• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penolakan Publik Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja a Alasan Penolakan Publik

UU CIPTA KERJA DALAM UPAYA REFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2. PERSOALAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA 1. Persoalan dalam Proses Pembentukan

2.1.4. Penolakan Publik Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja a Alasan Penolakan Publik

Persoalan berikutnya yang menyertai pembentukan UU Cipta Kerja adalah kritik dan penolakan publik yang terjadi bahkan sejak draf RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja) diserahkan Pemerintah ke DPR pada 12 Februari 2020. Penolakan publik dipicu oleh dua hal: partisipasi publik dalam proses penyusunan dan subtansi yang dinilai mengugikan kelompok tertentu.

Dalam proses penyusunan dan pembahasan yang dilakukan pemerintah bersama DPR dilakukan secara tertutup dan subtansi yang diatur dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu. Proses penyusunan yang dilakukan pemerintah tidak mewakili semua kelompok yang pasti terdampak. 127 orang anggota satuan tugas (Satgas) omnibus law yang dibentuk pemerintah didominasi oleh kelompok pengusaha,36 sementara keterwakilan kelompok masyarakat seperti kelompok petani, nelayan dan buruh sama sekali tidak diikutsertakan.

Kemudian, pendekatan omnibus law yang digunakan menyebabkan publik sulit memahami subtansi yang ada karena UU ini merevisi terlalu banyak UU dan mengatur banyak sector. Kemudian, di saat pebahasan, subtansi juga tidak dilakukan pembahasan secara mendalam dan penolakan publik terhadap subtansi yang bermasalah diabaikan DPR begitu saja. Sepanjang proses pembahasan, hanya ada satu draf resmi yang dapat diakses publik, yakni draf awal ketika pengajuan oleh Presiden

35 Francisca Christy Rosana, “5 Perubahan Naskah UU Cipta Kerja: dari Versi 905 sampai 1.187 Halaman”, tempo.co, https://nasional.tempo.co/read/1455784/kasus-suap-penyidik-kpk-boyong-wali-kota-tanjungbalai-ke-jakarta

36 Abdul Aziz,” Daftar Anggota Satgas Omnibus law: James Riady hingga Erwin Aksa” tirto.id https://tirto.id/daftar-anggota-satgas-omnibus-law-james-riady-hingga-erwin-aksa-enxx

90 kepada DPR.37 Bahkan, hingga saat sidang paripurna pun draf RUU yang disahkan pun tidak jelas. Beberapa orang anggota DPR pun mengaku tidak menerima draf saat paripurna.38 Padahal, pembahasannya begitu cepat dan dinamis sehingga berdampak pada perkembangan substansi pada draf RUU.

Tabel 3.7 Materi UU Cipta Kerja yang Mendapat Penolakan

N o

Materi Klaster UU Asal

1 .

Ketenagakerjaan a. Jam kerja

b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) c. Upah Minimum Ketenaga kerjaan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan 2 . Lingkungan a. Izin Lingkungan

b. Batas Minimal Wilayah Hutan Perijinan Berusaha 1) UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2) UU No. 41/1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 19/2014.

3 .

Perikanan dan Kelautan a. Penggunaan ABK Asing b. Tata ruang pulau

c. Melemahnya keterlibatan publik dalam proses legislasi

Perijinan Berusaha

1) UU No. 32/2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU No. 45/2009 tentang Perikanan. 2) UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. 4 .

Sumber Daya Alam

a. Izin hak pengelolaan mencapai 90 tahun.

b. Pembangunan

berkelanjutan yang tidak mendapatkan porsi. c. Bank Tanah Perijinan Usaha 1) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan 2) UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang.

37 Haris Prabowo, “Omong Kosong Transparansi DPR dan Pemerintah Soal UU Cipta Kerja” tirto.id https://tirto.id/omong-kosong-transparansi-dpr-dan-pemerintah-soal-uu-cipta-kerja-f54x, (diakses 13 Februari 2021)

38 Dani Prabowo "Pengesahan UU Cipta Kerja Munculkan Gelombang Disinformasi", www.compas.com, https://nasional.kompas.com/read/2020/10/14/13190531/pengesahan-uu-cipta-kerja-munculkan-gelombang-disinformasi?page=all, (diakses 11 Februari 2021)

91 5 . Pendidikan a. Perijinan pendirian sekolah. b. Sertifikasi guru/pengajar. Perijinan Usaha UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dari table di atas, bidang ketenagakerjaan dan lingkungan hidup adalah yang paling banyak mendapat penolakan. Bahkan serikat buruh dan penggiat lingkungan hidup tidak henti-hentinya melakukan protes dan unjukrasa menolak UU Cipta Kerja, bahkan penolakan tersebut berlangsung sampai setelah UU Cipta Kerja berlaku.

b Respon Pemerintah terhadap Kritik dan Penolakan

Dalam merespon kritik dan penolakan publik, Pemerintah justru meresponnya dengan langkah yang tidak biasa. Pertama, keterlibatan BIN dan Polri dalam melakukan sosialisasi materi Omnibus Cipta Kerja ke jaringan buruh, sebagaimana diakui sendiri oleh Menteri Tenaga Kerja.39 Kedua, keberadaan Pasal 170 tentang PP yang dirancang bisa membatalkan Undang-Undang, disebutk Menko Polhukam, Mahfud MD, dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sebagai “salah tulis” dan akan diperbaiki di DPR. 40

Keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses legislasi belum pernah diakui secara terbuka oleh pembentuk UU sebelumnya, apalagi dalam konteks agar pemangku kepentingan yang kritis menjadi berubah sikap. Selain itu, naskah RUU

Omnibus Cipta Kerja yang sudah diberikan ke DPR, yang belakangan diakui

Menkumham dan Menko Polhukam mengandung kesalahan penulisan, justru oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto disebut sudah baik dan tidak perlu

39 “Penjelasan Menteri Ketenagakerjaan tentang Omnibus law”, Majalah Tempo, 22 Februari 2020. Tautan: https://bit.ly/3g8wKG1. Terakhir diakses tanggal 14 April 2021.

40 Dian Erika, “Mahfud Sebut Salah Ketik di Draf Omnibus law Cipta Kerja Hanya Satu Pasal”, kompas.com, 18 Februari 2020. Tautan: https://bit.ly/32d6Ngm. Terakhir diakses pada 14 April 2021. Lihat juga, “Diperbaiki di DPR, Salah Ketik Omnibus law Tak Akan Direvisi”, cnnindonesia.com, 17 Februari 2020. Tautan: https://bit.ly/3uMwbFY. Terakhir diakses pada 14 April 2021.

92 perbaikan lagi ketika DPR menanyakan apakah ada bagian dari naskah yang ingin diperbaiki.41

Apabila bercermin dari kompleksitas materi dan jumlah 78 UU yang direvisi, seharusnya hal ini membuat Pemerintah dan DPR membuat proses pembahasan lebih partisipatif, apalagi di saat pandemi. Sebagai contoh, dua materi yang mendapat penolakan keras dari pemangku kepentingan, yaitu isu lingkungan hidup dan ketenagakerjaan, tidak mengubah pendekatan pembahasan RUU Omnibus Cipta Kerja.

Selain menggunakan pendekatan keamanan, Pemerintah juga menyarankan masyarakat yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial

review ke Mahkamah Konstitusi. Alasannya karena sistem ketatanegaraan Indonesia

telah menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi bila tidak puas dengan UU yang dibentuk Pemerintah bersama DPR.42

c Pengujian UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi

Persoalan Proses pembentukan dan Subtansi UU Cipta Kerja menyebabkan penolakan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan catatan di website resmi Mahkamah Konstitusi hingga 25 April 2021, setidaknya telah ada 14 permohonan

judicial review yang diajukan, dengan rincian 3 uji formil, 6 uji material dan 5 uji

formil dan material (lihat table).

Tabel 3.8 Pengujian UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi

No Nomor Perkara Pemohon Formil/Materil

1. 109/PUU-XVIII/2020 Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, S.H., M.H., Vindra Whindalis

Materil

41 Rofiq Hidayat, “Pemerintah Diminta Menarik Draf RUU Cipta Kerja”, hukumonline.com, 17 April 2020. Tautan: https://bit.ly/3mWkZnH. Terakhir diakses pada 14 April 2021.

42 Havid Al Vizki, “Tak Setuju UU Ciptaker, Jokowi: Silahkan Uji Materi ke MK”, Republika, https://republika.co.id/berita/qi0uj8467/tak-setuju-uu-ciptaker-jokowi-silahkan-uji-materi-ke-mk

93 2. 108/PUU-XVIII/2020 Ignatius Supriyadi, S.H.,

LL.M. Sidik, S.HI. Janteri, S.H.

Materil

3. 107/PUU-XVIII/2020 Serikat Petani Indonesia (SPI), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), dkk

Formil

4. 105/PUU-XVIII/2020 Roy Jinto Ferianto, S.H. Moch. Popon, S.H., Rudi Harlan Arie Nugraha Bey Arifin, dkk. formil dan materil

5. 103/PUU-XVIII/2020 Elly Rosita Silaban Dedi Hardianto

Formil dan Materil 6. 101/PUU-XVIII/2020 Ir. Said Iqbal, M.E.,

Ramidi

Materil 7. 95/PUU-XVIII/2020 Zakarias Horota;

Agustinus R. Kambuaya; Elias Patege.

Formil dan Materil 8. 91/PUU-XVIII/2020 Hakiimi Irawan Bangkid

Pamungkas, Ali Sujito, Muhtar Said, S.H., M.H., Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau

Formil

9. 87/PUU-XVIII/2020 Deni Sunarya Muhammad Hafidz

Materil

10. 9/PUU-XIX/2021 Herman Dambea Materil

11. 6/PUU-XIX/2021 Riden Hatam Aziz, S.H., Suparno, S.H., Fathan Almadani, dan Yanto Sulistianto

Formil

12. 5/PUU-XIX/2021 Putu Bagus Dian Rendragraha

Simon Petrus Simbolon

Formil dan Materil 13. 4/PUU-XIX/2021 R. Abdullah Indra Munaswar Abdul Hakim, dkk Formil dan Materil

94 Yayan Supyan

Sumber: Website resmi Mahkamah Konstitusi.

Banyaknya perkara pengujian UU Cipta Kerja di Mahkamah konstitusi sudah dapat diprediksi sebelum UU itu disahkan. Sejak proses pembahasan, proses dan subtansi sudah ramai mendapat kritik dan penolakan publik karena pembahasan dilakukan secara ekslusif dengan partisipasi publik yang minim, sementara dari segi subtansi sudah mendapat kritik karena materi muatan yang diatur tidak sesuai dengan harapan dan tidak menjawab permasalahan.

Praktek legislasi yang terjadi saat ini biasanya digunakan pada sistem politik totaliter, yang menurut Miriam Budiardjo, gagasan partisipasi masyarakat dalam sistem totaliter didasarkan pada pandangan elit politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng.43 Sehingga, pembentukan UU tidak perlu melibatkan masyarakat. Dan banyaknya permohonan yang diajukan ke Mahkamah konstitusi setelah UU itu disahkan adalah bukti bahwa banyak masyarakat yang menganggap UU yang disahkan ini memiliki kualitas yang buruk sehingga Mahkamah Konstitusi perlu memperbaiki/membatalkannya.

2.2. Peraturan delegasi Undang-Undang Cipta Kerja