• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembiayaan Pendidikan Anak

Dalam dokumen PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016 (Halaman 109-113)

V. Ketahanan Fisik 63

6.3. Pembiayaan Pendidikan Anak

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.

6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

90,66 86,52 88,54

5,48 3,86 7,31 6,16 6,42 5,04

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan

Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015

Lebih dari Cukup Cukup Kurang

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 89 6.3 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK

Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat penting saat ini. Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga tersebut karena dapat dijadikan pendekatan untuk mengetahui kecukupan pendapatan rumah tangga secara objektif. Pendidikan anak sebagai variabel penyusun dimensi ketahanan ekonomi untuk mengukur ketahanan keluarga disusun dari dua indikator, yaitu (1) kemampuan pembiayaan pendidikan anak, dan (2) keberlangsungan pendidikan anak.

6.3.1 Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP sederajat) tanpa memungut biaya (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Namun, kebijakan biaya sekolah gratis hanya berlaku bagi murid yang bersekolah di SD ataupun SMP negeri, itupun belum berlaku secara nasional. Pada sekolah tertentu masih terdapat pungutan biaya yang besarnya bervariasi yang ditentukan oleh komite sekolah. Selain itu, sekolah negeri belum mampu menampung seluruh siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai yang bagus yang mampu bersaing untuk diterima di sekolah negeri. Hal ini mengakibatkan sebagian siswa harus melanjutkan di sekolah swasta yang membutuhkan biaya yang lebih besar daripada sekolah negeri.

Gambar 6.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Klasifikasi Wilayah dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

90,66 86,52 88,54

5,48 3,86 7,31 6,16 6,42 5,04

Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

88 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Gambar 6.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kecukupan Pendapatan Rumah Tangga untuk Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dan Provinsi, 2015

Lebih dari Cukup Cukup Kurang

Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015 69,64

Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia

pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

80,71 86,19 91,50 94,55 96,44

10,20 8,08 5,24 3,28

2,00

9,10 5,73 3,26 2,17 1,57

Tidak punya

ijazah SD SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 91 Gambar 6.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Keberadaan Anggota

Rumah Tangga Usia 7-18 Tahun yang Bersekolah dan Provinsi, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015 69,64

Seluruh ART Bersekolah Sebagian ART Bersekolah Semua ART Tidak Bersekolah

90 | Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016

Biaya sekolah yang mahal memang masih menjadi dilema bagi dunia pendidikan di Indonesia. Tidak heran rata-rata lama sekolah untuk penduduk berusia 25 tahun ke atas di Indonesia hanya sekitar 7,73 tahun atau kurang lebih setara dengan kelas VII SMP. Variasi rata-rata lama sekolah sangat tinggi antar provinsi, salah satunya mungkin disebabkan karena pada daerah-daerah tertentu, akses ke sekolah sangat jauh sehingga menambah pengeluaran transportasi untuk sekolah. Contohnya provinsi Papua yang memiliki rata-rata lama sekolah paling kecil yakni 5,76 tahun, sementara provinsi DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi yakni 10,54 tahun. Oleh karena itu, rumah tangga yang mampu membiayai seluruh anggota rumah tangga usia 7 sampai 18 tahun hingga dapat menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Data menunjukkan ART usia 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia tersebar pada 54,52 persen rumah tangga (Lampiran 6.8). Selanjutnya, pada rumah tangga yang memiliki ART usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04 persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi (Gambar 6.9). Jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk memiliki ART usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah (Gambar 6.10).

Gambar 6.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Pendidikan Tertinggi KRT dan Keberadaan Anggota Rumah Tangga Usia Sekolah (7-18 Tahun) yang Bersekolah, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

80,71 86,19 91,50 94,55 96,44

10,20 8,08 5,24 3,28

2,00

9,10 5,73 3,26 2,17 1,57

Tidak punya

ijazah SD SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi Seluruhnya Bersekolah Sebagian Bersekolah Tidak Ada yang Bersekolah

Penduduk yang putus sekolah dan tidak pernah sekolah mempunyai kecenderungan yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Jika dilihat menurut kelompok umur, semakin tua usia penduduk maka semakin tinggi persentase mereka yang putus sekolah atau tidak pernah sekolah (Gambar 6.13). Lebih jauh, pada kelompok umur 7-12 tahun, perbedaan persentase antara anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah masih dapat dikatakan seimbang. Namun pada kelompok umur selanjutnya, perbedaan persentase tersebut semakin nyata.

Gambar 6.13 Persentase Penduduk Putus Sekolah atau Tidak Pernah Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2015

Sumber : Susenas KOR 2015

Dalam dokumen PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA 2016 (Halaman 109-113)