• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. KECERDASAN SPIRITUAL

D. Perkembangan Hidup Doa dan Kecerdasan

Pengalaman doa Bunda Elisabeth dalam relasi yang mendalam dengan Yesus yang tersalib yang menjadi kekhasan semangat kongregasi yang tampak dalam kontemplasi Bunda Elisabeth. Pengalaman kontemplasi tersebut menampakkan kesatuan, kerinduan Bunda Elisabeth untuk ikut ambil bagian dalam “Duka Ilahi” dalam keterlukaan dunia. (EG, no. 39). Misteri salib membawa Yesus pada suatu konsekuensi atas perutusannya demi keselamatan manusia. Bunda Elisabeth mengalami betapa cinta Allah tanpa syarat melalui Putra-Nya Yesus Kristus yang menderita dan bangkit. Pengalaman dicintai Allah tanpa syarat bagi Bunda Elisabeth menjadi daya dan kekuatan yang mewarnai seluruh perjalanan hidupnya. (KUKP, 2005: 63-64).

Dikatakan juga dalam Kapitel Provinsi (KP, 2011: 16-17) demikian; Misteri salib memberi daya bagi Bunda Elisabeth sehingga mampu menemukan kehadiran-Nya dan mengenali Kristus yang menderita dalam diri sesama yang

mengalami penderitaan melalui penindasan, kemiskinan, kesengsaraan dan ketidak berdayaan yang dialami sesama di sekitarnya. Dalam tulisan pengalaman rohani Bunda Elisabeth dikatakan demikian: “Ketika api cinta Ilahi mulai berkobar dalam hatiku, pada saat itu timbullah hasrat untuk membalas cinta Allah dengan cintanya” (EG, no. 95). Pengalaman rohaninya ini menjadikan Bunda Elisabeth lebih kuat menghadapi tantangan dalam pelayanannya.

Pengalaman hidup doa Bunda Elisabeth yang menjadi sumber spiritualitas kongregasi CB. Hidup yang dijiwai oleh spiritualitas sangat diperlukan dalam realitas hidup para suster CB, sehingga semakin cerdas pula dalam pelayanan dan perutusan yang didasari oleh pengalaman mistik pendiri yang menggerakkan para suster untuk ikut ambil bagian dalam gerak profetik kongregasi. Hal ini mengajak para suster untuk memiliki sikap hati yang memiliki kekuatan yang bersumber dari Yesus Kristus sebagaimana yang dikatakan dalam KUKP, 2005: 64-78) demikian:

“Hati yang memiliki daya penumbuhan hukum kehidupan melalui proses, berjalan bersama dengan rahmat Allah. Hati yang memiliki daya ketersentuhan, penyerapan melalui sapaan, sentuhan, dan bahkan pemberian daya yang dari Allah melalui hidup doa sehingga memberikan daya dalam kehidupan ini. Hati yang memiliki daya integratif yaitu daya untuk mengolah semua daya kehidupan yang kita terima sehingga menjadi kekuatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan ini.Hati yang memiliki kekuatan untuk mengubah, artinya bahwa kita diajak untuk memiliki hati yang mampu membawa suatu perubahan dalam kehidupan. Rahmat Allah yang kita andalkan, memampukan kita dalam membawa perubahan tersebut. Hati yang memiliki kekuatan untuk membangun kebersamaan. Hal ini mengajak kita untuk memiliki kepekaan hati dan kepedulian terhadap realitas keprihatinan yang ada di sekitar kita”.

Sebagai suster CB kami diajak untuk belajar dari Bunda Elisabeth untuk tumbuh dan berkembang dalam budaya hati yang memiliki kekuatan hidup yang selalu digerakkan oleh Dukacita Ilahi dalam menyuburkan kehidupan yaitu dengan terus-menerus mengupayakan keselamatan sesama, mengutuhkan kembali manusia yang menderita, sakit, terluka dan mengembalikan jiwa-jiwa yang malang dan menderita kepada belas kasih Allah. Bagi Bunda Elisabeth perjumpaan dengan Yesus yang tersalib memberi kekuatan, spirit dan menjadikannya mampu berbelarasa dengan mereka yang menderita. Semuanya dilakukannya demi kemuliaan Tuhan.

Keprihatinan dunia yang dijumpai Bunda Elisabeth juga menggerakkannya untuk membawa damai. Tindakan membawa damai bagi orang lain terlebih dahulu harus mengalami kedamaian dengan Allah. Allah selalu mengampuni tanpa batas dan manusia diharapkan melakukan tindakan pertobatan terus-menerus. Tantangan hidup religius yang menjadi keprihatinan kongregasi adalah “rasa religius” yang semakin memudar sehingga sikap tobat dan menyadari kedosaan dihadapan Allah menjadi kurang diperhatikan. Maka dibutuhkan kepekaan dan kecakapan hati untuk sungguh mengembangkan rasa religiusitas yang nampak dalam sikap hati yang menjadi buah dari hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual. Hal ini membutuhkan keberanian untuk tumbuh dan berkembang serta melangkah dalam kecakapan dan keberanian mengakui dirinya dalam keadaan berdosa dihadapan Allah dan sesama. Kecakapan dan keberanian untuk membawa pengampunan pada dirinya dan sesama serta kecakapan dan keberanian untuk berdoa terus-menerus. Kecakapan

dan keberanian untuk berbuat amal serta kebaikan secara tulus karena kita telah menerima kasih Allah dengan cuma-cuma pula melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Kecakapan dan keberanian untuk menempatkan diri secara benar dihadapan Allah dan sesama. Artinya bahwa manusia menyadari ketakberdayaan diri maka dengan segala kerendahan hati membutuhkan Tuhan dan sesama.

Dengan demikian maka pengalaman kontemplasi Bunda Elisabeth untuk ikut menderita sedikit demi cinta Allah kepada Yesus Kristus merupakan kebahagiaan dan rasa syukur yang mendalam kepada Allah (EG, no. 100). Pengalaman ini senantiasa mengarahkan segala pikiran, tenaga dan hati untuk berjuang dan membela jiwa-jiwa yang malang sehingga mengalami diselamatkan, terlebih mereka yang menderita dan dirawat di Rumah Sakit Calvarieberg. Pengalaman kontemplatif Bunda Elisabeth berarti mau menerima dengan penuh penyerahan diri kepada Kristus yang tersalib yang memberikan pengampunan dan harapan akan “Firdaus” yaitu kehidupan dan harapan baru.

Dari semua penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan spiritual Bunda Elisabeth sebagai pendiri Kongregasi CB dilandasi oleh pengalaman hidup doanya yang mendalam sampai pada pengalaman Misteri Salib. Bahwa hatinya digerakkan untuk membalas cinta Allah melalui Putra-Nya Yesus Kristus, karena Bunda Elisabet juga mengalami cinta Allah tanpa syarat. Cinta Bunda Elisabeth yang bernyala-nyala tersebut yang mengundangnya untuk ikut ambil bagian dalam Duka Ilahi sehingga menjadi pribadi yang cerdas secara spiritual yang diwujudkannya dalam tindakan nyata menyelamatkan jiwa-jiwa yang berkesesakan hidup yang dijumpainya. Hal ini juga mengajak kami para suster CB

secara khusus para suster CB yunior yang berada di wilayah DIY untuk sungguh menghayati hidupnya sesuai dengan kharisma dan spiritualitas kongregasi yang telah dihidupi oleh Bunda pendiri Bunda Elisabeth. Bunda Elisabeth dimampukan untuk melihat dengan mata Allah, mendengar dengan telinga Allah, merasakan dengan hati Allah dan akhirnya bertindak dengan tangan Allah yaitu sesuai dengan kehendak Allah. Demikian pula tindakan yang akan kita lakukan harus berdasarkan kualitas nilai yang menggerakkan yakni; Motivasi yang benar dan luhur, memiliki kesadaran diri, kebebasan praktis dan sesuai dengan kehendak Sang Kehidupan yakni Allah sendiri.

Kualitas nilai tersebut akan tampak dalam sikap hati yang dapat dilakukan adalah, misalnya; menjadi pribadi yang bijaksana, penuh cinta, merasa aman dan bahagia karena berada selalu bersama Allah dalam seluruh hidupnya. Selain itu sikap kerendahan hati, percaya dan mengandalkan penyelenggaraan Ilahi, tidak cepat putus asah, mempunyai kemauan untuk terus-menerus mengembangkan diri, mampu memberi makna setiap peristiwa hidup baik itu yang membahagiakan atau pengalaman yang tidak membahagiakan. Mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama, memiliki emosi yang stabil dan matang, memiliki rasa tanggungjawab serta kebebasan dan kemandirian hidup. Doa menjadi pusat dan dasar segala tindakan kita maka setiap pribadi suster yunior diharapkan terus-menerus membangun relasi yang intensif melalui hidup doa sehingga setiap hari mampu mengasah kepekaan terhadap realitas spiritual dan merasakan kehadiran Allah dalam seluruh dimensi kehidupannya.

E. Penelitian Peranan Hidup Doa dalam Meningkatkan Kecerdasan