• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK MEMAJUKAN KELEMBAGAAN SUBAK BERBASIS EKOWISATA DI TABANAN-BALI

Dalam dokumen prosiding ekowisata lengkap ISBN (Halaman 75-79)

Determinan dan faktor pengarah

UNTUK MEMAJUKAN KELEMBAGAAN SUBAK BERBASIS EKOWISATA DI TABANAN-BALI

I Gusti Komang Dana Arsana I Wayan Alit Artha Wiguna Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-Bali

E-mail:igkomangdana@yahoo.com ABSTRAK

Kajian tentang teknologi padi aerob berbasiskan bahan organik pada sistem integrasi dalam ekosistem subak, berdasarkan pada tanaman padi bukanlah tanaman air, namun tanaman yang membutuhkan air. Teknologi tersebut ternyata dapat memperkuat keberadaan kelembagaan subak. Untuk menunjang kelembagaan subak, tidak terlepas dengan pola manajemen modern, selain mengandalkan iuran internal, kelembagaan subak mengelola keuangan yang bersumber dari para turis mancanagera (sumber eksternal), hal ini impak dari subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) yang mampu mempengaruhi turis mancanegara untuk dapat menikmati langsung keberadaan subak, sehingga meningkatkan jumlah kunjungan turis mancanagera dari tahun ke tahun. Pengakuan dari UNIESCO ini tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah daerah khususnya dinas terkait yaitu Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, untuk memperjuangkan keberhasilan memperoleh pengakuan bahwa subak sebagai WBD. Untuk setiap turis mancanagera yang masuk ke dalam kawasan subak, diterapkan sistem tarif berupa karcis masuk ke kawasan subak pada 2013 sebesar Rp. 15.000 per orang. Pembagian dana yang masuk ke kelembagaan subak terbagi menjadi: (1) 20% untuk biaya operasional Pecalang, (2) Sisa dana dari hasil penerimaan di lapangan (hasil bersih) kemudian dibagi dua: 40% diberikan kepada Pemda Kabupaten Tabanan dan 40% diberikan kepada desa adat. Bagian dana yang 40% tersebut (menjadi 100%) terbagi lagi menjadi bagian Desa Adat Jatiluwih 39%, Desa Adat Gunung Sari 26%, Desa Dinas Jatiluwih 20%, dan aparat Desa Jatiluwih sebagai dana operasional aparat desa sebesar 15%.

Kata kunci:teknologi, kelembagaan, ekowisata ABSTRACT

Studies on aerobic rice technology based on organic matter in the ecosystem subak system integration, based on the rice crop is not water, but the plants need water, it turns out these two technologies can strengthen the institutional existence of subak. To support the institutional subak, is inseparable with modern management pattern, in addition to relying on internal dues, institutional financial management subak sourced from the foreign tourist (external source), it is the impact of the WBD subak as capable of affecting foreign tourists

Tourists from year to year. Department of Agriculture and Horticulture Tabanan regency, so the recognition of UNESCO's responsibility can not be separated from the department of local government in particular those related to the successful fight to gain recognition that subak as WBD. For every tourist that goes into subak region, there implementation of the rates system to the subak area, in 2013 is Rp. 15,000 per person. Distribution of funds into institutional subak divided into: (1) 20% for operational costs Pecalang, (2) proceeds from the funds remaining in the field (net proceeds) and then divided by two, 40% is given to the district of Tabanan and 40% is given to adat village. Part fund the 40% (to 100%) are subdivided into sections Jatiluwih 39% indigenous villages, traditional village Gunung Sari 26%, 20% Jatiluwih village offices, and village officials Jatiluwih as operational funds village officials by 15%

Keywords:technology, institutional, ecotourism

PENDAHULUAN

Indonesia dengan luas wilayah daratan mencapai 1.910.931,32 km2, memiliki sekitar 6 juta Ha lahan sawah beririgasi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 234,18 juta orang tahun 2010 (BPS, 2010), maka kebutuhan beras mencapai 33.055.968 ton tahun 2010 dan menjadi 33.013.214 ton tahun 2014. Konsumsi beras per kapita menurun dari 139,35 kg tahun 2010 menjadi 130,99 kg tahun 2014. Rataan produksi beras nasional mencapai 37.222.861 ton per tahun, sehingga terjadi surplus beras 4.166.893 ton tahun 2010 (Kementan, 2010). Kenyataannya, Indonesia masih mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional setiap tahun. Tahun 2012 impor beras mendekati 2 juta ton, dan tahun 2013 Dirut Perum Bulog berencana mengimpor beras 670 ton (http://metro.kompasiana.com/2013/01

/09/aneh-surplus-tapi-tetap-import-beras-522765.html, diunduh Jan 2013). Simarmata dikutip Dadang, dkk., 2008 dalam

http://www.agrina-online.com/showmengungkapkan bahwa metode intensifikasi padi sawah dengan sistem tergenang (anaerob) tidak saja akan menyebabkan tidak berfungsinya kekuatan biologis tanah, tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran padi. Menurut Bahasa Bali, Subak berasal dari suku kata SUAK, yang artinya sealiran air. Sistem Subak mengenal Subak Basah dan Subak Kering. Subak Basah berarti mengatur kegiatan masyarakat dalam mengelola usahatani dengan sistem di sawah terkait pengaturannya mulai dari pengolahan lahan sampai dengan panen dan pascapanen. Masyarakat di luar Bali, mengartikan Subak sebagai pengelolaan sistem pengaturan pengairan atau pengelolaan irigasi dalam usahatani di sawah, tetapi yang sebenarnya lebih luas dari yang dimaksud tentang pengelolaan irigasi tersebut. Subak Kering berarti pengelolaan lahan terutama yang terdapat di lahan ladang atau perkebunan termasuk kehutanan. Subak memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul. Pura tersebut khusus dibangun petani dan

diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan (Dewi Sri). Saat ini menurut catatan bahwa subak yang ada di Pulau Bali berjumlah 1.482 buah dansubak abianberjumlah 698 buah.

Subak merupakan aset kelembagaan tradisional yang telah terbukti efektivitasnya dalam menyangga pembangunan pertanian dan pedesaan di Bali. Karena keunikan dan berbagai karakteristik lainnya, subak telah terkenal keseluruh penjuru dunia. Subak sebagai organisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat juga ditemukan di berbagai belahan dunia seperti beberapa yang terkenal dan mempunyai kekhasannya seperti Muang Fai di Thailand, Zangera di Filipina Utara (Pitana, 1993).

Purwita (1992) menyebutkan bahwa dalam lintasan sejarah Bali, tercatat adanya beberapa pengaruh budaya daerah yang datang ke Bali yaitu dari Sriwijaya (Sumatera) sekitar abad ke 10, pengaruh budaya lemah tulis (Jawa Timur) sekitar tahun 1039 M, pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) sekitar tahun 1172 M, pengaruh budaya Singasari (Jawa Timur) sekitar tahun 1284 M, pengaruh budaya Majapahit (Jawa Timur) sekitar tahun 1343 M, dan pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) dibawa oleh Dang Hyang Nirartha sekitar tahun 1489 M, yang kesemuanya itu menumbuh kembangkan budaya Bali yang menjadi landasan budaya Bali selanjutnya.

Empat kawasan Subak di Bali (Pura Luhur Ulun Danau Batur, DAS Pakerisan, Taman Ayun dan Jatiluwih) telah menjadi bagian Warisan Budaya Dunia (WBD). Penetapan subak menjadi Warisan Budaya Dunia menjadi salah satu upaya mempertahankan lahan persawahan di Bali, sekaligus upaya mempertahankan konsep subak dengan berbagai adat-istiadatnya, termasuk upaya pelestarian sumber mata air. Penetapan itu mewujudkan pengakuan dunia terhadap nilai-nilai universal dari subak, sehingga dunia ikut melindunginya. Dari berita yang dilansir di nationalgeografic.co.id yang ditulis Zika Zakiya di Harian Kompas disebutkan, Chairperson Komite Warisan Dunia (WHC) sekaligus Permanent Delegate Rusia Federation UNESCO Eleonora Valentinovna Mitrofanova, akhirnya disahkan Jumat 29 Juni 2012. Subak adalah lembaga atau organisasi tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Para penggarap sawah di Bali menerima air irigasi dari satu sumber air atau bendungan dan inilah fungsi utama Subak. Subak berlandaskan Tri Hita Karana yaitu landasan yang mengintegrasikan tiga komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh masyarakat Bali.

Sistem kosmologis masyarakat Bali yang unik telah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Salah satunya melalui perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan, penataan pemukiman, arsitektur, upacara dan ritual, seni, serta dalam organisasi sosial. Tabanan merupakan satu kabupaten di Provinsi Bali dengan batas wilayah: sebelah utara adalah Kabupaten Buleleng, sebelah timur adalah Kabupaten Badung, sebelah selatan adalah Samudera Pacifik, dan sebelah barat adalah Kabupaten Jembrana. Luas sawah di Kabupaten Tabanan mencapai luas 22.453 Ha yang merupakan wilayah sawah yang terluas dan

sekaligus merupakan Lumbung Padi di Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan memiliki 228 subak yang tersebar, dimana setiap subak yang ada diberi otonomi dalam mengatur anggota subak yang telah disepakati secara bersama dalam bentuk aturan tertulis berupa Awig-awig.

Penetapan subak oleh UNESCO, PBB sebagai WBD berdampak terutama pada banyaknya turis mancanegara yang ingin menyaksikan, melihat, merasakan, dan menikmati langsung tentang keberadaan subak di Bali sebagai sistem persawahan yang terbangun secara terasering dan ramah lingkungan karena senantiasa memperhatikan konservasi dan keberlanjutan dimana pengelolaannya dibawah kelembagaan subak, khususnya di Kecamatan Penebel, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, demikian juga keberadaan subak mampu menarik turis domestik untuk menikmati sebuah panorama keindahan alami yang eksotis yang tercipta atas keberadaan subak.

Subak Jatiluwih meliputi luas areal 303 Ha terletak di Kawasan Suci Jatiluwih, Kecamatan Penebel. Subak Jatiluwih terbagi menjadi 7 (tujuh) tempek, yaitu (1) Tempek Telape Gde, (2) Tempek Besi Kalung, (3) Tempek Kedamaian, (4) Tempek Gunung Sari, (5) Tempek Kesambi, (6) Tempek Uma Kayu, dan (7) Tempek Uma Dwi. Anggota Subak Jatiluwih mencapai 526 orang. Kelembagaan di tingkat Subak Jatiluwih yang dipimpin oleh Pekaseh, memiliki kelembagaan harian: (a) Kelian Subak berarti Ketua Subak harian yang tugasnya mengatur anggota dalam pengelolaan sawah/kebun/tegalan yang menjadi batas yuridiksi dari Subak Jatiluwih. Kelian menunjukkan juga kewenangan yang diberikan kepada seseorang sebagai banjar, artinya Ketua Banjar sering disebut Kelian. Banjar merupakan wilayah administrasi adat yang dibentuk dibawah Desa Adat atau Pakraman; (b)

Penyarikan berarti Sekretaris Subak yang bertugas mencatat semua yang menjadi kesepakatan baik yang tertulis maupun tidak tertulis, (c)Petengan, berarti Bendahara Subak yang bertugas mengurusi semua pengelolaan keuangan yang dimiliki oleh subak, (d)Tanaka

berarti bagian informasi dan komunikasi dalam subak yang bertugas untuk memberikan arahan kepada anggota subak agar tetap mematuhi apa yang telah menjadi ketentuan atau kesepakatan dalam subak. Untuk mengetahui peranan teknologi modern yaitu pengairan aerob dan kombinasi dengan pupuk organik untuk meningkatkan pendapatan petani berbasiskan ekowisata, Subak Kedamaian sama dengan petani di Subak Telabah Gde yang merupakan kawasan Subak Jatiluwih.

Gamabar 1. Hamparan Subak Jatiluwih sebagai Agrowisata

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen prosiding ekowisata lengkap ISBN (Halaman 75-79)