• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggulangan Wabah : tidak diterapkan, merupakan penyakit yang sporadis

Dalam dokumen MANUAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (Halaman 120-125)

BALANTIDIASIS ICD-9007.0; ICD-10 A07.0

C. Penanggulangan Wabah : tidak diterapkan, merupakan penyakit yang sporadis

D. Implikasi Bencana : Tidak ada

E. Tindakan Internasional : tidak ada

BOTULISME ICD-9 005.1; ICD-10 A05.1

INTESTINAL BOTULISM, sebelumnya dikenal sebagai Botulisme anak.

1. Identifikasi.

Ada 3 bentuk botulisme, yaitu yang di tularkankan melalui makanan (bentuk klasik) dan yang ditularkan melalui, luka dan saluran pencernaan (bayi dan dewasa). Tempat produksi toksin berbeda untuk tiap bentuk, tetapi semua bentuk memberikan gejala lumpuh layuh yang diakibatkan oleh racun saraf botulinum. Botulisme saluran pencernaan diusulkan sebagai identitas penyakit baru dari apa yang sebelumnya disebut Botulisme bayi. Nama baru secara resmi diterima pada pertengahan tahun 1999, dan akan digunakan secara umum di bab ini sebagai pengganti istilah botulisme bayi.

Foodborne botulism adalah keracunan berat yang diakibatkan karena menelan racun yang terbentuk di dalam makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini ditandai dengan gangguan

nervus cranialis bilateral akut dan melemahnya anggota tubuh disertai kelumpuhan. Gangguan visual (kabur dan dobel), disfagia dan mulut kering sering merupakan keluhan pertama. Gejala-gejala ini bisa meluas berupa layuh simetris pada orang yang waspada akan gejala-gejala ini. Muntah dan konstipasi atau diare mungkin muncul pada awalnya. Demam tidak terjadi bila tidak ada komplikasi Infeksi lain. CFR di AS 5 – 10 %. Pemulihan bisa berlangsung beberapa bulan.

Untuk jenis Botulisme luka, gambaran klinis yang sama terlihat pada saat organisme penyebab mengkontaminasi luka dalam kondisi anaerob. Sedangkan botulisme saluran pencernaan (bayi) adalah bentuk botulisme yang paling sering terjadi di AS; ini muncul akibat menelan spora Clostridium botulinum kemudian tumbuh berkembang dan memproduksi racun pada usus besar. Botulisme saluran pencernaan ini secara spesifik menyerang bayi dibawah 1 tahun, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa yang mempunyai kelainan anatomi saluran pencernaan serta terjadinya perubahan flora usus. Gejala klinis khas dimulai dengan konstipasi, diikuti dengan letargi, tidak nafsu makan,

listlessness, ptosis, susah menelan, kehilangan kontrol gerakan kepala, hipotonia dan menjurus kepada keadaan lemah secara menyeluruh (floppy baby) dan pada beberapa kasus, terjadi kesulitan bernapas sampai gagal nafas. Botulisme pada bayi mempunyai spektrum klinis luas, mulai dari sakit ringan dengan onset bertahap hingga kematian mendadak; beberapa penelitian menemukan bahwa penyakit ini merupakan penyebab terjadinya 5% sindroma kematian mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS). CFR dari penderita yang dirawat di rumah sakit di AS kurang dari 1 %; sudah barang tentu penderita tanpa akses ke Rumah Sakit dengan Unit Perawatan Intensif Anak akan terjadi lebih banyak kematian.

Diagnosa dari botulisme yang ditularkan melalui makanan ditegakkan dengan menemukan racun botulinum dalam serum, tinja, cairan lambung atau makanan yang tercemar; atau dari kultur C. botulinum cairan lambung atau tinja penderita. Menemukan organisme dari makanan yang di curigai cukup membantu, tetapi biasanya tidak punya nilai diagnostik karena spora ada dimana-mana, menemukan racun botulinum pada makanan yang terkontaminasi lebih bermanfaat. Diagnosa bisa dipastikan apabila orang dengan gejala klinis disertai dengan riwayat mengkonsumsi makanan yang tercemar dan didukung dengan bukti hasil pemeriksaan laboratorium. Botulisme luka didiagnosa dengan ditemukannya racun pada serum atau hasil kultur luka yang positif. Elektromiografi dengan rangsangan pengulangan cepat dapat digunakan untuk mendukung pencegahan diagnosa klinis untuk semua bentuk botulisme.

Diagnosa dari botulisme saluran pencernaan dapat di tegakkan dengan menemukan organisme C. botulism dan atau racun pada tinja penderita atau pada spesimenotopsi. Racun jarang terdeteksi pada sera penderita.

2. Penyebab penyakit.

Botulisme yang ditularkan melalui makanan disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh

Clostridium botulinum, spora membentuk basil anaerob. Beberapa nanogram dari racun dapat menyebabkan sakit. Kebanyakan KLB pada manusia terjadi karena tipe A, B, E dan jarang karena tipe F. Tipe G pernah diisolasi dari tanah dan dari specimen otopsi, tetapi perannya sebagai penyebab botulisme belum jelas. KLB tipe E biasanya berhubungan dengan konsumsi ikan, ikan laut dan daging mamalia laut.

Racun diproduksi karena proses pengalengan yang tidak tepat, makanan basa, makanan yang dipasturisasi dan makanan yang diolah sembarangan dan disimpan tanpa menggunakan pendingin, terutama dengan pengepakan kedap udara. Racun dihancurkan dengan cara direbus, untuk menonaktifkan spora dibutuhkan suhu yang lebih tinggi.

72

Racun tipe E dapat diproduksi pada suhu serendah 3oC (37,4oF), suhu yang lebih rendah dari suhu lemari es.

Banyak kasus botulisme anak disebabkan karena tipe A atau B. Beberapa kasus (racun tipe E dan F) dilaporkan berasal dari spesies clostridium neurotoksigenik, seperti C. butyricum dan C. baratii.

3. Distribusi penyakit :

Tersebar di seluruh dunia, secara sporadis. KLB yang terjadi didalam keluarga dan masyarakat terutama terjadi karena produk makanan dibuat dengan cara-cara yang tidak menghancurkan spora dan memberi peluang terbentuknya racun. Botulisme jarang diakibatkan oleh produk komersial; KLB terjadi karena kontaminasi melalui kaleng yang rusak selama proses pengalengan. Kasus botulisme saluran pencernaan dilaporkan dari 5 benua; Asia, Australia, Eropa dan Amerika Selatan dan Utara. Insidens yang pasti dan penyebaran dari botulisme saluran pencernaan tidak diketahui karena kesadaran para dokter yang masih rendah dan fasilitas laboratorium untuk diagnostik sangat terbatas, seperti yang dilaporkan dalam review, kasus botulisme saluran pencernaan yang terjadi di California antara tahun 1976, dan awal tahun 1999. Dari 1700 total kasus secara global, 1400 kasus terjadi di AS dengan hampir separuhnya terjadi di California. Di seluruh dunia sekitar 150 kasus dilaporkan dari di Argentina; kurang dari 20 kasus di Australia dan Jepang; kurang dari 15 kasus di Kanada; dan sekitar 30 kasus di Eropa (kebanyakan di Italia dan Inggris) serta beberapa kasus tersebar di Chili, Cina, Israel dan Yaman.

4. Reservoir

Spora tersebar di atas tanah di seluruh dunia, kadang-kadang ditemukan pada produk pertanian termasuk madu. Spora juga ditemukan pada lapisan sedimen di dasar laut dan di saluran pencernaan binatang, termasuk ikan.

5. Cara penularan

Mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin botulinum akan mengakibatkan Botulisme terutama karena makanan tersebut tidak dimasak dengan suhu yang cukup tinggi selama pengawetan atau tidak dimasak sebelum dikonsumsi. Di AS keracunan kebanyakan terjadi karena mengkonsumsi sayur dan buah-buahan yang dikalengkan dirumah; daging jarang sebagai perantara penyakit ini. Beberapa KLB yang baru-baru ini terjadi setelah mengkonsumsi ikan yang tidak dibersihkan ususnya. Kasus botulisme juga pernah dilaporkan terjadi sehabis makan kentang panggang dan potpies yang tidak ditangani dengan baik. KLB yang terjadi baru-baru ini dilaporkan sehabis memakan bawang merah, dua lainnya adalah sehabis mengkonsumsi acar dan bawang putih dalam minyak. Beberapa KLB bersumber dari restoran. Sayuran lain seperti tomat, yang sebelumnya di anggap terlalu asam untuk berkembang biaknya C. botulinum, ternyata dapat menjadi ancaman sebagai sumber keracunan makanan yang dikalengkan di rumah. Di Kanada dan Alaska, KLB terjadi karena mengkonsumsi daging anjing laut, salmon asap dan telur salmon yang difermentasi. Di Eropa sebagian besar kasus terjadi karena makan sosis dan daging panggang atau daging olahan; di Jepang, karena ikan laut.

Perbedaan ini disebabkan sebagian karena perbedaan dalam penggunaan natrium nitrit untuk mengawetkan daging di AS.

Kasus Botulisme luka kadang kala terjadi sebagai akibat dari kontaminasi luka dengan tanah ketika merawat patah tulang terbuka. Botulisme luka dilaporkan terjadi diantara para pecandu Napza (terutama abses kulit akibat injeksi subkutan dari pecandu heroin dan juga dari sinusitis para penghisap kokain).

Botulisme saluran pencernaan terjadi karena seseorang menelan spora botulinum yang kemudian tumbuh berkembang di usus besar, bukan karena menelan racun yang telah terbentuk. Sumber spora bagi anak-anak berasal dari berbagai sumber termasuk makanan dan debu. Madu, yang diberikan pada bayi, dapat mengandung spora C. botulinum.

6. Masa inkubasi.

Gejala neurologis dari botulisme yang ditularkan oleh makanan biasanya muncul dalam 12 – 36 jam, kadang-kadang beberapa hari, sesudah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Pada umumnya, semakin pendek masa inkubasi, semakin berat penyakitnya dan semakin tinggi CFR-nya. Masa inkubasi dari botulisme saluran pencernaan pada bayi tidak diketahui, karena kapan saat bayi menelan makanan yang terkontaminasi tidak diketahui.

7. Masa penularan.

Walaupun Racun C. botulisnum dan bakterinya dikeluarkan bersama tinja pada kadar yang tinggi (ca. 106 organisme/g) oleh pasien botulisme saluran pencernaan selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan sesudah onset penyakit, namun tidak ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang. Pasien Botulisme yang ditularkan melalui makanan biasanya mengeluarkan racun dan bakteri dalam jangka waktu yang lebih pendek.

8. Kekebalan dan kerentanan.

Semua orang rentan. Hampir semua pasien dengan botulisme pencernaan yang di rawat dirumah sakit berusia antara 2 minggu dan 1 tahun; 94 % berusia kurang dari 6 bulan, dan median umur penderita adalah 13 minggu. Kasus botulisme saluran pencernaan terjadi di semua ras dan kelompok etnik. Orang dewasa yang mempunyai gangguan buang air besar yang mengarah pada gangguan flora usus (atau flora usus yang secara tidak sengaja terganggu karena pengobatan antibiotik untuk tujuan lain) bisa rentan mengidap botulisme saluran pencernaan.

9. Cara pemberantasan.

A. Tindakan pencegahan

1). Lakukan pengawasan yang ketat terhadap proses pengolahan makanan dalam kaleng serta makanan yang diawetkan lainnya.

2). Beri penyuluhan kepada mereka yang bekerja pada proses pengolahan makanan, baik pengolahan makanan kaleng rumah tangga maupun kepada mereka yang bekerja pada proses pengawetan makanan. Materi penyuluhan adalah tentang teknik pengolahan makanan yang benar terutama berkaitan dengan masalah waktu, tekanan dan suhu yang tepat untuk menghancurkan spora.

Begitu pula materi penyuluhan berisi pengetahuan tentang teknik penyimpanan makanan yang belum diolah secara sempurna didalam lemari es dan cara-cara memasak dan mengaduk dengan benar sayur-sayuran yang akan dikalengkan

74

sebagai industri rumah tangga. Diperlukan waktu paling sedikit selama 10 menit untuk menghancurkan toksin botulinum.

3). C. botulinum kadang-kadang bisa atau tidak bisa menyebabkan tutup kaleng menggembung dan menimbulkan bau. Bahan pencemar lain juga dapat menyebabkan tutup kaleng atau botol menggembung. Wadah yang menggembung sebaiknya tidak dibuka, dan makanan yang berbau sebaiknya tidak dimakan atau dicicipi. Makanan kaleng yang sudah menggembung sebaiknya dikembalikan ke penjualnya tanpa dibuka.

4). Walaupun spora C. botulinum dapat dijumpai dimana saja, makanan yang diketahui tercemar seperti madu, sebaiknya tidak diberikan kepada bayi.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat. Kasus pasti dan yang dicurigai wajib dilaporkan di kebanyakan negara dan negara bagian, Kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular); diperlukan laporan segera melalui telepon.

2). Isolasi: tidak diperlukan, tetapi cucilah tangan sesudah menangani popok yang tercemar.

3). Disinfeksi serentak: makanan yang tercemar sebaiknya di detoksifikasi dengan cara merebusnya sebelum dibuang; atau wadahnya dihancurkan dan di kubur dalam-dalam di dalam tanah untuk mencegah makanan tersebut dimakan oleh binatang. Barang-barang yang terkontaminasi sebaiknya disterilisasi dengan cara merebus atau dengan disinkfeksi klorin untuk menonaktifkan racun yang tersisa. Lakukan pembuangan tinja yang saniter dari penderita bayi. Pembersihan terminal. 4). Karantina : tidak ada

5). Manajemen kontak : tidak dilakukan untuk kontak langsung biasa. Terhadap mereka yang diketahui telah mengkonsumsi makanan yang tercemar harus diberi pencahar, dilakukan lavage lambung dan enema tinggi dan di observasi dengan ketat. Keputusan untuk memberikan pengobatan presumptive dengan antitoksin polyvalent (equine AB atau ABE) bagi orang yang terpajan namun tidak menunjukkan gejala harus dipertimbangkan benar : harus diperhitungkan manfaat pemberian antitoksin di awal kejadian (dalam waktu 1 – 2 hari sesudah mengkonsumsi makanan tercemar) terhadap risiko efek samping yang berat karena peka terhadap serum kuda.

6). Investigasi kontak dan sumber racun: selidiki makanan apa yang dikonsumsi oleh penderita, kumpulkan semua makanan yang dicurigai untuk pemeriksaan laboratorium yang semestinya dan kemudian dimusnahkan dengan cara yang benar. Cari kasus-kasus tambahan untuk memastikan bahwa telah terjadi KLB botulisme yang ditularkan oleh makanan.

7). Pengobatan spesifik: jika terjadi botulisme berikan sesegera mungkin 1 vial antiracun botulinum polyvalent (AB atau ABE) intravena. Anti racun ini tersedia di CDC, Atlanta, dan dapat diminta melalui departemen kesehatan negara bagian sebagai bagian dari pengobatan rutin (nomor telpon darurat di CDC untuk botulisme pada jam kerja adalah: 404-639-2206 dan sesudah jam kerja atau hari libur : 404-2888). Serum sebaiknya diambil untuk mengidentifikasi toksin spesifik sebelum anti toksin di berikan, namun anti toksin sebaiknya jangan ditunda pemberiannya karena menunggu hasil tes. Yang terpenting dilakukan adalah akses

secepatnya ke ICU untuk antisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan pernapasan, yang dapat menyebabkan kematian, sehingga perlu ditangani dengan cepat dan tepat. Untuk botulisme luka, selain anti toksin, luka sebaiknya di bersihkan (debridemen) dan atau di lakukan drainase, diberikan antibiotik yang tepat (misalnya penisilin).

Pada botulisme saluran pencernaan, perawatan supportive yang cermat sangat penting. Anti toksin botulinum serum kuda tidak digunakan karena dikhawatirkan terjadi renjatan anafilaksis. Imunoglobulin untuk botulisme (Botulinal Immune, BIG) saat ini tersedia hanya untuk botulismus pada bayi yang telah disetujui oleh FDA dengan label

Protokol penelitian penggunaan obat baru dari Depertemen Kesehatan California. Informasi tentang BIG untuk pengobatan empiris terhadap mereka yang dicurigai menderita botulisme saluran pencernaan bayi bisa diperoleh dari Departemen Kesehatan melalui Saluran 24 jam pada nomor 510-540-2646. Pemberian Antibiotik tidak berpengaruh pada perjalanan penyakit dan pemberian aminoglikosid justru bisa membuat keadaan lebih buruk oleh karena adanya blokade neuromuskuler. Dengan demikian antibiotik sebaiknya digunakan hanya untuk infeksi sekunder. Bantuan pernafasan mungkin diperlukan.

Dalam dokumen MANUAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (Halaman 120-125)