• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Inisiatif Peningkatan Kinerja DJPb

B. Penetapan IKU Baru

1. Indeks efektivitas investasi pemerintah

diukur berdasarkan data yang diperoleh melalui monitoring dan evaluasi terhadap penyaluran investasi. Untuk mengukur tingkat efektifitas investasi pemerintah tersebut dilakukan pengukuran dengan menggunakan dua variabel, sebagai berikut:

1. Penyaluran Investasi yang terdiri dari:

A. Deviasi rencana penarikan dana ( membandingkan antara realisasi dengan perencanaan halaman III DIPA)

B. Tingkat penyerapan dana (membandingkan antara realisasi DIPA dengan Komitmen Penyaluran)

2. Ketepatan Sasaran, yang diukur berdasarkan hasil survei atas pencapaian sasaran investasi BUMN, investasi Pemda/BUMD, dan Penyaluran UMi.

Target awal tahun 2020 adalah indeks 3.25 (skala 4), kemudian di-addendum menjadi indek 4 dari skala 5.

Penyaluran dana investasi pemerintah berupa penyaluran dana ke Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP); penyaluran dana penerusan pinjaman (SLA) dari Ditjen Perbendaharaan ke Pengguna Dana (selaku debitur atas penerusan pinjaman); penyaluran subsidi dan kredit program (tidak termasuk KUR). Persentase ketepatan sasaran

2. Indeks optimalisasi kas terhadap bunga utang

Rasio Optimalisasi Kas terhadap Bunga Utang adalah perbandingan antara penerimaan optimalisasi kas atau return on investment (RoI) oleh DJPb dengan cost of fund atas utang yang diterbitkan oleh DJPPR pada tahun berkenaan. Hasil DJPb adalah return on investment dari pengelolaan atas penempatan saldo kas pada Bank Indonesia dan hasil dari optimalisasi melalui pengelolaan Treasury Dealing Room berupa penempatan uang pada bank umum pemerintah serta transaksi reverse repo SBN dan Treasury otional Pooling (TNP). Biaya Bunga merupakan biaya bunga atas penerbitan (issuance) utang pada tahun berkenaan (tidak memperhitungkan biaya bunga dari utang-utang pada tahun-tahun sebelumnya). Target IKU tahun 2020 adalah 3 dari Skala 4.

Target rasio minimal yang harus dicapai adalah 0,2 dengan rentang rasio yaitu:

1. Lebih besar dari 0,2 merupakan kategori kriteria "sangat baik". 2. Lebih dari 0,15 s.d. 0,2 merupakan kategori kriteria "baik" 3. Lebih dari 0,1 s.d. 0,15 merupakan kategori kriteria

"cukup".

4. Kurang dari 0,1 merupakan kategori kriteria "kurang".

3. Indeks pengendalian biaya atas SILPA

IKU tersebut merupakan IKU baru di level Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One DJPb tahun 2020. IKU merupakan tindak lanjut atas arahan Menteri Keuangan pada forum DKO Level Kemenkeu untuk dilakukan pengukuran terhadap opportunity cost terkait jumlah kas idle berupa SILPA yang disimpan di BI dengan return yang lebih rendah dari cost of fund jika dilakukan penerbitan bond”. Biaya SiLPA merupakan biaya oportunitas atas

sisa lebih pembiayaan anggaran dalam periode tertentu. Biaya SiLPA dihitung dengan menggunakan pendekatan perhitungan nominal

SiLPA dikalikan dengan selisih rata-rata tertimbang yield utang tunai dikurangi dengan

rata-rata tertimbang optimalisasi Kas. SiLPA yang terkendali adalah jumlah SiLPA akumulasi bulanan yang cost of fund-nya paling minimal. Cost of SiLPA yang paling minimal adalah sebesar biaya kelebihan penerbitan utang dikurangi dengan remunerasi hasil optimalisasi idle cash. Biaya kelebihan penerbitan utang adalah jumlah utang yang diterbitkan dikurangi dengan jumlah utang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kas bulanan.

Rata-rata tertimbang yield (weighted average yield) utang tunai diperoleh dari perhitungan rata-rata tertimbang dari yield atau biaya efektif utang tunai baru (SBN dan pinjaman

Program) yg ditarik atau diterbitkan pada tahun berjalan. Rata-rata tertimbang remunerasi optimalisasi kas diperoleh dari perhitungan rata -rata tertimbang atas optimalisasi kas melalui penempatan uang pada Bank Indonesia dan remunerasi pengelolaan berupa penempatan uang pada bank umum pemerintah serta transaksi repo/reverse repo SBN.

Rentang kendali biaya atas SiLPA yang harus dijaga tersebut yaitu:

1. Kurang dari Rp200 miliar dengan indeks 4 atau kriteria "sangat baik"

2. Lebih dari Rp200 miliar s.d. Rp250 miliar dinyatakan dengan indeks 3 atau kriteria "baik" 3. Lebih dari Rp250 miliar s.d. Rp300 miliar dinyatakan dengan indeks 2 atau kriteria "cukup"

4. Lebih dari Rp300 miliar dinyatakan dengan indeks 1 atau kriteria "kurang"

4. Tingkat implementasi redesign sistem penganggaran

IKU tersebut merupakan IKU baru di level Kemenkeu-Wide maupun Kemenkeu-One DJPb tahun 2020. IKU tersebut merupakan cascading indirect dari Kemenkeu-Wide (diturunkan kepada DJPb, DJA, dan Setjen). IKU ini Mengukur keberhasilan atas implementasi redesign system penganggaran yang diterapkan di Kementerian Keuangan TA 2020 dan perluasannya di seluruh K/L TA 2021.

Desain penganggaran yang digunakan oleh pemerintah saat ini mempunya beberapa kelemahan, seperti program belanja pusat dan daerah saat ini tidak sinkron sehingga capaian kinerjanya tidak optimal. Selain itu, program yang digunakan dalam dokumen Perencanaan dan dokumen pengang-garan berbeda, sehingga sulit dikonsolidasikan. Terkait dengan rumusan target/sasaran kinerja pembangunan dari sebuah program/kegiatan tidak terlihat secara langsung (normatif). Dari sisi Informasi kinerja pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan penganggaran juga masih sulit dipahami oleh publik. Oleh karena itu, perlu dilakukan perancangan desain penganggaran baru yang diimplementasikan di seluruh kementerian/lembaga agar kualitas dan capaian kinerja penganggarannya dapat lebih optimal. Dasar acuan desain anggaran yang baru adalah: Visi misi Presiden dan Fokus Prioritas Pembangunan 2020 – 2024 (5 fokus), 7 Agenda Pembangunan yang dijabarkan dalam RPJMN 2020 – 2024, serta Tusi K/L yang baru sesuai rumusan dalam Kabinet Indonesia Maju dan Undang‐Undang Sektoral Terkait.

Pelaksanaan persiapan dan implementasi desain anggaran yang baru berada pada kewenangan unit eselon I DJA, DJPb, dan Sekretariat Jenderal. Untuk DJPb, persiapan dan implementasi desain penganggaran meliputi:

1. Persentase penyesuaian peraturan

Output: Penyesuaian peraturan tergantung dari arahan pimpinanbterkait kedalaman penyusunan desain anggaran yang baru. Apabila dari arahan tersebut berimplikasi tidak perlu diubahnya peraturan, maka capaian komponen ini n/a.

2. Persentase penyesuaian aplikasi

Output: Penyesuaian aplikasi SAKTI, CW SPAN, Satu Anggaran.

Target yang ditetapkan untuk tahun 2020 adalah 100.

5. Indeks efektivitas pelaksanaan tugas khusus

Pelaksanaan special mission merupakan tugas khusus diluar core business di bidang pelaksanaan anggaran yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam pelaksanaan tugas tersebut seluruh sumber daya Ditjen Perbendaharaan diharapkan dapat bekerja secara optimal. Optimal memiliki makna bahwa DJPb mampu melaksanakan tugas special mission tersebut sesuai peraturan yang ada serta dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Indeks efektivitas pelaksa-naan tugas khusus dihitung berdasarkan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Satuan Kerja BLU lingkup Ditjen Pebendaharaan, yaitu NKO dari unit sebagai berikut:

1. Satker Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) 2. Satker Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

3. Satker Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)BPDPKS.

6.

Indeks efisiensi belanja birokrasi

IKU ini merupakan cascading dari Kemenkeu-Wide. Merupakan IKU baru di tahun 2020 dan merupakan mandatory yang diinisiasi oleh Setjen Kemenkeu. IKU ini mengukur penghematan atas penerapan office automation terhadap anggaran belanja. Target yang ditetapkan untuk tahun 2020 adalah 10%. Pelaksanaan office automation diharapkan dapat mengurangi belanja birokrasi. Efisiensi belanja birokrasi ditunjukkan oleh realisasi belanja yang lebih kecil dari DIPA untuk suatu output yang sama atau peningkatan capaian output untuk realisasi anggaran yang sama dengan DIPA. Output yang diukur pada IKU berdasarkan output pada dokumen RKA-K/L. Capaian Keluaran Kegiatan (pada level Unit Eselon 2 ke bawah) menggunakan keluaran kegiatan dan indikator keluaran kegiatan. Capaian Keluaran Program (pada level Unit Eselon 1) menggunakan indikator keluaran program. DIPA dan realisasi anggaran yang diukur adalah sesuai nilai pada lingkup masing-masing. Jenis belanja yang diukur pada setiap output meliputi:

(i) Belanja bahan percetakan dan konsumsi;

(ii) Belanja perjalanan dinas dalam negeri kecuali dalam rangka pelantikan, mutasi, diklat, dan bantuan evaluasi non lokal dalam rangka pemberian dana dukungan pemulihan kepada pegawai yang terkena dampak bencana alam;

(iii) RDK dan konsinyering.

7. Persentase penyelesaian delayering

Sebagaimana pidato Presiden Republik Indonesia pada Sidang Paripurna MPR RI tanggal 20 Oktober 2019, dalam rangka meningkatkan daya saing investasi untuk menciptakan lapangan kerja, perlu dilakukan pemotongan prosedur yang panjang dan penyederhanaan birokrasi menjadi hanya 2 (dua) level dan mengganti/mengalihkan jabatan tersebut dengan jabatan fungsional yang berbasis pada keahlian/keterampilan dan kompetensi tertentu. Penyederhanaan birokrasi tersebut dimaksudkan untuk menciptakan birokrasi yang lebih dinamis, agile, dan profesional dalam upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi untuk mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik. Selanjutnya, melalui Surat Edaran Nomor 384 tahun 2019 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi, Kementerian PAN dan RB menyampaikan kriteria dan langkah-langkah strategis dan konkret dalam rangka percepatan pengalihan jabatan struktural menjadi jabatan fungsional. Dalam rangka menindaklanjuti arah kebijakan tersebut, pada tahun 2020 Kementerian Keuangan melakukan penyederhanaan birokrasi (delayering) melalui transisi penggunaan jabatan fungsional secara selektif sesuai arahan kebijakan nasional.

Indeks Implementasi Penyelesaian Penyederhanaan Birokrasi (Delayering) Kemenkeu mengukur penyelesaian proses implementasi delayering di lingkungan Kementerian Keuangan pada tahun 2020, dan terdiri dari 3 (tiga) sub-IKU.

a. Indeks Penyelesaian Pembentukan/Penyempurnaan Jabatan Fungsional dalam rangka Delayering. b. Persentase penyelesaian Penataan Organisasi Kementerian Keuangan dalam rangka Delayering. c. Persentase Alih Jabatan Struktural ke Jabatan Fungsional dalam rangka Delayering.

Adapun IKU mandatory dari Kementerian Keuangan untuk Ditjen Perbendaharaan adalah Sub IKU A, yaitu melalui penyempurnaan Jabatan Fungsional Analis Perbendaharaan Negara. Target yang ditetapkan untuk IKU ini adalah 100%.

8. Persentase penyelesaian program RBTK

Transformasi Digital merupakan bagian dari Misi Kemenkeu yang sesuai dengan perkembangan industri 4.0 dan perkembangan ekonomi digital yang pesat beberapa tahun mendatang. Kementerian Keuangan perlu memperkuat program Reformasi dan Transformasi Kelembagaan yang berfokus pada tema digital. Untuk mewujudkan komitmen transformasi digital Kementerian Keuangan tersebut dalam Leaders’ Offsite Meeting (LOM) pada Desember 2020 telah ditetapkan 15 (lima belas) Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (IS RBTK) yaitu:

IKU ini merupakan cascading dari Kemenkeu-Wide dan merupakan IKU baru di tahun 2020. IKU tersebut mengukur pencapaian IS RBTK masing-masing unit eselon I. Target untuk tahun 2020 adalah 85%.

9. Tingkat implementasi learning organisation

IKU tersebut merupakan mandatory IKU Kemenkeu-Wide ke seluruh Kemenkeu-One Kementerian Keuangan yang diinisiasi oleh BPPK. Tingkat Implementasi learning organisation merupakan nilai yang merepresentasikan tingkat implementasi unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai learning organisation. Learning organisation (organisasi pembelajar) adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di da-lamnya (KEP-140/PP/2017). Target IKU yang ditetapkan untuk tahun 2020 adalah 75. Metode pengukuran menggunakan metode yang dikembangkan dari konsep Enterprise Learning System Assessment, yang merupakan salah satu komponen strategi Kemenkeu corporate university. Tingkat learning organisation dapat ditinjau dari input, proses, dan output pembelajaran yang dapat dilakukan dengan komponen penilaian terdiri dari:

1.Strategic fit and management commitment

2. Learning function organiza-tion 3. Learning spaces 4. Learning solutions 5. Leaders as teachers 6. Learners 7. Learning Culture 8. Feedback

9. Learning value chain 10. Learners performance Digital Transformation Initiatives Unit in Charge

1. The New Thinking of Working Setjen

2. Satu Data SLDK Setjen

3. Layanan Digital Kemenkeu Setjen

4. e-Kemenkeu Setjen

5. Organisasi dan SDM Setjen

6. Modern e-Learning BPPK, Setjen

7. Unified Revenue Account Management DJP, DJBC, Setjen

8. Joint Program Otimaliasi Penerimaan DJP, DJBC, DJA, DJPK, BPPK, LNSW, DJKN

9. Core Tax System DJP

10. Pengelolaan Aset Negara DJKN

11. Simplifikasi Pelaksanaan Anggaran DJPB 12. Penyediaan Data Transaksi Pemda DJPK 13. Pengintegrasian Informasi Keuangan Pemerintah

Pusat dan Pemda DJPB

14. Integrasi Probis Perencanaan dan Penganggaran DJA, DJPB, BKF