• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

OMNIBUS LAW DAN UPAYA REFORMASI PERATURAN PERUNDANG-

3. REORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

3.2. Permasalahan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Permasalahan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia terjadi di segala tahapan pembentukan dan pelaksanaannya. Dari segi perencanaan, tumpang tindih perencanaan dan target tahunan yang tidak sesuai kesanggupan adalah yang utama. Sementara dari segi proses pembentukan, Sebagian besar UU yang dibentuk oleh DPR

76 Bayu Dwi Anggono, Asas Materi Muatan Yang Tepat Dalam Pembentukan Undang-Undang,

Serta Akibat Hukumnya: Analisis Undang-Undang Republik Indonesia Yang Dibentuk Pada Era Reformasi (1999-2012), Disertasi, (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2014), hlm 26

77 Bappenas, Strategi Nasional Reformasi Regulasi 2015 – 2025, (Jakarta: Bappernas, 2015, hlm 14, https://www.bappenas.go.id/files/9814/4419/3082/Buku_Reformasi_Regulasi.pdf

47 bersama Pemerintah mendapat penolakan dari masyarakat akibat mnimnya partisipasi publik dalam proses pembentukan.

Dari segi pelaksanaan peraturan perundang-undangan, persoalan peraturan yang terlalu banyak menjadi pemicu utama dari beragam permasalahan lainnya. Data menunjukkan bahwa dalam rentang 2000 s/d 2015, pemerintah telah menerbitkan 12.471 peraturan, di mana dengan kementerian menjadi produsen terbanyak menghasilkan peraturan dengan menerbitkan 8.311 peraturan, kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah dengan 2.446 peraturan. 79

Sementara di tigkat daerah, pemerintah kabupaten/kota adalah yang tertinggi dalam menghasilkan peraturan. Dalam rentang 2000 s/d 2015, terbit 28.752 Peraturan daerah yang didominasi oleh perda kabupaten/kota 25.575 peraturan dan perda provinsi 3.177 peraturan.80 Jumlah temuan tersebut belum termasuk peraturan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan lain sebagainya. Tingginya jumlah peraturan tersebut memicu terjadinya tumpang tindih pengaturan, baik dengan peraturan yang setingkat maupun peraturan yang secara hierarki memiliki kedudukan yang lebih tinggi, serta memberi beban yang berat dalam upaya untuk melakukan harmonisasi peraturan.81

1.1.1. Permasalahan Dalam Proses Perencanaan

Sudah menjadi rahasaia umum, peraturan perundang-undangan Indonesia telah bermasalah sejak dari proses perencanaan. Dari segi perencanaan pembentukan Undang-Undang, dalam enam tahun terakhir penyelesaian target RUU dalam Prolegnas prioritas tahunan tidak pernah tercapai. Pada 2015, DPR hanya meloloskan 3 RUU menjadi UU dari 40 RUU dalam Prolegnas. Demikian pula pada tahun-tahun berikutnya: 10 RUU lolos dari 50 RUU pada 2016, 6 dari 52 RUU pada 2017, 5 dari

79 Pusat Studi hukum dan Kebijakan Indonesia, Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia: Pokok

Permasalahan dan Strategi Penaganannya, (Jakarta: PSHK, 2019), hlm vii

80 Ibid.hlm 64

48 50 RUU pada 2018, 14 dari 55 RUU pada 2019,82 dan 3 dari 50 (atau 37 RUU setelah evaluasi Prolegnas) pada 2020.83

Gambar 2. 1 Capaian Prolegnas periode 2015--2020

Jika ditarik pada capaian Prolegnas jangka menengah, capaian kinerja DPR dalam bidang legislasi tidak pernah melebihi angka 27 persen. Jumlah RUU yang ditetapkan dalam daftar Prolegnas jangka menengah untuk tahun 2005-2009 sebanyak 284 RUU sementara realisasinya hanya 54 RUU atau sekitar 19 persen, tahun 2010-2014 sebanyak 262 RUU dengan realisasi 70 RUU (27 persen), tahun 2015-2019 sebanyak 189 RUU dengan realisasi 36 RUU (19 persen). Sementara itu, terdapat 248 RUU dalam Prolegnas 2020-2024 dengan realisasi tahun pertama sebanyak 3 RUU atau sekitar 1,6 persen.84

82 Agus Sahbani, “Tiga Catatan Penting Soal Target Prolegnas 2020,” hukumonline.com, https://bit.ly/2XSsMqH.

83 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, “Undang-Undang Tahun 2020”, www.dpr.go.id https://www.dpr.go.id/jdih/uu/year/2020,

84 Purwanto (ed.), “TII: Prolegnas 2020-2024 Cerminkan DPR Masih Gandrungi Kuantitas,” tempo.co, Tautan: https://bit.ly/38VKaRA.

40 50 52 50 55 50 3 10 6 5 14 3 0 10 20 30 40 50 60 2015 2016 2017 2018 2019 2020

49

Gambar 2. 2 Capaian Prolegnas jangka menengah dari periode 2005--2009 sampai dengan tahun pertama periode 2020-2024

Persoalan banyaknya RUU yang menjadi target dalam dalam Prolegnas menegaskan bahwa DPR dan Pemerintah tidak belajar dari pengalaman. Kajian evaluasi Bappenas dari tahun ke tahun DPR hanya mampu menyelesaikan rata-rata 15-20 UU.85 Selain itu, kajian evaluasi yang disusun Bappenas tersebut juga merekomendasikan pemerintah dan DPR untuk menahan diri agar tidak selalu membuat target terlalu tinggi dalam Prolegnas,86 sebab belum ada belum ada korelasi positif antara banyaknya jumlah RUU yang menjadi target dengan capaian kinerja dalam bidang legislasi.

1.1.2. Peraturan yang Terlalu Banyak (hiperregulasi)

Dari 2014 hingga Maret 2021, terbit sekitar 144 UU dan 14.780 peraturan yang kedudukannya berada di bawah UU yang didominasi oleh Permen dan PLPNK, dengan rincian 691 PP, 1.003 Perpres dan 10.106 Permen dan 2.980 PLPNK. Tentu itu jumlah yang tidak sedikit.87

85 M. Nur Sholikin, “3 cara mendesain ulang Prolegnas agar lebih efektif”, https://theconversation.com/3-cara-mendesain-ulang-prolegnas-agar-lebih-efektif-128005

86Ibid.

87 Antoni Putra, “Ironi Penyederhanaan Regulasi di Cipta Kerja” Koran Tempo, https://koran.tempo.co/read/opini/463088/opini-ironi-penyederhanaan-regulasi-di-cipta-kerja-oleh-antoni-putra 284 262 189 248 54 70 36 3 0 50 100 150 200 250 300 2005-2009 2010-2014 2015-2019 2020-2024 Target Capaian

50

Tabel 2.4 Peraturan Perundang-Undangan yang disahkan sejak 2014-2021 (Maret)

Tahun UU PP Perpres Permen PLPNK

2014 42 103 196 1742 475 2015 14 142 173 1703 465 2016 20 99 125 1729 408 2017 18 66 137 1527 481 2018 13 60 142 1383 434 2019 24 89 97 1245 447 2020 13 81 116 739 255 2021 (maret) 51 17 38 15 Jumlah 144 691 1.003 10.106 2.980 Total 14.294

Sumber: peraturan.go.id Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Merujuk pada data peraturan perundang-undangan yang ada, Kementerian adalah produsen yang menghasilkan Peraturan Perundang-Undangan tertinggi, kemudian diikuti oleh Lembaga Pemerintah non Kementerian, sementara untuk peraturan yang dikeluarkan oleh Pemda didominasi oleh Pemerintah Kabupaten sebanyak 31.992 Peraturan, Kota sebanyak 9.640 peraturan dan untuk Pemerintah Provinsi mengeluarkan 4.573 peraturan.88

Bila ditelaah secara mendalam, kondisi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Jumlah Peraturan Perundang-Undangan yang terlalu banyak berpotensi menyebabkan kualitas Peraturan yang jauh dari harapan yang mengarah pada terjadinya tumpang tindih, dan konflik antar Peraturan89 Jumlah peraturan di atas masih berpotensi bertambah. Mengingat intnasi tingkat pemerintahan terus memproduksi Peraturan Perundang-Undangan setiap saat. Selain itu, jumlah yang terdapat di Peraturan.go.id milik Dirjen Peraturan Perundang-Undangan maupun jumlah peraturan yang terdapat di jdihn.go.id milik Badan

88 jdihn.go.id per tanggal 21 Mei 2021

89 Wicipto Setiadi, Simplifikasi Regulasi dengan Menggunakan Pendekatan

51 Pembinaan Hukum Nasional belum mencakup peraturan yang ada secara keseluruhan, terutama Permen, PLPNK, dan Perda.90

Bila dilihat dari sudut pandang normatif, lahirnya dua jenis pertauran tersebut tidak bisa dilepaskan dari adanya ketentuan di Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU PPP. Ketentuan tersebut membuka 2 (dua) pintu pembentukan Permen dan/atau PLNK, yakni melalui pendelegasian dan melalui kewenangan untuk mengeluarkan peraturan yang dimiliki oleh masing-masing kementerian/lembaga. Dalam konteks ini, pendekatan apa pun yang digunakan dalam pembentukan UU, baik itu menggunakan pendekatan omnibus law maupun cara lain yang diterapkan sebelumnya, sepanjang ketentuan Pasal 8 UU PPP masih ada, maka penyederhanaan jumlah Peraturan Perundang-Undangan tidak akan pernah tercapai.

Di bidang peradilan misalnya, sedikitnya terdapat 156 peraturan perundang-undangan yang statusnya masih berlaku. Rinciannya, 45 UU, 31 PP, 6 Perpres, dan 74 peraturan pelaksana lainnya seperti Permen dan PLPNK. Hal yang sama juga terjadi di sektor agrarian. Terdapat sekitar 397 peraturan perundang-undangan yang statusnya masih berlaku dan/atau belum dicabut. Adapun rincian dari peraturan tersebut adalah: 26 UU, 43 PP, 29 Peraturan Presiden, 267 Permen, dan 32 PLPNK. Contoh lainnya adalah di sektor pendidikan dan kebudayaan, terdapat 1178 peraturan perundang-undangan yang statusnya masih berlaku dan/atau belum dicabut. Rinciannya, 18 UU, 40 PP, 20 Perpres, 1040 Permen, dan 60 PLPNK.

1.1.3. Ketidaksesuaian Materi Muatan

Ketidaksesuaian materi muatan peraturan perundang-undangan adalah salah satu persoalan yang tidak kunjung terselesaikan. Hal ini disebabkan oleh perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak terlaksana dengan baik, sehingga menyebabkan munculnya sejumlah UU yang seharusnya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya. Misalnya dalam kerangka hukum sistem Pendidikan nasional. Meski sudah ada UU No. 20 Tahun 2003 tentang

52 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), namun masih banyak UU setelah itu yang terbit yang juga mengatur masalah spesifik yang seharusnya telah tercakup dalam sistem Pendidikan nasional. Isu spesifik tersebut seharusnya hanya diatur dalam peraturan turunan dari UU seperti PP dan Perpres.

Di bidang tingkatan Pendidikan, terdapat 3 (tiga) UU yang mengatur hal itu selain UU Sisdiknas. UU tersebut adalah UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU No.18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan UU No.20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Sementara UU yang mengatur tentang fasilitas penunjang Pendidikan, yakni yang mengatur tentang Perpustakaan dan Perbukuan. Dalam konteks ini, terdapat 2 (dua) UU yang berlaku, padahal antara perbukuan dan perpustakaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Kedua UU itu adalah UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dan UU No.3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.

Pengaturan Mengenai profesi-profesi di bidang kesehatan dapat ditemukan di dalam empat UU, yaitu UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan91 Di bidang profesi lain, terdapat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, dan UU No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek. Sementara itu, juga terdapat pengaturan mengenai organisasi yang diatur dalam UU antara lain UU Gerakan Pramuka dan UU Perpustakaan.92

Bayu Dwi Anggono dalam disertasinya mengidentifikasi sejumlah UU dalam kurun waktu 1999 s/d 2012 yang tidak memenuhi materi muatan sebagai UU.93 Dari

91 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Kajian Reformasi Regulasi di Indonesia: Pokok

Permasalahan dan Strategi Penanganannya, (Jakarta: PSHK, 2019), hlm 35. Dapat diakses di

https://pshk.or.id/wp-content/uploads/2019/11/PSHK_KAJIAN-REFORMASI-REGULASI-DI-INDONESIA.pdf.

92 Ibid. hlm 36

93 Bayu Dwi Anggono, “Asas Materi Muatan yang Tepat dalam Pembentukan Undang-undang, serta Akibat Hukumnya: Analisis Undang-undang Republik Indonesia yang Dibentuk pada Era Reformasi (1999-2012), Disertasi Doktor, Universitas Indonesia, 2014, hlm. 125–128.

53 239 UU yang dianalisa, terdapat 14 UU yang teridentifikasi hal tersebut atau seharusnya tidak diatur dalam UU.94 Daftar UU tersebut adalah sebagai berikut:

1. UU No.16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

2. UU No.43/2007 tentang Perpustakaan. 3. UU No.44/2008 tentang Pornografi.

4. UU No.31/2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 5. UU No.40/2009 tentang Kepemudaan.

6. UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit. 7. UU No.12/2010 tentang Gerakan Pramuka. 8. UU No.13/2010 tentang Hortikultura.

9. UU No.4/2011 tentang Informasi Geospasial. 10. UU No.13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. 11. UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.

12. UU No.7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. 13. UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.

14. UU No.16/2012 tentang Industri Pertahanan.95