• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PENCERMATAN KRITIS TERHADAP PERANAN

C. Berhadapan dengan Warisan Spiritualitas Bunda Pendiri…. 126

1. Pendampingan Masa Yuniorat

Pendampingan hidup doa dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior sangat dibutuhkan. Mengingat masa yunior adalah masa inkorporasi, artinya seorang yunior masuk dalam kenyataan tubuh kongregasi yang dijiwai oleh charisma kongregasi serta panggilannya. Meski sudah dibekali banyak

kekayaan rohani selama masa novisiat, para suster yunior akan tetap menemukan dan menghadapi kenyataan hidup baik di komunitas, karya, yang merupakan medan pergulatan yang harus dihadapi bukan dihindari. Bahkan pergulatan yang harus dijalani dengan bercucuran air mata. Sebagaimana dikatakan oleh pemazmur:

“Orang yang menabur dengan bercucuran air mata, akan menuai dengan sorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mazmur 126:5-6).

Ungkapan tersebut tidak mengecilkan hati kita namun semakin menyadarkan kita akan kekerdilan kita dihadapan Allah dan senantiasa mengandalkan rahmat, sehingga hidup rohani kita semakin diteguhkan, semakin mantap terlebih hidup di zaman ini. Kenyataan yang dihadapi selama masa yunior secara khusus dalam membangun hidup doa terasa amat sulit. Selain itu seringkali jatuh dalam kebosanan dan rutinitas sehingga dengan mudah pula melarikan diri dengan kesibukan tugas, dunia maya baik internet maupun televisi.

Darminta (1994: 4) mengatakan demikian: yang menjadi titik berangkat perjalanan rohani sebagai seorang kristiani dan religius adalah Sabda Allah sendiri “Ikutlah Aku” (Mrk 1:17). Sabda inilah yang menjadi motivasi terdalam dan menggerakkan seseorang dalam semua aspek kehidupannya dalam menjawab panggilan Allah. Sabda Allah sungguh memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan apapun, maka para suster yunior sebagai religius muda juga diharapkan memiliki kesediaan untuk mau diubah oleh kekuatan panggilan yakni Allah sendiri.

Masa yunior menjadi masa pembinaan rohani lanjut dengan masuk dalam realitas belajar bersama dengan sesama suster sekongregasi dengan beragam karya kerasulan, mengembangkan diri dan kepribadian sebagai religius CB murid Yesus. Hidup di jaman ini para suster yunior diajak untuk senantiasa memiliki rasa akan hal-hal rohani yang mendalam, karena dapat meningkatkan kematangan rohani yang sudah tentu dibangun dengan hidup doa. Hal tersebut akan memampukan para suster untuk tumbuh dalam kecerdasan spiritual sehingga mampu pula memaknai seluruh pengalaman kesehariannya menjadi pengalaman yang tidak hanya kodrati namun menjadi adikodrati.

Perjalanan rohani yang mendalam bagi seorang religius merupakan penyerahan diri yang utuh menuju kedewasaan rohani yang merupakan bagian dari proses inkorporasi ke dalam kongregasi. Hal ini akan nampak dalam sikap hidup menjadi pribadi yang dewasa, semakin paham akan keadaan hati dan hidup afektifnya sehingga tahu pula bagaimana mengarahkan hal-hal yang baik dan positif dalam hidupnya. Semakin tumbuh kemauan yang kuat melaksanakan hal-hal yang baik dan benar dalam kesehariannya. Kehendak dan kemauan yang kuat akan nampak dalam sikap keberanian dalam mengambil keputusan, ketabahan dan kemampuan untuk menghadapi kesulitan dan ketekunan untuk melaksanakan apa yang telah dipilih atau diputuskan.

Hidup doa yang mendalam menggerakkan para suster untuk sungguh memiliki kecerdasan spiritual semakin tumbuh daya pikir dan penalaran yang sehat sehingga mampu pula mengadakan penilaian, pertimbangan, pilihan secara seimbang berdasarkan kehendak Allah demi perkembangan diri dan kongregasi

(Darminta, 1982: 101-105). Dengan demikian selama masa yunior para suster diajak untuk terus-menrus belajar kepada guru kehidupan yaitu Yesus sendiri sehingga menjadi religius CB yang radikal mengikuti Yesus, membaktikan diri kepada Tuhan, gereja dan sesama dalam kemerdekaan dan kedewasaan rohani. Para suster juga diharapkan untuk memiliki kemauan yang kuat, terus-menerus belajar dari pengalaman dan ilmu dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat melaksanakan perutusan yang dipercayakan kepadanya dengan tepat guna (Konst, no. 87, 88).

Pendampingan dalam meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior diharapkan terus bertumbuh dan berkembang menuju kematangan rohani atau sering disebut keseimbangan rohani. Manusia memiliki intelektual, rasa atau emosi dan sosial yang diangkat melalui kesadaran diri menjadi kemampuan jiwa dan diharapkan semakin tumbuh dan berkembang dalam kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, kecerdasan rasa atau emosi dan kecerdasan sosial. Para suster juga diajak untuk sadar dan tahu dengan cerdas akan kemampuan yang ada dalam dirinya karena daya kerja jiwa. Karena jiwa berhadapan dengan yang Ilahi yakni firman Allah yang membantu manusia untuk menyimpan, merenungkan dan menghayati hidup dalam kesehariannya. Hal ini menunjukkan pula bahwa jiwa memiliki kemampuan ingatan dan imajinasi sehingga mampu menghayati hidup. Daya jiwa manusia terdiri dari kemampuan kehendak, pikiran dan rasa sehingga diharapkan mampu membuat pilihan dan penegasan dalam hidup (Darminta, 2006b: 62).

Para suster sebagai religius muda sebagai manusia rohani memiliki tiga dimensi dalam hidup yang berperan dalam menghayati hidup panggilannya yaitu; kesadaran, intuisi dan pemberian diri. Kesadaran rohani merupakan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, benar atau salah secara merdeka dan langsung atau spontan bukan dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita pelajari. Intuisi rohani merupakan kemampuan untuk merasa secara rohani yang tidak tergantung dari pengaruh dari luar. Melalui intuisi rohani akan menolong seorang religius untuk mengenal kehendak Allah dalam hidupnya dan disatu sisi pikiran manusia membantu untuk memahami. Maka para suster juga diajak untuk sungguh mendengarkan suara hati dan ajaran intuisi. Dengan demikian setelah manusia menyadari akan kemampuan membedakan mana yang baik-benar dan yang terbaik dan benar serta mengenal intuisi akan kehendak Allah, ia akan memiliki keberanian untuk memberikan diri yang merupakan kekuatan jiwa, dan hidup hanya berpusat kepada Allah. Pada akhirnya manusia dengan kebebasan hati pula mempersembahkan hidupnya untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Allah (Darminta, 2006b: 63-64).

Memang tidak mudah dalam mengolah dan membangun hidup rohani, tetapi keyakinan yang mendalam yang dimiliki para suster dan kesetiaan dan ketekunan yang terus-menerus diupayakan semakin menolong para suster untuk tumbuh dalam kematangan rohani. Perkembangan kemampuan daya jiwa; kehendak, pikiran dan rasa, juga dimensi rohani yang terdiri dari: kesadaran, intuisi dan pemberian diri perlu diolah dan dilatih terus menerus. Hal ini sudah tentu dibangun dengan relasi yang mendalam dan kuat dengan Allah dalam hidup

doa, mengingat para suster yunior muda sedang berproses melalui pengalaman jatuh-bangun, pengalaman pergulatan untuk sampai pada kematangan hidup rohani sebagai suster CB (Darminta, 2006b: 65).