• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PENGEMBANGAN PERKREDITAN BERBASIS KELEMBAGAAN KASUS SUBAK GUAMA TABANAN-BALI

Dalam dokumen prosiding ekowisata lengkap ISBN (Halaman 43-46)

Determinan dan faktor pengarah

DALAM PENGEMBANGAN PERKREDITAN BERBASIS KELEMBAGAAN KASUS SUBAK GUAMA TABANAN-BALI

Anak Agung Ngurah Bagus Kamandalu I Gusti Komang Dana Arsana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Bali

E-mail:igkomangdana@yahoo.com ABSTRAK

Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama merupakan bagian integral dari lembaga tradisional Subak Guama, dan dikelola secara langsung oleh sumber daya manusia Subak Guama melalui kegiatan agribisnis. Jumlah modal awal dari Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) tahun 2002 untuk Crops Livestock System (CLS) sebesar Rp. 663.500.000,00; untuk Integrated Crops Management (ICM) sebesar Rp. 98.000.000,00 dan untuk Kredit Usaha Mandiri sebasr Rp. 81.700.000,00. KUAT Subak Guama memiliki usaha integrasi padi ternak, pengembangan padi terpadu, kredit usaha mandiri, produksi pupuk organik, bio urine sapi, penangkar benih unggul, dan penggilingan padi. Pengelolaan usaha dan kerja sama dari seluruh jajaran pengurus dan karyawan KUAT menghasilkan perolehan sisa hasil usaha (SHU) yang signifikan. Pada tahun 2007 diperoleh SHU sebesar Rp. 212.227.525,00, meningkat dua puluh lima kali dibanding SHU tahun 2003. Perkembangan usaha KUAT Subak Guama secara finansial sangat menguntungkan. Kata kunci:kredit, keuangan, usahatani

ABSTRACT

Integrated Agribusiness Cooperative (KUAT) “Guama Subak” is an integral part of traditional institutions Subak Guama, and managed directly by human resources of Subak Guama in managing agribusiness activities. In the year of 2002, initial capital amount of Direct Loan Assistance Society (BPLM) for Crops Livestock System (CLS) was Rp. 663,500,000.00, for Integrated Crops Management (ICM) was Rp. 98,000,000.00 and for Loan Independent Business was Rp. 81,700,000.00. KUAT has developed agribusiness activities such as livestock rice integration, integrated rice development, independent business credit, the production of organic fertilizers, bio-urine of cow, breeder of seed, and rice mill. As a result, KUAT has succeded to produce a significant earning of net income. In 2007, it earned net income as amount Rp. 212.227.525,00; an increase of twenty-five times compare to 2003 earning. In general, development of KUAT business was very profitable.

.

PENDAHULUAN

Produksi padi nasional masih harus ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi sekitar 275 juta penduduk Indonesia tahun 2025. Tahun 2014 Kementerian Pertanian mentargetkan produksi beras bisa surplus sebesar 10 juta ton. Untuk mencapainya maka dilakukan pemanfaatan inovasi teknologi yang telah dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian (Wardana dkk, 2011).

Dalam Permentan tersebut instansi vertikal Badan Litbang Pertanian di daerah, BPTP ditugaskan untuk melakukan pendampingan teknologi dan memberikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi kepada Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Kamandalu dkk, 2012). Penerapan teknologi pertanian seperti penggunaan benih unggul bermutu, penggunaan pupuk yang berimbang juga telah banyak membantu meningkatkan hasil pertanian. Namun disisi lain organisasi petani (kelompok tani) sebagian besar nampaknya kurang mampu untuk menghimpun dana untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam berusahatani, khususnya dalam penyediaan sarana produksi tepat jumlah dan waktu.

Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yang diterima Subak Guama, yang diperoleh dari Bagian Proyek Pengembangan Padi Terpadu (P3T) Bali Tahun Anggaran 2002, dengan nilai Rp 843.200.000,- terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu: Pengelolaan Padi Terpadu (ICM), Integrasi Padi–Ternak (CLS) dan Pemicu Penguatan Modal Usaha Rumah Tangga (KUM), yang pengelolaannya diwujudkan dalam lembaga manajemen yang disebut KUAT (Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu) Subak Guama, dengan menggunakan standart manajemen Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dengan pola Akuntansi Perusahan Modern (APM).

Pertimbangan yang dapat dijadikan landasan, bahwa pentingnya agribisnis perkreditan sebagai andalan yang dapat memulihkan ekonomi nasional adalah: 1) mengakar pada resource basedyang merupakan kekuatan nasional; 2) mempunyai karakteristik menciptakan kesempatan kerja yang relatif banyak; 3) menghasilkan devisa; dan 4) menjadi sumber pendapatan masyarakat terutama di pedesaan (Solahudin,1999).

Selanjutnya Nani (2007), mengkaji pelaksanaan program Kredit Usaha Mandiri untuk kelompok tani wanita yang merupakan program KUM Subak Guama, juga terbatas dalam keberhasilan program tanpa menyentuh makna dibalik keberhasilan tersebut. Hasil penelitian Genggor (2003), tentang dinamika subak di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung Bali menunjukkan bahwa tingkat kemandirian Subak Pelaga berada dalam katagori tinggi. Setiap hari hamparan sawah Subak Pelaga tidak pernah absen dari kunjungan wisatawan. Banyak kegiatan dari pekerjaan di sawah yang menarik bagi wisatawan, seperti membajak dan menggaru memanfaatkan tenaga sepasang sapi, menanam padi, menyiang, menghalau burung, serta ketika padi menguning dan panen. Petani anggota subak belum menerima secara langsung manfaat ekonomis dari kunjungan wisatawan ke hamparan

sawahnya. Kajian pemberdayaan subak sebagai konsep kelestarian yang mencakup: kelembagaan, jaringan irigasi, produksi pangan, tradisi ritual keagamaan terkait dengan budidaya padi dengan manajemen modern yang optimal sehingga subak eksis sebagai organisasi ekonomi berorientasi agribisnis (Yadnya, 2006).

Adjid (1998) menyatakan bahwa strategi pembangunan agribisnis berupaya untuk mewujudkan secara material sesuatu wawasan dalam dunia nyata dengan wujud eksistensi suatu sistem adalah suatu karya kemasyarakatan yang kompleks. Meskipun demikian, karena setiap upaya manusia untuk mencapai atau mewujudkan sesuatu tujuan (nilai, idaman, rencana) yang menyangkut kerjasama dan pemanfaatan sumberdaya serta lingkungan hidup harus berlangsung melalui proses terpola dan melembaga, maka pengembangan agribisnis itu harus diusahakan supaya berlangsung melalui proses tertentu yang dirancang dan direkayasa secara sadar untuk menjamin keberhasilannya dengan efektif dan efisien.

Kelompok yang mengkoordinasikan sistem pengaturan dan penggunaan air di Bali dikenal dengan nama subak. Sutawan dkk. dalam Pitana dkk. (1992) memberikan definisi bahwa subak adalah organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul, serta mempunyai kebebasan di dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam berhubungan dengan pihak luar.

Dari catatan sejarah diperkirakan subak telah ada di Bali sejak abad ke-sembilan (Sutawan, dkk. 1983). Sutha (1978) mengatakan bahwa dalam perjalanan sejarah Bali lebih lanjut dan berdasarkan hasil penelitian bahwa pertanian dengan sistem persawahan dan tegalan yang teratur telah ada di Bali sejak tahun 882 M yang menyebutkan kata-katahuma (sawah) dan parlak (tegalan). Besar kemungkinannya subak ada jauh sebelumnya mengingat pada tahun 882 M sudah ada pembuatan terowongan air untuk kepentingan pertanian (Purwita, 1986). Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa proses antara pelaksanaan sistem pertanian sawah dan tegal, sudah ada dengan mulai dikenalnya istilah subak sebagai kegiatannya (abad ke 11 atau tahun 1071 M) (Sudarta, dkk., 1989). Sutawan (1986) mengatakan bahwa subak sebagai organisasi petani pemakai air di Bali memiliki ciri-ciri dasar sebgai berikut: (1) Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggota-anggotanya. Sebagai suatu organisasi, subak mempunyai pengurus dan aturan-aturan keorganisasian,baik tertulis maupun tidak tertulis; (2) Subak mempunyai suatu sumber air bersama; (3) Subak mempunyai suatu areal persawahan; (4) Subak mempunyai otonomi baik internal maupun eksternal dan (5) Subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul.

Mengkaji masalah pengembangan perkreditan berbasis subak, pada era global subak mempunyai peran strategis dalam membangun pertanian berkelanjutan. Tradisi dan nilai-nilai sosial budaya utamanya ritual keagamaan yang terkait erat dengan budaya padi, mempunyai peran yang penting dalam membangun kebersamaan dan keharmonisan serta kestabilan sosial dalam komunitas pertanian dan pedesaan, sehingga dapat mendorong

kerjasama dalam melakukan pemeliharaan jaringan irigasi (Sutawan dalam Pitana dkk, 2005).

Dalam dokumen prosiding ekowisata lengkap ISBN (Halaman 43-46)