dalam kesederhanaan hati juga menjadi inspirasi dalam membangun hidup doa para suster. Doa yang terlahir dari pengalaman salib hidup sehari-hari sungguh menjadi kekuatan yang luar biasa. Melalui doa jalan salib

hidup, kita mengungkapkan iman yang sederhana kepada kehadiran kasih Allah dalam derita-derita manusia. Ada kekuatan yang luar biasa di balik salib yaitu,

kekuatan kasih Allah yang tidak dapat dipadamkan. Maka dengan ketekunan dalam doa jalan salib, kita mampu meresapkankeagungan Tuhan yang tak terkatakan sehingga kita dapat mengalami kekuatan kasih salib tersebut. Bunda

Maria juga memberi keteladanan berdoa dalam kesederhanaan hati melalui doa Rosario. Kesederhanaan hati Bunda Maria juga ditunjukkannya dalam

kesetiaannya menyertai Yesus Putranya mulai dari inkarnasi bahkan sampai pada kebangkitan-Nya.

Dengan demikian kita diajak untuk menumbuhkan dalam diri kita,

(36)

Belajar dari Maria dan Yoseph sebagai orang Yahudi yang sederhana, rajin membaca dan mendengarkan firman sehingga mampu pula untuk menyimpan dan

melaksanakan firman tersebut. Kebiasan hidup rohani mereka, juga menjadi teladan bagi kita yang hidup di zaman ini, karena firman Allah memberi daya

kegembiraan, keteguhan dan kreatifitas di dalam hidup sehari-hari (Darminta, 2012: 18-23).

Doa menjadi kekuatan batin memampukan kita melewati padang gurun

kehidupan. Doa menjadi kekuatan batin Yesus, nampak dalam pancaran hidup yang berkualitas yang memiliki hati yang sederhana yang ditandai oleh

kerendahan hati-Nya sehingga percaya dan penuh penyerahan diri kepada kekuatan kasih Allah Bapa. Memiliki sikap yang lepas bebas, sehingga menjadi terpusat kepada Allah dan tidak dikhawatirkan dengan hal-hal dunia. Memiliki

keheningan batin yang ditandai dengan kesetiaan kepada Bapa, karena Allah Bapa adalah setia. Dalam ketaatan-Nya Yesus terbuka dan siap sedia melaksanakan apa

yang menjadi kehendak-Nya, dan yang terahkir adalah hati yang baik yang selalu membawa berkat keselamatan bagi orang-orang yang sederhana hatinya (Darminta, 2012: 21-23).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, doa yang benar adalah memiliki tiga ciri utama yang sekaligus menjadi spirit dalam membangun relasi

yang intim dengan Allah, yaitu: mendengarkan suara Tuhan dalam keheningan, berani masuk untuk mengalami kasih Allah melalui fantasi, yang menghadirkan dan menghidupkan segala pengalaman serta peristiwa hidup yang tersimpan

(37)

manusia mampu mengambil sikap hidup yang benar dalam hidup bersama dengan sesama maupun makhluk ciptaan lainnya serta dalam pekerjaan yang

dilakukannya setiap hari. Doa yang lahir dari pengalaman salib keseharian seseorang dan menjadi doa yang sungguh dihayati akan sungguh pula mengalami

dan merasakan kekuatan kasih Allah yang luar biasa yang tak dapat dipadamkan. Selain doa yang lahir dari pengalaman keseharian juga doa dengan segala kerendahan hati sehingga hidupnya penuh penyerahan diri kepada kekuatan Allah.

Selain itu doa juga menjadikan kita semakin terbuka akan rahmat Allah sehingga menggerakan dan mengarahkan hidup kita kepada kepenuhan hidup di dalam

Tuhan.

3. Doa

a. Pengertian Doa

Doa merupakan kontak dan perjumpaan antara Allah dengan manusia.

Perjumpaan antara Allah dengan manusia diwujudkan dengan kata-kata atau saling berbicara dan kehadiran keduanya saling mempengaruhi. Oleh karena itu doa memiliki kekuatan untuk mengubah dan mengolah diri karena perjumpaan

tersebut mengandung tawaran serta tuntutan (Darminta, 1997a: 7).

Doa adalah anugerah Allah, karena doa berarti mengangkat jiwa kepada

Tuhan dan memohonkan hal-hal yang baik dalam kerendahan hati. Kerendahan hati ialah dasar dari doa (KGK, no. 2559). Selain itu doa juga menuntut usaha dan membutuhkan jawaban yang tegas dari pihak kita atas tawaran kasih Allah. Kita

(38)

Allah dan Yesus bahwa, berdoa berarti berjuang melawan diri sendiri dan tipu muslihat setan atau penggoda yang melakukan segala cara untuk mencegah

manusia bersatu dengan Allah (KGK, no. 2725).

Bagi Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus, doa adalah ayunan hati, satu

pandangan sederhana kearah surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan. Dengan demikian doa menjadi kekuatan manusia dalam menempuh kehidupan di dunia.

Sedangkan Yohanes Indrakusuma (1981: 90-91) menguraikan bahwa doa ialah memasuki hubungan pribadi dengan Allah dalam iman dan cinta kasih.

Hubungan antara manusia dengan Allah bukan buah pikiran manusia, melainkan buah karya keselamatan Allah. Allah yang terlebih dahulu mencintai manusia, menginginkan supaya manusia dapat menjawab cinta-Nya secara bebas. Allah

ingin agar manusia dapat memasuki suatu hubungan yang benar-benar pribadi dengan Dia. Ia menghendaki supaya manusia dapat mengenal Dia dengan

sungguh-sungguh sehingga hidupnya dipenuhi dengan Roh Allah.

Lukasik (1991: 26) menyatakan bahwa doa dapat dirumuskan sebagai percakapan jiwa manusia dengan Allah. Namun doa dalam ungkapannya yang

tertinggi atau yang paling masak adalah persatuan jiwa manusia dengan Allah, bukan hanya percakapan antara manusia dengan Allah saja. Dengan bersatunya

jiwa manusia dengan Allah maka, manusia dalam hidupnya selalu melakukan kehendak Allah karena Roh Allah tinggal dan memenuhi dirinya.

Dalam buku Iman Katolik (KWI, 1996: 194-197) menjelaskan doa ialah

(39)

sehari-hari yaitu hidup bersama dengan keluarga, hidup bersama dengan masyarakat maupun hidup karya atau pekerjaan yang dilakukannya. Doa

merupakan kata cinta seorang anak kepada Bapanya, maka doa dapat timbul dari hati yang susah juga dapat timbul dari jiwa yang gembira. Doa tidak

membutuhkan banyak kata, tidak terikat pada waktu maupun tempat tertentu, tidak menuntut sikap badan atau gerak-gerik yang khusus, meskipun hal tersebut dapat menjadi pendukung dalam doa. Dikatakan juga dalam KWI bahwa hidup

kristiani berarti hidup mengikuti Kristus yang hidupnya selalu dibimbing oleh Roh Kudus dan tekun dalam doa. Bagi orang Kristiani doa tidak mungkin tanpa

Kitab Suci, sebab di dalamnya diwartakan arti yang mendalam dari doa, yaitu karya komunikasi Allah dengan manusia. Dengan demikian doa sebenarnya ialah menghayati dan menghidupi sabda Kitab Suci dalam hubungan pribadi dengan

Allah, sehingga yang diwujudkan manusia adalah kehendak Allah.

Sedangkan Martini (1987: 12-14) mengatakan bahwa doa adalah sesuatu

yang sangat pribadi, sangat intim, sangat bersifat milik kita masing-masing sehingga sukar untuk membicarakannya bersama-sama jika Tuhan tidak menempatkan kita dalam suasana yang membantu.Doa adalah sesuatu yang

teramat sederhana, sesuatu yang memancar dari mulut dan hati yang penuh ketulusan dan kepolosan. Doa ialah jawaban yang langsung muncul atau keluar

(40)

Philomena Agudo (1988: 176) menegaskan bahwa, doa adalah komunikasi dengan Tuhan penuh cinta, dalam komunikasi tersebut manusia mendengarkan

dan menjawab sapaan Tuhan.

Sedangkan Nouwen, dkk. (1987: 131) mengatakan bahwa, doa adalah

usaha untuk berjumpa dengan Tuhan yang dilakukan secara disiplin untuk memperkuat dan memperdalam sikap hidup sebagai murid. Usaha yang diperlukan dalam doa adalah menyingkirkan segala sesuatu yang dapat

menghalangi roh Allah untuk berbicara kepada kita secara bebas.

Beberapa penjelasan tesebut di atas dapat disimpulkan bahwa, doa adalah

perjumpaan pribadi antara Allah dengan manusia dan menjadi kekuatan bagi manusia dalam mengubah dan mengolah dirinya. Doa juga merupakan anugerah Allah yang memampukan manusia memuji dan memuliakan Tuhan dengan segala

kerendahan hatinya. Doa adalah ayunan hati, satu seruan syukur dan cinta di tengah percobaan dan kegembiraan hati, sehingga semakin memasuki hubungan

pribadi dengan Allah dalam iman dan cinta yang mendalam. Doa juga menjadi suatu komunikasi iman, pernyataan iman, percakapan jiwa manusia dengan Allah yang sangat pribadi, sangat intim sehingga dalam komunikasi tersebut manusia

mampu mendengarkan dan menjawab sapaan Tuhan dalam tindakan konkrit setiap hari. Agar hidup doa menjadi lebih mendalam maka usaha untuk berjumpa dengan

(41)

b. Berbagai Bentuk Doa

Bentuk-bentuk doa dapat dilihat dari subyek dan bagaimana cara

mendoakannya. Bentuk doa yang dilihat dari caranya dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: doa lisan, doa renung dan doa batin. Katekismus Gereja Katolik

juga membagi cara doa menjadi tiga bentuk pokok yaitu: doa lisan, doa renung dan doa batin.

1). Doa lisan

Yohanes Indrakusuma (1981: 92) mengatakan doa lisan adalah semua

doa yang diucapkan atau dibaca dari teks yang sudah ada. Doa lisan biasa disebut juga dengan doa berumus. Yang dimaksud dengan doa lisan atau doa berumus adalah doa yang menggunakan kata-kata, namun bukan berarti dengan banyaknya

kata-kata doa kita dikabulkan. Yang terpenting adalah kehadiran dan kesungguhan hati kita berbicara kepada Tuhan dalam doa (KGK, no. 2700). Doa lisan menjadi

cara pertama doa batin karena melalui doa lisan kita menyadari apa yang kita doakan dan dengan siapa kita berbicara, sehingga doa lisan tidak hanya membaca rumusan namun sungguh menjadi doa batin (KGK, no. 2704). Sedangkan Hetu

(2007: 23) mengatakan bahwa doa lisan atau berumus dapat didoakan dalam irama sedang, lembut, atau lambat sesuai dengan kesepakatan. Beberapa contoh

(42)

a) Doa Bapa Kami

Katekismus Gereja Katolik no. 2701 menjelaskan bahwa doa lisan merupakan unsur hakiki dalam kehidupan Kristen. Kristus telah mengajar murid-murid-Nya doa lisan, yaitu doa Bapa Kami. Dalam doa Bapa Kami, yang diawali

dengan sebutan “Bapa”, kalau rumus ini dilihat dalam latar belakang doa dan hidup Yesus maka hal ini mengungkapkan intimitas dan hakekat kejiwaan Yesus berhadapan dengan Allah. Sebutan “Bapa” dalam doa Bapa Kami merupakan cara

Yesus untuk memperkenalkan dan menyapa Allah sebagai Bapa supaya manusia mempunyai relasi yang intim dengan Allah. Dengan menyebut Allah sebagai

Bapa, manusia dapat menggantungkan seluruh dirinya pada Allah dalam relasi yang merdeka.Yesus mengajarkan sebutan Allah sebagai Bapa juga bertujuan untuk mengembalikan manusia kedalam hubungan yang intim dengan Allah yang

telah dihilangkan oleh Adam pertama. Sedangkan “Bapa Kami” mengandung arti bahwa Allah sebagai Bapa Yesus juga Bapa kita, maka kita adalah saudara dan

sahabat Yesus. Selanjutnya rumusan “dimuliakanlah nama-Mu” mengandung arti bahwa inti dan tujuan dari hidup adalah memuliakan Allah dengan melakukan kehendak-Nya yaitu taat pada hukum, ritus agama, orang tua, guru dan terlebih

pada rasa panggilan yang tumbuh. Demikian juga dengan Hidup Yesus yang melakukan kehendak Bapa bahkan salibpun diterima-Nya demi keselamatan

manusia.

Rumusan “datanglah kerajaan-Mu” mempunyai makna hidup yang merdeka dan hanya mengandalkan Allah. Yesus juga mengajarkan kepada kita

(43)

yang terdalam yang keluar dari harapan terdalam manusia untuk hidup lebih baik dan bermartabat. Rumusan “jadilah kehendak-Mu” mengandung arti bahwa atas

dasar kuasa Allah manusia diundang untuk masuk terlibat didalam perjuangan menegakkan kerajaan Allah. Rumusan “berilah kami rejeki secukupnya pada hari

ini” merupakan tanda solidaritas antar manusia. Hal ini berarti orang perlu makan secukupnya dan selebihnya untuk menyatakan solidaritas antara sesama manusia. Rumusan “ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah

kepada kami” mengandung arti bahwa orang diajak untuk hidup dalam perdamaian, keadilan dan persaudaraan tanpa ada pengurangan hak-hak dan

martabatnya.

Rumusan “janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan” mengajak manusia untuk memohon kepada Allah dengan penuh keyakinan dan tetap

percaya kepada kuasa Allah yang membebaskan kita dari dosa. Dan pada akhir doa Bapa Kami ada rumusan kata “Amin”, artinya memiliki kepercayaan dan

keyakinan bahwa segala sesuatu ada di tangan Bapa. Doa ini mempunyai nilai pengakuan iman, yang membawa orang kepada persembahan diri manusia kepada kuasa Allah karena manusia diajak untuk menerima dan mengakui kuasa Allah.

Maka setiap kali orang mendoakan doa Bapa Kami, orang tersebut diajak untuk menghayati perjalanan rohani bersama Yesus, hidup dalam tahun kayros, tahun

(44)

b) Doa mazmur

Doa Mazmur merupakan salah satu bentuk doa yang berharga karena doa

ini mengungkapkan situasi manusia di hadapan Allah dan hubungannya dengan sesama. Maka di dalam Mazmur ada rumusan pujian, sembah sujud, penyesalan,

peresapan sabda Allah, peristiwa keselamatan dan juga ungkapan hati manusia yang memberontak terhadap situasi tertentu yang tidak dapat dimengertinya. Kita dapat belajar berdoa dengan doa Mazmur kepada Tuhan dalam setiap situasi dan

peristiwa hidup yang kita alami (Indrakusuma, 1981: 92).

c) Doa Jalan Salib

Doa Jalan Salib juga merupakan suatu bentuk devosi yang dikenal banyak orang dalam Gereja. Devosi adalah suatu bentuk ibadat pribadi yang

bernilai relative dan tidak berlaku untuk semua orang. Rumusan doa Jalan Salib bertujuan mengajak manusia untuk masuk dan merasakan penderitaan yang

ditanggung Kristus dalam setiap perhentian, sehingga kita mendapatkan kekuatan baru dalam menanggung penderitaan hidup. Dengan demikian ketika mendoakan jalan salib janganlah berhenti pada kesengsaraan Kristus, melainkan menyadari

bahwa salib adalah jalan menuju kebangkitan (Indrakusuma, 1981: 93-94).

d) Doa Rosario

Doa Rosario merupakan suatu ungkapan kebaktian terhadap Bunda Maria. Doa Rosario merupakan suatu devosi, bersifat pribadi dan tidak mengikat

(45)

yang disajikan dengan kesadaran akan kehadiran Allah, sehingga kita semakin masuk ke dalam suatu doa yang lebih mendalam (Indrakusuma, 1981: 94).

e) Doa Spontan

Selain ketiga doa tersebut ada juga doa spontan. Doa spontan adalah doa yang diungkapkan secara spontan kepada Allah menurut dorongan hati masing-masing. Doa spontan kita dapat berbicara dan menyampaikan segala isi hati kita,

persoalan, pengharapan, permohonan dan kerinduan hati kita kepada Allah. Hal yang perlu diperhatikan dalam doa spontan ini adalah nilai doa yang terletak pada

besar kecilnya iman, harapan, cinta yang mendorong dan menjiwai doa-doa kita. Selain itu doa-doa kita hendaknya mengungkapkan situasi hidup serta kerinduan hati kita sehari-hari (Indrakusuma, 1981: 95).

2) Doa renung

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa dasar dari doa renung adalah pencarian terhadap kehendak Tuhan melalui meditasi, yang membutuhkan perhatian dan konsentrasi yang kadang sulit untuk dipertahankan. Sarana yang

digunakan dalam doa renung adalah Kitab Suci terutama Injil, ikon, teks-teks liturgis untuk hari bersangkutan, tulisan-tulisan dari bapa-bapa rohani,

kepustakaan rohani dan buku besar yakni ciptaan dan sejarah. Merenungkan apa yang kita baca berarti kita bertemu dengan kehendak Allah dan menjadikan kehendak Allah milik kita. Sikap kerendahan hati dan iman juga menjadi faktor

(46)

mengenal gerakan batin kita untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.

Metode yang dipakai untuk merenung atau bermeditasi sangat beragam. Hal ini tidak menjadi suatu hambatan dalam merenung karena faktor yang

terpenting adalah berjalan bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus. Cara merenung atau meditasi adalah dengan menggunakan pikiran, daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Usaha ini dilakukan untuk memperdalam iman,

menggerakkan pertobatan dan akhirnya memperkuat kehendak untuk mengikuti Kristus. Hal pokok yang direnungkan dalam meditasi adalah misteri tentang

Yesus Kristus dan yang tidak kalah penting adalah pengenalan akan Yesus Kristus dengan penuh cinta dan mengalami persatuan yang mendalam dengan Dia (KGK, no. 2705-2708).

3) Doa batin

Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Dalam doa batin kita memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan sabda Allah dan mencintai tanpa banyak kata. Doa batin mempersatukan kita dengan doa Kristus

sejauh doa ini mengikutsertakan kita dalam misteri-Nya (KGK, no. 2724). Waktu dan lamanya doa batin tergantung pada kehendak tegas kita. Kita

harus berusaha untuk meluangkan waktu untuk hadir di hadirat Tuhan, dengan kesetiaan dan ketekunan meskipun menghadapi cobaan-cobaan dan kekeringan hidup (KGK, no. 2710). Sedangkan langkah masuk ke dalam doa batin ialah

(47)

kediaman Tuhan, dan menghidupkan iman untuk masuk dalam kehadirat-Nya. Dalam doa batin kita membuka topeng, mengarahkan hati dan menyerahkan diri

kepada Tuhan yang mencintai kita, sebagai persembahan yang harus dimurnikan dan ditransformasikan (KGK, no. 2711).

Doa batin menurut Yohanes Indrakusuma menuntut aktivitas batin yang lebih besar dan perhatian yang lebih intensif. Pada umumnya dalam doa batin yang diutamakan ialah aktivitas roh kita. Kita dapat melihat beberapa contoh doa

batin yang meliputi: latihan penyadaran, kontemplasi dan doa nama.

a) Latihan penyadaran

Latihan penyadaran yang termasuk dalam doa batin merupakan doa yang berfungsi untuk menciptakan keheningan dalam diri supaya dapat memasuki doa

yang lebih mendalam. Tujuan dari latihan ini adalah memperbesar daya konsentrasi dan kepekaan terhadap karya roh Allah dalam diri kita (Indrakusuma,

1981: 95-97).

b) Kontemplasi

Kontemplasi adalah memandang Allah dan misteri-Nya dengan penuh perhatian. Artinya bahwa kita memandang-Nya dengan sikap iman sehingga dapat

menyadari kebesaran dan kemuliaan Allah. Dengan demikian sikap yang diperlukan adalah diam penuh penyerahan diri, penuh hormat dan keterbukaan terhadap Allah serta membiarkan diri diperlakukan Allah seturut rencana dan

(48)

c) Doa nama

Selain latihan penyadaran dan kontemplasi ada doa nama yaitu suatu

bentuk doa yang sangat sederhana tetapi mampu membawa orang pada suatu kedalaman yang amat besar. Kesederhanaan doa nama ini mampu menghantar

orang sampai pada suatu pengalaman akan Allah yang sangat mendalam. Salah satu doa nama yang paling dikenal adalah doa Yesus. Inti doa ini adalah penyeruan nama Yesus (Indrakusuma, 1981: 100).

c. Berbagai Cara Berdoa

1) Cara berdoa menurut Yohanes Indrakusuma

Indrakusuma mengungkapkan bahwa doa dilihat dari cara berdoa dapat

dibagi menjadi dua bagian yaitu: Doa pribadi dan doa bersama. Disebut doa pribadi karena yang mendoakan hanya satu orang atau doa secara perorangan.

Sedangkan Doa bersama artinya tidak hanya bersama-sama mengucapkan rumusan doa yang sama tetapi bersama-sama menyatakan iman dan kepercayaan kepada Allah (Indrakusuma, 1981: 90).

2) Cara berdoa menurut Darminta

(49)

a) Doa dalam keheningan

Yesus sering pergi ke tempat yang sunyi dan menyendiri untuk berdoa di

sana dalam keheningan. Yesus melakukan doa di keheningan pagi (Mrk 1:35) atau keheningan malam (Luk 6:12) yang memberi kekuatan dan kemerdekaan hati di

dalam menjalankan misinya. Lewat doa Yesus mengadakan proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kehendak Bapa-Nya sebagaimana yang dialaminya ketika harus menghadapi penderitaan demi cinta-Nya menyelamatkan manusia.

Yesus memerlukan doa dalam keheningan karena dengan doa keheningan dapat mengarahkan diri pada pusat hidup yakni keheningan ilahi sehingga dapat

berjumpa dengan Sang Hidup yaitu Allah dalam kedalaman hati dan batin dan menjadi kekuatan didalam melawan kematian (Darminta, 2001: 25-33).

b) Doa Liturgis

Yesus adalah pelaksana doa liturgis yang taat dan setia sebagaimana

orang-orang Yahudi bangsa-Nya. Berdoa di sinagoga setiap hari sabat, membaca dan mendengarkan sabda Allah juga dilakuakn Yesus. Namun satu hal yang menjadi peringatan Yesus dalam doa liturgis adalah berdoa bukan sesuatu yang

formalitas dan sekedar ritual belaka dan supaya dilihat orang, namun berdoalah dengan kesungguhan kepada Allah karena Allah lebih melihat mereka yang

berdoa dengan ketulusan hati. Melalui doa liturgis orang diajak masuk ke dalam proses pengudusan hidup sehari-hari. Di lain pihak Yesus juga tertantang untuk mengadakan penegasan antara doa liturgis dan pengabdian kepada sesama.

(50)

sementara waktunya harus berdoa. Bagi Yesus berbuat baik kepada sesama adalah ibadah kepada Allah, sehingga dengan tidak segan-segan Yesus meninggalkan

doa liturgis demi mereka yang memerlukan pertolongan. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus mampu memadukan doa liturgis dengan keadaan real. Bagi Yesus

doa liturgis merupakan satu kesatuan dengan pengalaman keseharian dan misi keselamatan Allah. Akhirnya doa liturgis yang dilakukan Yesus yang paling agung adalah liturgi Kurban dimana Yesus mempersembahkan diri-Nya sendiri

dalam sengsara wafat dan kebangkitan-Nya demi keselamatan manusia (Darminta, 2001: 34-43).

c) Doa Kedalaman Yesus

Yesus mengajar para murid-Nya untuk menyapa Allah sebagai Bapa,

karena bagi Yesus sapaan ini menunjukkan ungkapan pengalaman relasi yang intim dengan Allah sehingga hidup-Nya sungguh mengandalkan dan

mempercayakan sepenuhnya kepada Allah. Hidup dalam intimitas Anak dan Allah sebagai Bapa membuahkan daya hidup yaitu pengosongan diri, kerendahan hati dalam ketaatan, serta penyerahan diri yang total. Rahasia hidup inilah yang

diajarkan Yesus kepada kita agar kitapun memiliki daya kekuatan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan ini (Darminta, 2001: 54-62).

d) Doa dan Puasa

Yesus mengajarkan kepada kita bahwa puasa dan doa sangat berkaitan erat

(51)

yang dekat dengan Allah dan mengalami bahwa Allah sungguh hadir dalam hidup kita. Kekuatan doa dan puasa dapat memampukan kita untuk untuk mengatasi

berbagai godaan roh jahat, sebagaimana yang dialami Yesus ketika berpuasa empat puluh hari di padang gurun dan mampu melawan godaan roh jahat. Puasa,

doa dan amal merupakan sarana untuk pembaharuan diri, menghimpun daya hidup rahmat dan mengembalikan kegembiraan hidup. Dengan demikian buah doa, puasa dan amal adalah terjadinya rekonsiliasi yang membawa kegembiraan hidup

sebagaimana yang dihasilkan oleh hidup Yesus (Darminta, 2001: 83-91).

d. Berbagai Isi Doa

Menurut Darminta, doa menurut isinya terdiri dari; doa permohonan, doa dambaan, doa puji syukur (Darminta, 1997b: 45-53).

1) Permohonan

Ajaran doa apapun mengandung dua hal yaitu: doa permohonan dan bagaimana memohon. Dikatakan bahwa doa permohonan memiliki kekuatan tertentu untuk membangun hidup kita dihadapan Tuhan. Unsur yang terpenting

dalam doa permohonan adalah pengalaman dicintai dan dikasihi Allah sehingga kita senantiasa mengalami kerinduan untuk bertemu dengan Allah melalui

(52)

sungguh dihayati memiliki kekuatan yang luar biasa yang menumbuhkan, mengembangkan dan mengubah hidup kita (Darminta, 1997b: 46-48).

2) Doa Dambaan

Doa dambaan mengandaikan seseorang memiliki iman yang mendalam yang ditampakannya dalam keberaniannya untuk mencapai apa yang dicita-citakan di dalam hidup. Doa dambaan suci merupakan sarana menumbuhkan

kemampuan dan kepercayaan bahwa dirinya mampu mencintai dan dengan keberanian mewujudkan cinta dalam kehidupan nyata bagi banyak orang

(Darminta, 1997b: 49-51).

3) Doa puji syukur

Orang mampu memuji dan bersyukur kepada Tuhan karena memiliki rasa kedekatan dan keterlibatan Allah dalam seluruh hidupnya. Rasa kedekatan dan

keterlibatan Allah dalam hidup seseorang memberi kekuatan, sehingga mengajaknya untuk senantiasa bersyukur dan memuliakan Tuhan. Melatih diri untuk terus-menerus berdoa syukur kepada Tuhan kita akan semakin mengenal

bahwa Allah senantiasa menyertai dan membuat segalanya baik di dalam hidup kita, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang mengecewakan. Kita

menjadi bersahabat dan damai dengan diri kita sendiri karena percaya bahwa Allah membuat segalanya baik. Itulah realisme iman, menerima kenyataan sekaligus memiliki perspektif iman karena Allah tetap dirasakan terlibat dalam

(53)

Dengan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa doa dapat dilihat dari bentuk dan cara mendoakannya. Dilihat dari bentuk doa dibagi menjadi tiga

yaitu doa lisan atau berumus, doa renung dan doa batin. Yang dimaksud dengan doa lisan atau berumus adalah doa yang menggunakan kata-kata atau rumusan

tertentu. Contoh doa lisan adalah doa Bapa Kami, Salam Maria dan lain-lain. Kalau doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa, misalnya kontemplasi. Sedangkan doa renung adalah pencarian terhadap kehendak Tuhan

lewat sarana yang digunakan untuk merenung, misalnya meditasi menggunakan Kitab Suci.

Doa dilihat dari cara berdoa maka, doa dibagi menjadi; doa pribadi dan doa bersama. Doa pribadi jika doa tersebut didoakan secara perorangan, sedangkan doa bersama jika doa tersebut didoakan secara kelompok atau beberapa

orang. Selain itu ada agar dapat berdoa dengan baik, kita perlu belajar cara berdoa yang lain yaitu; doa hening, doa liturgi, doa kedalaman Yesus serta doa

dan puasa.

Selain itu doa dilihat dari segi isinya; ada doa permohonan, doa dambaan dan doa puji syukur yang dapat dilakukan oleh siapa saja karena pengalaman

dicintai oleh Allah. Untuk sampai pada pengalaman dikasihi, dicintai maka seseorang memiliki iman yang mendalam yang dibangun dengan relasi kedekatan

dengan Allah dalam hidup doanya.

(54)

mampu menghayati hidup panggilan secara baru dengan kekuatan doa yang telah kita terima dari Sang Sumber Doa yakni Yesus sendiri.

B. Spiritualitas Doa dalam Kongregasi

1. Konstitusi CB

Kongregasi CB lahir dari relasi mistik Bunda Elisabeth (Pendiri

Kongregasi CB) dengan Allah dalam Yesus Kristus yang tersalib. Perjumpaan Bunda pendiri sangat mendalam dengan Yesus Kristus yang membuahkan cinta

yang bernyala-nyala dalam dirinya dan menggerakkan hatinya untuk membalas kasih Yesus dengan kasihnya. Pengalaman kasih Bunda Pendiri inilah yang menjadi sumber spiritualitas hidup kongregasi. Kehidupan kongregasi CB akan

menjadi subur dan berbuah lebat jika para anggotanya setia memelihara spiritualitas agar terus-menerus hidup, menyala dan mengalir dalam kehidupan

kongregasi dan karya pelayanannya. Hal ini mau mengatakan bahwa hidup yang dijiwai oleh spiritualitas sungguh sangat diperlukan untuk menanggapi realitas dunia yang semakin sekular, derasnya arus globalisasi dan produk iptek

menjanjikan hidup serba mudah dengan menawarkan kenikmatan serta tampilan sebagai pemulas kepercayaan diri, sehingga dapat menentukan pilihan secara

benar dan bertanggungjawab. Membangun relasi pribadi dengan Yesus Kristus yang tersalib merupakan jalan untuk menjaga supaya bara spiritualitas itu terus menyala dan mengalir dalam sikap dan tindakan pelayanan kerasulan (KP, 2011:

(55)

Konstitusi Kongregasi Suster-Suster CB tahun 2004 no. 48-50, juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan spiritualitas doa adalah

mempersyaratkan hidup doa yang dalam yang dipupuk dengan berdoa, juga disertai dengan keterbukaan terhadap karya Allah sehingga hidup doa berdaya

kerasulan dan segala sesuatu yang dilakukan selalu menjadi doa. Hal ini dimaksud agar hidup kerasulan kita sungguh didasari oleh hidup doa yang kita bangun terus-menerus dengan disertai keterbukaan hati terhadap kehendak Allah sehingga

hidup kita senantiasa selalu dibimbing oleh rahmat-Nya dan berbuah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kisah Pendiri Kongregasi Elisabeth Gruyters (EG)

Pendiri Kongregasi Elisabeth Gruyters berpendapat bahwa ketika kita

memiliki spiritualitas doa, kita akan mampu menghayati kemampuan berdoanya sebagai anugerah Allah dan semakin membangun relasi yang mendalam dengan

Kristus yang membawanya memasuki misteri Kasih Allah itu sendiri. Pengalaman ini memampukannya dalam membangun relasi yang baik dengan sesama dan melayani mereka dengan tulus ikhlas. Hal ini mau dikatakan bahwa doa yang

mendalam akan memberi spirit, semangat ketika melaksanakan pelayanan kerasulan dengan tulus ikhlas dan demi keselamatan sesama yang dilayani (EG,

no. 17, 99, 140).

Pengalaman Bunda Elisabeth dalam relasinya yang mendalam dengan Yesus yang tersalib, mengobarkan api cinta Ilahi dan timbullah hasrat yang

(56)

membalas cinta Allah. Pengalaman ini sungguh menguatkan Bunda Elisabeth ketika harus menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan dalam

hidupnya. Pengalaman penganiayaan, perlawanan, dan fitnah yang dialaminya tidak menggoncangkan imannya tetapi semakin meneguhkan imannya dalam cinta

kepada Allah. Relasi yang mendalam dengan Yesus Kristus menggerakan Bunda Elisabeth untuk mendoakan dan memintakan ampun pada Allah bagi mereka yang telah menganiaya dan memfitnahnya. Hal ini mau mengatakan bahwa ketika

relasi kita yang mendalam dan sungguh menyatu dengan Yesus Kristus akan menggerakan kita untuk tetap tegar menghadapi tantangan bahkan penganiayaan

dalam hidup. Relasi yang mendalam sampai pada pengalaman dikasihi menggerakkan kita untuk senantiasa mendoakan dan memaafkan orang-orang yang telah melukai hati kita (EG, no. 95-96).

Pengalaman doa Bunda Elisabeth di depan salib (Kontemplasi salib) membuahkan cintanya yang bernyala-nayala kepada Yesus yang tersalib.

Pengalaman doa yang sungguh mendalam ini menjadi pendorong bagi Bunda Elisabeth untuk mengasihi sesama dengan hati yang bernyala-nyala. Jika Allah sudah berbicara dalam hati, maka yang terdengar adalah bahasa cinta (EG, no.

91). Ketergerakkan hati Bunda Elisabeth tidak hanya terarah kepada Allah, namun kesatuannya dengan Allah tersebut menumbuhkan kerinduannya untuk

ikut berbelarasa dengan penderitaan manusia. Kesatuannya dengan misteri Salib, Bunda Elisabeth dimampukan untuk menemukan kehadiran Allah, mengenali Yesus yang menderita terutama dalam sesama yang mengalami kesengsaraan dan

(57)

dengan segenap hati dan pikiran, serta doa dengan bercucuran air mata agar keselamatan jiwa-jiwa mereka yang mengalami kesengsaraan dan kesesakan

hidup dapat terjadi (EG, no. 111, 113, 120). Bagi Bunda Elisabeth, perjumpaan dengan Yesus yang tersalib memberi kekuatan dan memampukannya berbelarasa

dengan mereka yang menderita. Cinta Allah yang tanpa syarat melalui Putra-Nya di salib memberi kekuatan dan daya dorong sebagai pengemban rekonsiliasi dalam mewujudkan pengabdiannya kepada sesama dan demi kemuliaan Allah

(KUKP, 2005: 69-70).

Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005 selanjutnya memfokuskan

perhatian pada gerakan bersama akan keprihatinan dunia yang terluka dengan rekonsiliasi dan penyembuhan. Hal ini penting bagi setiap anggota kongregasi untuk berefleksi diri sebagai pribadi maupun sebagai komunitas sehingga

kehadirannya mampu menjadi penyembuh dan membawa rekonsiliasi. Sebagaimana tema Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi 2005 “Suster CB

Pengemban Rekonsiliasi dalam Dunia yang Terluka” mengajak para suster CB untuk senantiasa memiliki kerinduan untuk membangun budaya baru, budaya rekonsiliasi yang bertitik tolak dari spiritualitas Bunda Elisaberth. Hal ini nampak

dalam kontemplasi dan kesatuan Bunda Elisabeth pada Yesus yang tersalib. Kerinduan untuk dipersatukan tampak dalam keinginan untuk ikut ambil bagian

dalam Duka Ilahi di dalam keterlukaan dunia (EG, no. 39). Pengalaman yang mendalam ini menghantarnya mengalami kasih Allah yang berbela rasa dan tanpa syarat dan akhirnya memberikan kekuatan cinta yang luar biasa kepada Yesus dan

(58)

Allah kepada manusia yaitu melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Misteri Salib inilah yang menarik Bunda Elisabeth untuk mengalami dan merasakan keprihatinan

Allah, yang selalu rindu untuk menyelamatkan manusia (KUKP 2005: 60-63).

3. Senantiasa Hati Kami Mendambakan Allah

Pierre Humblet mengisahkan bagaimana hidup doa Bunda Elisabeth (pendiri Kongregasi CB) dalam buku “Senantiasa Hati Kami Mendambakan

Dikau” betapa pentingnya doa yang sungguh memberikan semangat, spirit, sehingga para suster dimampukan untuk selalu bersyukur dan memuliakan

Tuhan di dalam hidupnya. Pengalaman doa Bunda Elisabeth yang sangat konkret yang ditulisnya dalam Buku Kisah Pendiri Kongregasi yang didoakannya setiap hari selama enam belas tahun bersama para susternya dan diwariskan kepada

kongregasi sampai saat ini.

O..Pencinta hatiku yang manis, berilah aku bagian dalam duka-Mu, semoga hatiku bernyala-nyala karena cinta, buatlah aku cakap dalam pengabdian-Mu tetapi tidaklah bermanfaat bagiku saja, pun juga bagi keselamatan sesame manusia. O..Pencinta hatiku yang manis, berilah aku bagian dalam duka-Mu, O…surya Ilahi turunlah dalam hatiku agar tertusuklah aku oleh cahaya kasih-Mu. Ya Allah…tembuslah hatiku, sehingga aku tak dapat bisara lagi, tetapi semoga kurasai duka-Mu, dan aku akan mencucurkan air mataku.. (Humblet, 2001: 135-145).

Hal ini juga dijabarkan dalam Kapitel Umum dan Kapitel Provinsi tahun 2005 bahwa; dalam hidup Bunda Elisabeth, berkembanglah hubungan yang akrab

dengan Tuhan yang membimbingnya memasuki pengalaman misteri salib yang telah mengantarnya untuk mengalami kasih Allah yang berbela rasa dan tanpa syarat. Pengalaman inilah yang memberikan spirit dan kekuatan cinta yang luar

(59)

Sebagaimana nabi Yesaya menubuatkan Yesus sebagai “hamba Tuhan” yang menderita; “Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan

oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5).

Cinta yang digambarkan oleh Yesaya dalam ayat ini, merupakan gambaran cinta Allah yang berbela rasa dan tanpa syarat, yang ditemukan Bunda Elisabeth dalam pengalaman misteri salib. Sebagai suster CB, hal ini disadari bersama bahwa

Allah telah terlebih dahulu berbela rasa dengan kita manusia yang berdosa, dengan mengutus Putra-Nya dalam sengsara, wafat dan bangkit demi keselamatan

kita. Pengalaman akan kasih Allah yang telah menyelamatkan inilah, yang terus menerus akan dikembangkan dan disebarluaskan dalam hidup sehari-hari. Dengan demikian sebagai suster CB misteri salib sungguh menjadi daya, spirit,

semangat dalam melaksanakan perutusan di dunia yang terluka ini (KUKP, 2005: 62-64).

Kekuatan yang menjadi pusat gerak Bunda Elisabeth adalah Kontemplasi Salib dan Ekaristi. Pengalaman Kontemplasi salib menjadi kekuatan rohani, yang menggerakkan Bunda Elisabeth dalam seluruh hidup dan pelayanannya (EG, no.

39). Dinamika pengalaman doa Bunda Elisabeth ini menyadarkannya bahwa bukan sekedar salib Yesus, namun salib yang mengungkapkan misteri kehadiran

Allah yang nampak dalam pengalaman sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Misteri salib yang mengungkapkan cinta Allah yang tanpa syarat dan total karena Allah sungguh mencintai manusia. Hal inilah yang sungguh mengobarkan hati

(60)

Doa Bunda Elisabeth tersebut mengungkapkan kerinduannya membalas kasih Allah yang nampak dalam sikap yang dibangunnya terus menerus yaitu

Relasi mistik dan Gerak profetik. Yang dimaksud dengan relasi mistik adalah: relasi yang intim dan mesra Bunda Elisabeth dengan Yesus yang tersalib.

Kesatuan yang intim ini digerakkan oleh cinta yang bernyala-nyala karena Bunda Elisabeth begitu menyatu, terserap oleh Sang tersalib di sepanjang hidupnya. Sedangkan Gerak Profetik yang dimaksud adalah: kesatuan dengan Yesus yang

Tersalib sungguh menjadi sumber gerak disepanjang zaman, ikut ambil bagian dalam Duka Ilahi yang merupakan ungkapan berbagi rasa dan gerak dengan

Yesus yang tersalib. Kesatuannya dengan Yesus yang tersalib, menggerakkan Bunda Elisabeth untuk cakap dalam mengabdi Allah, sampai mengupayakan keselamatan jiwa-jiwa bagi mereka yang mengalami kesesakan hidup. Dan

kesatuannya dengan Yesus yang tersalib menggerakkannya untuk melayani banyak orang, seperti terungkap dalam doanya: “….tidaklah bermanfaat bagiku

saja tetapi bagi keselamatan sesama manusia (KP, 2011: 19).

Ekaristi juga menjadi kekuatan dan pusat untuk bergerak Bunda Elisabeth. Hal ini dilandasi oleh kerinduannya untuk ikut ambil bagian dan terlibat dalam

karya Keselamatan Allah. Demikian halnya dengan para pengikutnya, para suster CB menjadikan Ekaristi sebagai pusat dan sumber kekuatan dalam seluruh hidup

dan pelayanannya. Diharapkan juga bahwa Ekaristi tidak hanya berhenti pada hal-hal ritual belaka namun membawa Ekaristi menjadi ekaristi yang hidup dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang dihayati Yesus. Hal ini mau mengatakan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif yang menggunakan

Pendidikan Kecakapan Kerja unggulan (PKKU) adalah program layanan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada pengembangan keterampilan kerja yang diberikan kepada peserta didik

[r]

Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel: (1) Kapiler kontinu yang memiliki susunan sel endotel rapat; (2) Kapiler fenestrata atau

[r]

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data langsung dengan mengadakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun data yang dikumpulkan adalah yang berhubungan

Peraturan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 28 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Minimal