• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya

Dalam dokumen MANUAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (Halaman 156-159)

INFEKSI PADA ALAT KELAMIN DISEBABKAN KLAMIDIA

B. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulation,1969). Edisi beranotasi Ketiga (Third Annotated Edition, 1983), dan IHR yang di perbarui dan di cetak ulang pada tahun 1992, WHO, Geneva; kelas 1 (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Saat ini sedang dilakukan revisi terhadap IHR.

2). Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat di operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan. 3). Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan

dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan menyeluruh.

4). Karantina :Tidak diperlukan.

5). Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecualiuntuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi. Pengobatan profilaktik alternatif yang bisa

digunakan untuk strain V. cholerae O1 yang resisten terhadap tetrasiklin adalah:

Furazolidon (Furoxone®) (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan untuk anak-anak 1.25 mg/kg 4 kali sehari), eritromisin (dosis anak-anak 40 mg/kg sehari dibagi ke dalam 4 dosis dan untuk orang dewasa 250 mg, 4 kali sehari); TMP-SMX (320 mg TMP dan 1600 mg TMP-SMX dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg TMP dan 40 mg/kg SMX sehari dibagi ke dalam 2 dosis untuk anak-anak); atau siprofloksasin (500 mg dua kali sehari untuk orang dewasa). TMP-SMX tidak bermanfaat untuk infeksi V. cholerae O139 karena strain ini resisten pada obat-obat antimikroba jenis ini. Kemoprofilaksis masal untuk semua anggota masyarakat tidak pernah di lakukan karena dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotika. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan.

6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.

7). Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1). Terapi rehidrasi agresif. 2). Pemberian antibiotika yang efektif. 3). Pengobatan untuk komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder. Akhirnya pada saat terapi rehidrasi cukup efektif, dan penderita tertolong dari renjatan hipovolemik dan tertolong dari dehidrasi berat, penderita dapat mengalami komplikasi seperti hipoglikemi yang harus di ketahui dan di obati dengan segera. Jika hal diatas dilakukan dengan baik maka angka kematian (CFR) bahkan pada ledakan KLB di negara berkembang dapat ditekan dibawah 1 %.

Untuk memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup dengan hanya memberikan larutan rehidrasi oral (Oralit) yang mengandung glukosa 20g/l (atau sukrosa 40 gr/l atau dengan air tajin 50g/L), NaCl (3.5 g/L), KCl (1.5 g/L); dan trisodium sitrat dihidrat (2.9 g/L) atau NaHCO3 (2.5 g/L). Kehilangan cairan pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang di perbaiki dengan rehidrasi oral sebagai pengganti cairan, diberikan lebih dari 4 – 6 jam, agar jumlah yang diberikan dapat mengganti cairan yang diperkirakan hilang (kira-kira 5 % dari berat badan untuk dehidrasi ringan dan 7 % pada dehidrasi sedang). Kehilangan cairan yang berlangsung terus dapat digantikan dengan memberikan, selama lebih dari 4 jam, cairan per oral sebanyak 1.5 kali dari volume tinja yang hilang selama 4 jam sebelumnya.

Penderita yang menderita renjatan sebaiknya diberi rehidrasi intra vena cepat dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130 mEq/L Na+, 25 - 48 mEq/L bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15 mEq/L K+.

108

Larutan yang sangat bermanfaat antara lain Ringer’s laktat atau Larutan Pengobatan Diare dari WHO (4 gr NaCl, 1 g KCl, 6.5 gr natrium asetat dan 8 gr glukosa/L) dan “Larutan Dacca” (5 g NaCL, 4 gr NaHCO3, dan 1 g KCL/L), yang dapat dibuat ditempat pada keadaan darurat. Penggantian cairan awal sebaiknya diberikan 30ml/kg BB pada jam pertama untuk bayi dan pada 30 menit pertama untuk penderita berusia diatas 1 tahun, dan sesudahnya pasien harus di nilai kembali. Sesudah dilakukan koreksi terhadap sistem cairan tubuh yang kolaps, kebanyakan penderita cukup diberikan rehidrasi oral untuk melengkapi penggantian 10 % defisit awal cairan dan untuk mengganti cairan hilang yang sedang berlangsung.

Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume larutan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi vibrio melalui tinja. Orang dewasa diberi tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari dan anak anak 12.5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari. Pada saat Strain V. cholerae yang resisten terhadap tetrasiklin sering ditemukan, maka pengobatan dilakukan dengan pemberian antimikroba alternatif yaitu TMP-SMX (320 mg trimethoprim dan 1600 mg

sulfamethoxazol dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg trimethoprim dan 40 mg/kg sulfamethoxazol sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak-anak, selama 3 hari); furazolidon (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 1.25 mg/kg 4 kali sehari untuk anak-anak, selama 3 hari); atau eritromisin (250 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 10 mg/kg 3 kali sehari untuk anak-anak selama 3 hari). Siprofloksasin, 250 mg sekali sehari selama 3 hari, juga merupakan regimen yang baik untuk orang dewasa. V. cholerae strain O139 resisten terhadap TMP-SMX. Oleh karena ditemukan strain O139 atau O1 yang mungkin resisten terhadap salah satu dari antimikroba ini, maka informasi tentang sensitivitas dari strain lokal terhadap obat-obatan ini perlu diketahui, jika fasilitas untuk itu tersedia, informasi ini digunakan sebagai pedoman pemilihan terapi antibiotika yang tepat.

C. Penanggulangan wabah.

1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.

2). Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif

3). Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat-alat-alat untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.

4). Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.

5). Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.

6). Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.

7). Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan. 8). Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberikan

sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atau pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.

D. Implikasi bencana : risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu daerah

Dalam dokumen MANUAL PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR (Halaman 156-159)